Al-Ganiyyu Mughnii: Tuhan Maha Kaya
Al-Ghaniyyul
Mughni, berada pada urutan yang ke dua puluh delapan
dan dua puluh sembilan dalam Asmaul Husna. Kedua sifat tersebut merupakan sifat
ketuhanan, yang mana posisinya berurutan. Artinya,
Tuhan yang maha kaya dan lagi maha memperkaya makhluknya. Kekayaan yang dimiliki
oleh Tuhan semesta alam merupakan kekayaan yang tidak terbatas jumlahnya. Sementara kekayaan yang
dimiliki oleh makhluknya sifat dan jumlahnya sangatlah
terbatas.
Tuhan
memperkaya hambanya dengan caranya sendiri. Bagaimana kekayaan itu bisa diraih
oleh manusia, bukan sesuatu yang sulit bagi Tuhan untuk mewujudkannya. Beragam
cara Tuhan membagikan kekayaan dengan bermacam bentuk keahlian yang Tuhan tanamkan dalam diri seseorang. Awal
bagaimana Tuhan membagikan rejeki kepada hambanya dengan menciptakan bermacam
ragam dan latar kehidupan manusia itu sendiri. Baik ragam
bangsa, ragam suku, ragam ras, ragam agama, ragam benua, ragam negara, ragam
daerah, ragam komunitas, ragam organisasi, ragam posisi, ragam keahlian, ragam
musim, ragam iklim, dan berbagai macam ragam lainnya.
Keahlian yang
diciptakan Tuhan kepada hambanya juga keahlian yang beragam posisi
kepentingannya. Keahlian bagi komunitas masyarakat yang hidup di daerah tandus
berbeda dengan keahlian bagi masyarakat yang hidupnya didaerah khatulistiwa.
Keahlian yang diberikan Tuhan kepada komunitas dikawasan tropis berbeda dengan
keahlian yang diberikan Tuhan kepada komunitas kawasan hijo royo-royo. Keahlian
yang diberikan kepada masyarakat yang mendiami negara di benua eropa dengan
keahlian yang diberikan kepada masyarakat yang mendiami benua Asia yang berbeda. Tentunya
perbedaan tersebut sesuai dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia,
yang dimiliki oleh masing-masing kawasan manusia mendiaminya.
Kekayaan yang dimiliki oleh Tuhan tidak hannya diberikan kepada manusia
saja, melainkan juga kepada makhluknya yang lain. Makhluk yang sudah diciptakan
Tuhan, untuk mendiami alam semesta ini. Berbeda makhluk berbeda pula cara Tuhan memberikan kekayaannya.
Perbedaan yang sangat mencolok ketika Tuhan membagikan rejekinya adalah di sa‘at
rejeki itu dibagikan kepada manusia.
Manusia telah
dibekali kesempurnaan penciptaannya dengan menancapkan akal didalam diri manusia. Akal inilah
menjadi pembeda antara manusia dengan makhlukh yang lainnya. Apalagi ketika hendak mendapatkan ciprakan rejeki dari Tuhan yang telah
diciptakan Tuhan dalam beragam bentuk.
Namun demikian
manusia dengan keserakahannya suka merobah keberagaman yang diciptkan Tuhan
dalam mengais kekayaan. Seharusnya kekayaan itu terbagi sampai pada turunan
yang paling kecil. Pada kenyataannya rejeki tersebut ditahan
oleh si "JUMOH JAK CAH". Ditambah dengan kekuasaan
ditangan, mendukung kebrutalan dalam mengatur rejeki sehingga berputar diantara
lingkarannya saja. Dengan dalih yang sangat klasik, bukan awak
dalam, dalih menyalahi aturan, dalih dampak lingkungan yang direkayasa, dan
dali-dalih yang lainnya.
Tujuannya dari rekayasa tersebut cuma satu, yakni melawan keberagaman yang
diciptakan Tuhan. Keberagaman dalam
sirkulasi rejeki kepada hamba-Nya. Sikaya dan sikuasa suka merekayasa keadaan untuk mengacaukan
suasana. Sikaya bercongkak muka kepada simiskin, sikuasa bercongkak kekuatan
kepada silemah. Apapun yang dilakukan simiskin jika tidak sesuai dengan pola
pikir sikaya akan dianggap sebagai tindakan kecemburuan yang dilakukan oleh simiskin.
Apapun yang dilakukan silemah akan dianggap sebagai bentuk perlawanan oleh
sikuasa.
Sikaya dan
sikuasa bercokol congkak bersama-sama melawan keragaman yang telah diciptakan
oleh Tuhan. Gara-gara kepentingan, keberagaman tidak lagi berjalan
sebagai sunnatullah alam.
Komentar
Posting Komentar