Bank Gala atau Baitul Qiradh Bersyari 'Ab
Pertanyaannya seberapa pentingkah kehadiran Bank bagi masyarakat hadir untuk menumbuhkan perekonomiannya. Bank yang sudah ada saja belum menghadirkan
dampak nyata bagi perbaikan ekonomi. Malah kehadiran Bank tersebut dirasakan seperti
monster yang siap menerkam denyut nadi ekonomi masyarakat. Terkenal dan sangat
mudah kita jumpai orang-orang berkesimpulan supaya menghindar dari bank. Sebab,
sistem yang dibangun dalam bertransaksi seperti prilaku para kriminal.
Siapa saja yang berhungan dengan bank pasti bangkrut, atau minimal apoh apah,
karena dituntut sebagai pekerja yang harus menutupi kredit berbunga.
Bayangkan saja setiap keringat para pekerja usaha yang menyerahkan sistem permodalan usahanya pada bank harus berusaha sekuat tenaga menutupi setoran bulanan. Bekerja hanya berfikir, bagaimana memberikan kekayaan pada tuannya. Dari pagi sampai sore hari pikirannya hanya disbukkan dengan bagaimana mengambil keuntungan yang banyak supaya hasil usahanya mencapai target bulanan. Bukankah prilaku seperti ini hanya menjadikan masyarakat kelas bawah cuma disibukkan dengan pekerjaan semata. Pekerjaaan yang tidak lagi menjunjung nilai-nilai kemanusia sebagai makhluk yang membagi kehidupannya dalam beberapa waktu. Waktu untuk mencari makan, waktu untuk belajar, waktu untuk beribadah, dan waktu untuk menjalani kirpah manusia sebagai makhluk sosial. Bekerja yang dipaksakan siang malam hanya untuk menutupi sisa utang dengan bunga yang ditentukan. Pada kondisi seperti ini, filosofi "tulak tong tinggai tem" menjadi adagium yang sering kita mendengarnya dari ucapan orang yang terikat kerja sama dengan bank.
Pada sa'at sekelompok orang menginginkan kehadiran bank
baru, yang menawarkan konsep baru, yang bersifat lokal, dianggap sebagai dewa baru yang mampu menyelesai
masalah ekonomi umat kearah yang jauh lebih baik. Tentu di sini, muncul sebuah pertanyaan, apakah bank tersebut
benar-benar hadir menawarkan konsep baru, yang berbeda dengan bank yang
sudah ada. Jika sama, berarti keberadaan bank baru tersebut tidak lebih sebagai
partner bank lama yang sistem kerjanya juga menganiaya ruh kebangkitan ekonomi masyarakat. Jika bank tersebut hadir sebagai jalan baru dengan konsep yang berbeda, tentu pertanyaan berikutnya adalah, bank tersebut berada dibawah pengawasan Bank induk yang mana.
Problematika tersebut menjadikan kehadiran bank baru, harus menelusuri
kehadirannya dengan berbagai macam kajian. Baik kajian dari aspek sumber pendanaannya, kajian dari aspek hukumnya, kajian dari aspek muamalahnya, kajian dari aspek sosialnya, kajian dari aspek fiqihnya, kajian dari aspek
filosofisnya, kajian dari aspek lingkungannya, kajian dari aspek efektifitasnya, dan
kajian dari berbagai aspek lainnya.
Mengingat traumatisasi psikologis masyarakat terhadap bank menjadi cerita hantu, jika selama ini, kehadiran bank sebagai industri keuangan yang merusak kesejahteraan ekonomi masyarakat. Apalagi menyangkut dengan kondisi masyarakat bawah. Masyarakat kebanyakan di negeri ini adalah komunitas pertanian. Beragam aspek pertanian seharusnya negara hadir untuk memikirkan kesejahteraan bagi masyarakat petani. Masyarakat agraris di negeri ini adalah masyarakat yang minim ketrampilan dan kekurangan pendanaan.
Mengingat traumatisasi psikologis masyarakat terhadap bank menjadi cerita hantu, jika selama ini, kehadiran bank sebagai industri keuangan yang merusak kesejahteraan ekonomi masyarakat. Apalagi menyangkut dengan kondisi masyarakat bawah. Masyarakat kebanyakan di negeri ini adalah komunitas pertanian. Beragam aspek pertanian seharusnya negara hadir untuk memikirkan kesejahteraan bagi masyarakat petani. Masyarakat agraris di negeri ini adalah masyarakat yang minim ketrampilan dan kekurangan pendanaan.
Hadirnya lembaga keuangan bagi masyarakat petani, tentunya sebuah
angin segar yang wajib disyukuri. Namun jika lembaga keuangan tersebut malah
menjadikan momok baru bagi pengelolaan keuangan petani, apa beda dengan lembaga
keuangan yang sudah ada. Apapun namanya yang diciptakan tidak menjadi masalah
bagi masyarakat bawah, asalkan keberadaannya bukanlah lembaga keuangan yang
berkedok bantuan, tetapi, nyatanya adalah wujud sel drakula penghisap darah.
Jangan menipu masyarakat dengan lembaga keuangan yang berlebel syari'ah, jika
sistem yang dibangun di dalamnya adalah sebuah usaha kapitalisasi agama.
Menjual agama dengan nilai syari'at mu'amalah hanya untuk menina bobokan masyarakat
dengan konsep bantuan keuangan semu. Sok bersyari'at namun sesat dalam
pelaknaannya.
Pertanyaannya, seberapa pentingkah kehadiran bank baru bagi
masyarakat????. Apakah program ini merupakan harapan yang diinginkan oleh
masyarakat, atau program ejakulasi dini sang penguasa, sebab tidak menghadirkan
sebuah program yang membuat masyarakat tergerak pikirannya untuk memahami,
inilah terobosan baru seorang pemimpin yang mengantarkan kesejahteraan bagi
masyarakatnya.
Untuk seminar tentang bank yang berkedok muamalah
itu diadakan oleh pemerintah setempat? apakah benar untuk memperkenalkan
tentang sistem pengelolaan keuangan baru yang bernilai syari'at, atau hannya
menjadi sebuah alasan saja, agar supaya pelakunya bisa mendapatkan kucuran dana
dari pos yang diciptakan supaya ada kegiatan yang dilakukan oleh pelaku
pemerintahan. Kegiatan yang menghabiskan
uang negara. Jika sebuah kegiatan hanya dilakukan untuk menghabiskan uang daerah, tentunya ini adalah program keterlaluan. Jika hanya bertujuan supaya
bisa menghabiskan anggaran saja, maka rakyat harus mendoakan keburukan kepada
pelakunya. Jika setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah hanya melaksanakan seremoni saja, tentunya ini adalah bentuk penjajahan baru terhadap
pengelolaan uang negara, yang mengatas namakan kesejahteraan rakyat.
Sebagai
rakyat kita harus menghidupkan kembali doa yang berbunyi "ya Allah
ya Tuhan kami, bingungkanlah pemimpin yang programnya menyakiti hati
Umat Muhammad saw."
Komentar
Posting Komentar