Filsafat Kenabian dalam Paradigma Anomali
Dua belas Rabiul Awwal,
menjadi tanggal bagi Umat Islam, untuk memperingati hari lahirnya junjungan
alam, Nabi Besar Muhammad saw. Kelahirannya diperingati disetiap tahun oleh
Umat Islam di seluruh dunia Islam. Esensi memperingati maulid bertujuan untuk
mengenang perjuangan Rasul yang telah berusaha serta memperjuangkan Islam
berkembang, baik di Arab sebagai tempat kelahirannya, maupun keseluruh sentro
dunia. Sehingga Islam hadir sebagai agama yang mewujudkan nilai kemanusian dengan
konsep Islam rahmatal lil ‘alamin.
Peristiwa lahirnya Nabi
Muhammad saw. merupakan momen penting bagi Umat Islam. Peristiwa maulid merupakan sejarah awal kebangkitan Umat Islam, dalam rangka membebaskan manusia dari
kungkungan kemusyrikan, menuju kepada manusia yang bertauhid serta bernilai
sosial.
Semangat memperingati lahirnya beliau tidak lain dan tak bukan adalah untuk memperingati awal lahirnya peradaban dunia yang berakhlak, jujur, amanah, dan bercita-cita tinggi. Prilaku kenabian bertujuan untuk mengangkat derajat manusia kearah yang jauh lebih baik, baik menyangkut konsep ketuhanan, kemanusian, ekonomi, politik, serta membangun kesejahteraan umat dalam peradaban bekemajuan.
Semangat memperingati lahirnya beliau tidak lain dan tak bukan adalah untuk memperingati awal lahirnya peradaban dunia yang berakhlak, jujur, amanah, dan bercita-cita tinggi. Prilaku kenabian bertujuan untuk mengangkat derajat manusia kearah yang jauh lebih baik, baik menyangkut konsep ketuhanan, kemanusian, ekonomi, politik, serta membangun kesejahteraan umat dalam peradaban bekemajuan.
Selama beberapa bulan setiap tahunnya Umat Islam selalu
memperingati hari lahirnya junjungan alam Nabi Muhammad saw. Penghulu
segala nabi. Nabi yang sudah merubah prilaku jahiliyah menjadi manusia yang
beradab. Manusia yang memahami makna kehidupan berhakikat ketuhanan. Nabi yang
tidak hannya menyampaikan pesan dalam bentuk lisan saja, melainkan juga
menyampaikan tauladan dalam bentuk tindakan.
Dalam sebuah hadis nabi bersabda “Ana awwalu ma amartukum bih” (saya
lebih dahulu melakukan apa yang saya perintahkan). Artinya, nabi adalah pribadi
yang tidak hanya mengajak melakukan kebaikan saja dengan lisannya
semata, melainkan juga sebagai pelaku utama kebaikan itu sendiri.
"Cakap serupa bikin" begitulah istilah orang dari negeri jiran
mengungkapkan prilaku manusia yang sesuai antara perkataan dengan
perbuatannya.
Pertanyaan dari serangkain seremoni memperingati maulid nabi. Apakah
Umat Islam hari ini, yang sedang memperingati hari kelahirannya, sudah mampu
memaknai pesan kenabian sebagaimana yang di inginkan oleh nabi itu sendiri.
Bahwa esensi dari diutusnya nabi adalah sebagai pelopor rahmah dalam berbagai
konteks kehidupan. Di mana aspek moral dan etika adalah barometer utamanya.
Atau hannya memperingati hari lahirnya saja tanpa memaknai filosofinya.
Filosofi kenabian adalah sebuah paham yang dibentuk
berdasarkan hijrah mental. Mental yang behijrah adalah mental yang dibangun
atas semangat gerakan pembaharuan berfikir berkemajuan. Berfikir
berkemajuan di sini bagaimana menerjemahkan ide menjadi realitas yang
mampu membawa kebebasan dan kesejahteraan bagi umat. Baik kebebasan
dan kesejateraan tauhid maupun kebebasan dan kesejahteraan
sosial. Kesejehteraan bersama adalah sebuah cita-cita besar dari hakikat di
utusnya nabi ke muka bumi.
Target kesejahteraan apakah yang akan diterima oleh umat dalam
memperingati maulid setiap tahunnya. Jawabannya tentu sesuai dengan apa
yang sa'at ini dilakukan. Jika kesejahteraan itu masih berkisar tentang hannya
sekedar mendapatkan makanan saja dihari memperingati kelahiran nabi. Tentunya
kesejahteraan seperti ini Umat Islam hannya mendapatkan kesejahteraan mulud semata,
dan bukan memperingati esensi dari maulid.
Memperingati Maulid
Nabi Muhammad saw. tentunya menjadi penting untuk mengingatkan diri kita akan
sosok Nabi penghulu alam. Tentunya dalam rangka memperingati hari lahir dalam
bentuk fisiknya Nabi. Berbeda dengan memperingati 1 Muharram, seharusnya jauh
lebih penting. Karena 1 muharram adalah memperingati sifatnya Nabi Muhammad saw.
Sifat gerakan kenabian untuk memberi petunjuk bagi umat.
Memperingati maulid
mengingatkan kita akan diri Nabi dalam bentuk fisiknya dan memperingati 1
muharram mengingatkan kita akan nabi pada prilakunya. Dengan asumsi dasar jika
Nabi Muhammad saw. diutus kemuka bumi tujuannya menjadi contoh bagi sifat bukan
barometer bagi fisik.
Berdasarkan asumsi
sifat maka 1 muharram jauh lebih penting diperingati sebab hari itu adalah hari
dimana Nabi Muhammad saw. mengajarkan kita sebuah tindakan perubahan. Perubahan cara berfikir tentang bagaimana
mengatur sistem kehidupan yang beraneka ragam suku, ras, dan golongan menjadi
satu landasan ideologi. Sampai pada puncaknya berdirilah Negara Madinah yang
diprakarsai oleh Nabi Muhammad saw .
Negara Madinah bukanlah Negara dengan ideologi dasarnya Islam. Namun di dalamnya mengandung esensi Negara Islam, dimana nilai-nilai keislman dihidupkan dalam tatanan kehidupan berkelompok, dibawah naungan sistem kenegaraan yang mengatur tata kelola masyarakat yang secara fitrah merupakan makhluk yang berbudaya. Pada tahapan ini hadir negara dengan sistem yang membentuk regulasi yang saling mengikat antar warga negara. Dalam perjalanannya, bagaimana Islam mengajarkan kita akan kejujuran, keadilan, kecerdasan, berpandangan kedepan, berfikir berkemajuan, menata komunitas dengan membangun kesejahteraan bersama.
Negara Madinah bukanlah Negara dengan ideologi dasarnya Islam. Namun di dalamnya mengandung esensi Negara Islam, dimana nilai-nilai keislman dihidupkan dalam tatanan kehidupan berkelompok, dibawah naungan sistem kenegaraan yang mengatur tata kelola masyarakat yang secara fitrah merupakan makhluk yang berbudaya. Pada tahapan ini hadir negara dengan sistem yang membentuk regulasi yang saling mengikat antar warga negara. Dalam perjalanannya, bagaimana Islam mengajarkan kita akan kejujuran, keadilan, kecerdasan, berpandangan kedepan, berfikir berkemajuan, menata komunitas dengan membangun kesejahteraan bersama.
Menentukan hari
lahirnya Nabi Muhammad saw. dalam bentuk fisik ke dunia terjadi perbedaan pendapat para ulama. Dalam menentukan hari
kepastian akan lahirnya sosok Nabi Muhammad saw. Sebagaimana Ibnu Rajab
Al-Hambali rahimahullah berkata “para ulama berselisih pendapat
mengenai tanggal kelahiran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ada yang mengatakan tanggal
2 Rabi‘ul Awwal, tanggal 8 Rabi‘ul Awwal, tanggal 10 Rabi‘ul Awwal, tanggal 12
Rabi‘ul Awwal, tanggal 17 Rabi‘ul Awwal, dan tanggal 18 Rabi‘ul Awwal”.
Berbeda dengan 1
muharram, tidak ada perbedaan pendapat ulama dalam menentukan satu hari tahun
pertama hijriyah tersebut. Peristiwa 1 muharram yang bertepatan dengan
peristiwa hijrah Nabi Muhammad saw.
Seharusnya Umat Islam hari ini berfikir ulang kembali akan sebuah
keharusan dari misi besar Nabi Muhammad saw. diutus kemuka bumi untuk memperbaiki
akhlakh manusia. Berbicara akhlak barometernya adalah menjadi contoh pada
mental bukan menjadi contoh dari segi bentuk fisiknya. sehingga hari kelahiran
fisik menjadi utama bagi kita sementara hari perubahan mental menjadi
terabaikan.
Misi terbesar Nabi
Muhammad saw. adalah merubah tatanan dunia yang kelam menjadi terang benderang,
merubah prilaku hidup menjadi lebih berfaedah, merubah kesenjangan ekonomi
menjadi terarah, mengubah prilaku boros menjadi hemat, merubah tradisi eklusif
menjadi inklusif, merubah tradisi primordial menjadi tradisi yang saling
terbuka dan saling menghargai antar sesama, rubah prilaku angkuh menjadi lembut
dan bersahaja, serta merobah setiap prilaku yang terkait dengan tatana
keehidupan manusia.
Nabi Muhammad saw.
terlahir dalam keadaan yatim. Tiidak lama setelahnya ibu nabi juga wafat.
Meninggalnya kedua orang tua nabi menjadi yatim piatu. Dalam tradisi tutur
masyarakat Aceh, jika yang meninggal itu ayahnya, maka akan disebut yatim,
sementara jika yang meninggal ibu, maka akan disebut muntui. Bahasa yang
lebih populer “yatim hana ku, muntui hana ma” .
Anak yatim dan fakir
miskin merupakan dua elemen masyarakat bawah yang menjadi titik perhatian utama bagi Nabi. kedua
kelompok masyarakat bawah ini harus di ayomi oleh umat. Misi kenabian salah
satunya memberantas kemiskinan. Membiarkan kelompok arus bawah menderita
merupakan sebuah kesalahan besar dalam ajaran islam. Bahkan sangat keras sekali
ancamannya bagi sekelompok orang yang melakukannya. Terutama sekali bagi
seorang pemimpin dan orang-orang kaya. Membiarkan simiskin larut dengan
kemiskinannya dan si yatim sendiri dalam keyatimannya.
Ancaman terhadap
orang-orang yang menyia-nyiakan anak yatim sangatlah tegas. Alqur’an menegaskan
jika yang menyia-nyiakan anak yatim dan fakir miskin termasuk golongan yang
mendustakan agama. Yatim dalam pengertiannya seseorang yang yang tidak
mendapati seorangpun untuk mengurus dirinya. Dalam bahasa yang lain yatim itu
bermakna kesendirian. Ancaman terhadap yang menyia-nyiakan anak yatim sebagaimana
Tuhan berfiman dalam surat Al-Ma‘un sebagai berikut:
Artinya, “tahukah kamu
(orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan
tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin, maka kecelakaanlah bagi
orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna”.
Muhammad Quraish
Shihhab mendefenisikan yatim dengan pengertian kesendirian. Sendiri dari segala
hal, baik sendiri tinggalnya sebab sudah ditinggalkan oleh orang tuanya, maupun
sendiri dalam memenuhi nafkahnya, sebab lahir dari orang tua yang fakir,
sehingga anak tersebut harus mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam
pemahaman umum masyarakat kita ketika memaknai kata yatim adalah orang yang
sudah meninggal orang tua laki-lakinya, atau ayah. Sementara jika ditinggalkan
ibunya tidak disebut yatim. Bagi orang Aceh anak yang ditinggal mati oleh
ibunya disebut dengan kata “muntui” sebagaimana telah disebutkan di atas.
Penulis sendiri belum menemukan kata apa yang digunakan untuk memanggil
sebutan anak yang ditinggal mati oleh ibunya selain kata muntui yang
sering digunakan oleh masyarakat Aceh.
Makna yatim dalam
kesendirian yang dijelaskan oleh Muhammad Qurais Shihab, terdapat dua
pengertian, pertama, yatim dengan makna biologis, dan kedua,
yatim dengan makna psikologis. Yatim biologis adalah seseorang
yang ditinggal mati oleh orang tuanya sehingga tidak adalagi orang yang menjaga
dirinya dalam menafkahi, keamanan, memberi pengawasan, pendidikan dan lain
sebagainya. Sementara yatim psikologis adalah yatim yang disebabkan
bukan karena kematian orang tuanya, melainkan karena kemiskinan dan ketidakmampuan orang tuanya
dalam memberi nafkah yang layak, baik kebutuhan sehari-hari, perlindungan
ekonomi, pendidikan, serta perlindungan-perlindungan yang lainnya.
Konteks yatim biologis dan psikologis,
keduanya adalah kelompok masyarakat yang
harus diayomi. Memasukkan kedua istilah dalam menyebutkan identitas
kedua pengelompokan tersebut, bukanlah sebuah upaya untuk menghilangkan makna
kata yatim yang sudah hidup di tengah masyarakat kita. jika yatim adalah orang yang
sudah meninggal orang tuanya. Akan tetapi pelebelan kedua istilah yatim (yatim bilogis
dan yatim psikologis) lebih pada semangat mengayomi jika kedua kelompok masyarakat
ini merupakan elemen yang sangat dicintai oleh
Nabi Muhammad saw. Bahkan jika ada upaya menyia-nyiakan kehidupan kedua
kelompok ini, diancam dan disebut dalam Alqur‘an sebagai golongan pendusta
agama.
Sejarah pertama maulid
Nabi Muhammad saw. diperingati lebih kurang seratus lima puluh tahun lebih
setelah Nabi Muhammad saw. wafat pada masa Salahuddin Al-Ayyubi di bawah
kepemimpinan Nurudin Zanki. Tujuan utama memperingati maulid untuk mencari
solusi atas perpecahan yang terjadi ditengah Umat Islam saat itu. Sementara
keberadaan musuh dari kalangan kerajaan rumawi semakin kuat. Di mana, dikalangan Umat Islam sendiri terjadi
ketidak solidan persatuan sehingga, keberadaan kaum muslimin saat itu berada
pada fase yang sangat lemah dan bercerai berai. Dalam kondisi seperti ini perlu
adanya sebuah momen, bagaimana caranya mempersatukan hati yang sudah bercerai-berai
kesepakatan kata yang tidak lagi sepadan, dan tujuan yang tidak lagi sama, maka
dengan kondisi seperti itu timbul ide dari para pemikir keagamaan. Bagaiman
mempersatukan kembali hati yang sudah retak, kata yang sudah tidak sepadan,
persatuan yang sudah sulit dipersatukan. Maka salah satu caranya adalah dengan
memperingati hari kelahiran junjungan Nabi Muhammad saw. Di mana, pada sa‘at
itu juga terdapat perbedaan pendapat dari kalangan ulama. Ulama
mempertentangkannya, ulama bersilang pendapat oleh sebab memperingati hari
kelahiran Nabi Muhammad saw. tidak populer pelaksanaannya oleh Nabi sendiri,
juga tidak pernah dirayakan oleh sahabat, dan juga tidak begitu populer
memperingati kelahiran nabi dari kalangan imam empat mazhab.
Tujuan utama
memperingati maulid Nabi Muhammad saw. adalah untuk meraih kemenangan umat dengan memamfaatkan
momen hari lahirnya Nabi Muhammad saw. ke muka bumi dalam bentuk fisik yang
kemudian diartikulasikan dengan hari kebangkitan Umat Islam dengan anggapan
telah lahir sang pencerah fajar yang akan menerangi alam.
Jika Sultan Salahuddin
Al-Ayyubi telah melakukan sebuah gerakan yang mampu menggerakkan Umat Islam
untuk mencapai kemenangan bersama dari kaum rumawi saat itu dengan momen maulid
nabi. lalu kenapa momen ini tidak di ulang kembali oleh Umat Islam akhir zaman.
Umat Islam yang kondisi kehidupannya sudah kembali tercerai berai. Sebagaimana yang dialami oleh Umat Islam di
masa Salahuddin Al-Ayyubi, bahkan lebih
buruk dari pada itu. Umat Islam hari ini dikepung dari berbagai lini. Baik lini
ekonomi, pendidikan, tehnologi ilmu pengetahuan, kesehatan, kemiskinan,
keamanan, ketertinggalan budaya, tehnologi, politik, dan berbagai macam hegemoni lainnya.
Ekonomi, pendidikan,
dan kemiskinan menjadi isu sentral Umat Islam hari ini. Hari ini Umat Islam
hadir sebagai umat yang kehilangan jati dirinya. Perang bersaudara melanda,
pilihan politik menjadi ajang bagi umat untuk saling bermusuhan, hadirnya
pengajian yang memprovokasi umat, umat kehilangan panutan, yang beragama
cendrung ateis, yang ateis cendrung agamis.
Puncak kehancuran umat disa‘at kelompok pendidikan membelah umat menjadi
kelompok gerakan yang berbeda kepentingan.
Semestinya dengan momen maulid
ini, Umat Islam bangkit membenah diri dengan memanfaatkan peristiwa kelahiran Nabi Muhammad saw.
sebagai ajang untuk bangkit mempersatukan umat dari keterpurkan kolektif yang
di awali dari mengayomi kaum lemah, memberantas kejahilan umat, fakir miskin
dan anak yatim dengan memanfa‘atkan maulid sebagai generatornya.
Sekiranya, jika isu
yang menjadi penghambat kemajuan bagi Umat Islam hari ini adalah ekonomi dan
pendidikan, maka perayaan maulid itu harus diarahkkan untuk pemberdayaan
ekonomi dan pendidikan umat dengan merubah tradisi perayaan maulid dari sistem
belanja konsumtif menjadi sistem ekonomi kreatif. Dengan kondisi tertentu di
mana ketika umat menghadapi kesulitan global, seharusnya dalam memaknai
perayaan maulid menghindari belanja yang bersifat konsumtif. Sekiranya bukan hidangan makanan dalam
berbagai hidangan kemewahan yang dihidangkan, melainkan yang mesti dihadirkan adalah
sistem pengelolaan keuangan yang mengelola dana umat, dana yang berasal dari
biyaya pengeluaran makanan dalam jumlah yang beragam ketika memperingati hati
kelahiran nabi nabi dalam bentuk fisiknya.
Terlalu berlebihan
memang jika berbicara Maulid dengan mengubah cara memperingatinya. Kebiasaan
yang sudah membudaya dalam tradisi masyarakat kita adalah memperingati maulid
dengan tradisi berkumpul bersama dengan menghidangkan berbagai macam ragam
makanan. Mengubah tradisi yang sudah berkembang bukanlah perkara mudah.
Kesimpulan yang sering berkembang dalam mengkritisi praktek budaya kegamaan
ditengah masyarakat yang mayoritas berpenduduk muslim terbanyak sering mendapat
perlawanan. Bahkan yang mengkritisinya akan menjadi pihak yang harus di musuhi
bersama. Seharusnya pemikiran umat harus memahami setiap kritik sosial harus
didasari dengan pemahaman yang mampu membedakan antara kritik budaya keagamaan
dengan kritik terhadap ajaran dasar agama. Dalam memahami setiap kritikan umat
harus mampu membedakan antara ajaran agama dengan praktek budaya keagamaan.
Memperingati maulid
bukan ajaran dasar agama yang dibawa dan dibangun atas dasar gagasan dari
sumber ajaran Islam dan Hadis. Maulid nabi adalah bagian dari tata cara praktek
budaya keagamaan. Praktek budaya keagamaan tentunya terdapat perbedaan yang
beragam dalam pelaksanaannya. Ada yang memperingatinyya dengan berbagai macam
kegiatan keagamaan, dari melike, barzanji,
dan ceramah agama, yang biasanya disampaikan oleh seorang yang ‘alim, tentunya
‘alim dalam memahami sejarah perjuangan Nabi Muahammad saw. Di sa‘at para penceramah menyampaikan materi
dakwahnya sering kehilangan momen dalam memahami konteks zaman. Materi yang
disampaikan tidak menjawab kebutuhan Umat Islam hari ini. Materi yang disampaikan dari tahun ke tahun
berkisar pada materi yang sama, yang berubah dalam penyampaian adala
leluconnya. Semakin penyampai materi membubui materi lucunya, maka semakin
menarik perhatian umat dalam mengikuti ceramahnya. Ceramah maulid yang
seharusnya meneruskan semangat mental kenabian sebagaimana semangat yang
dibangun oleh Salahuddin Al-Ayyubi berubah menjadi ajang stand upa komedian. Jika
persoalan ekonomi dan pendidikan yang menjadi inti persoalan umat hari ini,
perayaan maulid harus memancing lahirnya sistem keuangan umat dari bukulah
maulid menjadi bank maulid atau beasiswa maulid.
Terkait dengan ekonomi
dan pendidika, maka Fakir miskin dan anak yatim adalah elemen utama yang harus
diperhatikan ketika memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw. dengan
mensiasati dan memamfa‘atkan kemampuan keuangan umat, umat yang begitu loyal
menghabiskan harta kekayaannya untuk menyediakan menu makanan yang dihidangkan
pada saat perayaan maulid. Dengan gaya konsumtif seperti ini menjadikan eforia
belaka, sehingga kata maulid di asumsikan menjadi molod, dan muuulud.
Seharusnya anak yatim dan fakir miskin itu sudah cukup
sejahtera dengan pendanaan tahunan yang dikutip dari hasil suka rela masyaraka
ketika memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw. yang selama ini
dihabiskan untuk membeli dan menyediakan makanan sebagai menu mauludan dengan
jumlah mencapai puluhan juta rupiah, bahkan ada yang mencapai ratusan juta
rupiah, aktifitas berlaku disetiap perkampungan yang memperingati perayaan
maulid rutin setiap tahunnya. Mengingat persoalan krusial umat tentang ekonomi
dan pendidikan, maka dana yang dianggarkan lewat kenduri maulid dirubah atau
dialih fungsikan tata cara pelaksanaannya dari tradisi menyediakan “Bukulah Maulid”
menjadi “Beasiswa Maulid” atau “Bale Maulid” menjadi “Bank
Simpatan Maulid”.
Tentunya cost perayaan
maulid itu jika diuangkan sistem pelaksanaannya disetiap gampong atau desa yang
ada di Aceh maupun di Indosenesia. Jika
dihitung dengan angka keseluruhannya, setiap gampong atau desa bisa mencapai
ratusan juta per tahunnya, bahkan lebih.
Rata-rata di Aceh setiap gampong jumlah kepala keluarga berkisar antara
seratus lima puluh kepala keluarga lebih
kurangnya.
Jika jumlah perkepala
keluarga ini dikalkulasikan setiap keluarga menghabiskan dana berkisar antara
lima ratus ribu hingga enam ratus ribu rupiah. Rata-ratanya yang digunakan
untuk membeli bahan menu makanan dengan beraneka ragam jenis makanan yang
disediakan untuk kenduri maulid. Jika dana tersebut dikalikan dalam bentuk uang
maka akan menghasilkan angka ratusan juta pertahunnya. Jika per gampong bisa
terkumpul uang ratusan juta rupiah, maka dsetiap kabupaten dan provinsi akan
mengahasilkan uang mencapai puluhan milyar. Uang sebanyak ini digunakan untuk
membeli bahan makanan yang akan dihidangkan dalam hidangan besar pada mesjid atau menasah masing-masing. Uang
sebanyak itu dihidangkan dalam bentuk prasmanan (makanan yang dihidangkan) dan
dihabiskan oleh orang-orang yang sudah diundang untuk memakannya. Makanan yang sudah dihidangkan akan dimakan
oleh para undangan dalam waktu empat puluh menit lebih kurang. Pertanyaannya
restoran makanakah mencapai ratusan juta harga menu makanannya yang dihabiskan
dalam masa empat puluh menit. Makanan tersebuta hannya dihabiskan untuk menjadi
sirkulasi saja bagi usus, lalu dikeluarkkan dalam bentuk kotoran.
Seandainya uang
sebanyak itu diuangkan menjadi dana gampong atau desa menjadi debet tahunan
sebagai sumber pendapat gampong tiap tahunnya. Maka setiap gampong akan mendapatkan
dana segar dari memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw. sebanyak ratusan
puluh juta rupiah. Dengan potongan yang
akan disepakati bersama untuk digunakan pada pelaksanaan perayaan maulid dengan
tata cara yang sederhana. Seperti acara dike, shalawatan, dan ceramah
agama dengan mengundang penceramah dimalam harinya. Dengan demikian esensi
maulid sudah terpenuhi. Dikarenakan inti dari perayaan maulid sebagai media
bagi umat dalam rengka mengenang perjuangan Nabi Muhammad saw. lewat
pesan-pesan yang disampaikan oleh penceramah dalam membaca Sirah Nabawiyah.
Dana gampong atau desa
yang didapatkan dari hasil pengalihan sistem kenduri maulid tersebut harus
dipergunakan untuk kepentingan gampong atau desa yang meliputi, beasiswa untuk
anak yatim, beasiswa untuk anak-anak miskin, beasiswa buat pelajar kurang
mampu, beasiswa anak-anak yang belajar dipesantren-pesantren, bantuan
pendidikan bagi yang melanjutkan ke perguruan tinggi, dan modal usaha mikro
bagi pemuda yang mempunyai jiwa enterprenership.
Menjadikan maulid
sebagai media untuk membangun sumber daya umat bukan berarti hendak
menawarkan untuk meniadakan memperingati
maulid. Akan tetapi sebagaiman yang telah dijelaskan di atas hannya mengajak
untuk merobah tradisinya bukan meniadakan acaranya maulidnya. Merobah tradisi Bukulah
Maulid atau tradisi Bale Maulid menjadi Beasiswa Maulid atau Bank
Maulid dengan mengadopsi konsep asas manfaat sesuai dengan kebutuhan
gampong atau desa masing-masing daerah.
Saatnya kita mulai
berfikir kearah yang jauh lebih tepat dalam memperingati maulid Nabi Muhammad
saw. Memperingati hari kelahiran fisik Rasul harus dipahami dengan semangat
hijrah Nabi Muhammada saw. sebagai sifat utama nabi diutus sebagai manusia paripurna
yang menjadi contoh tauladan bagi umat manusia. merobah tradisi mulud
benar-benar menjadi maulid memang tidaklah gampang. Saatnya kita merubah
maindset berfikir kita tentang perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad saw. dari
“Bukulah maulid” menjadi “Beasiswa Maulid”.
Kenyataannya sampai
hari ini anak yatim dan fakir miskin atau anak orang- orang yang berasal dari
keluarga tidak mampu di gampong-gampong atau desa-desa diseluruh pelosok negeri
masih sulit untuk mengakses dana untuk biayaya
pendidikan. Maka dana maulid yang sudah dirobah pelaksanaannya, dari bukulah
mmaulid menjadi beasiswa maulid adalah solusinya. Keadaan seperti ini tentu
tergantung keadaan ekonomi masyarakat gampong atau desa setempat. Jika gampong
atau desa yang sudah tidak ada lagi masalah dengan beayaya pendidikan anak anak
digampong atau desa tersebut silakan buat acara maulid seperti biasa. Sebaliknya,
kusus buat gampong atau desa yang strata ekonomi komunitas masyarakat masih
berada dibawah garis kemiskinan, sementara biaya pendidikan buat anak-anak
mereka sulit namun aset gampong tahunan puluhan juta terserap hannya untuk
dihabiskan kepada tujuan yang tidak memberi efek membangun manusia kearah yang
jauh lebih baik untuk masa yang akan datang. Maka sistem perayaan maulid harus
dirobah. Dari bukulah maulid menjadi beasiswa maulid.
Dana gampong yang
mencapai milyaran rupiah sebagai dana dari hasil program pemerinta pusat untuk
dikelola tiap tahun oleh pemerintah gampong atau desa belum bisa digunakan
sepenuhnya untuk memberikan beasiswa bagi anak yatim dan fakir miskin digampong
atau desa masing-masing. Akan tetapi
pada saat ada pengumuman beasiswa oleh pemerintah kabupaten, provinsi, dan lembaga-lembaga
tertentu begitu antusiasnya mereka mengikuti proses untuk mendapatkan beasiswa
tersebut, walaupun harus kecewa dikemudian hari sebab begitu sulit menembus
untuk bisa mendapatkannya beasiswa tersebut. Sebab terkendala dengan
syarat-syarat dengan standar yang dibuat oleh pengelola beasiswa.
Seandainya, jika Umat
Islam benar-benar menggunakan dana maulid dengan sebaik-baik mungkin dan tepat
sasaran untuk membantu beasiswa bagi para generasi muda, tentunya tidak perlu
anak-anak dari pelosok negeri mengharap beasiswa dari yang disediakan oleh
pihak-pihak lain. Cukup dengan mengakses beasiswa maulid anak-anak yatim dan
fakir miskin bakal mampu belajar dilembaga pendidikan yang bermutu dan ternama
di tanah air, dengan tidak perlu susah payah memikirkan uang saku untuk
kebutuhan hidupnya, disa‘at masa belajar ditempuh. Sebab di setiap bulannya
sudah masuk beasiswa mualid ke dalam rekening masing-masing anak yatim dan
fakir miskin sebagai penerima “Beasiswa Maulid”. Lalu kemudian layaklah
mereka para fakir miskin dan anak yatim berucap dalam setiap doa dan harapannya
dengan ungkapan “Ni’mat Beasiswa Maulid Manakah Yang Engkau Dustakan”.
Komentar
Posting Komentar