Harapan Rakyat Tidak Seindah Mimpi
Pemilu kali ini mimpi menjadi ngetren. Protes sebagian
orang masak hannya sekedar bermimpi saja tidak boleh. Mimpi
kan gratis. Mumpung gratis silakan bermimpi sebanyak-banyaknya. Dua
da'i kondang di tanah air telah memghebohkan jagad raya tentang
mimpi. Bermimpi salah satu kandidat memenangkan kontestan pemilu. Bahkan dengan
menggunakan dalil mimpi menjadi alasan utama kemenangan seseorang menuju RI 1.
Dalam konteks ini mimpi telah dipolitisasi oleh dua orang da'i tersohor
dinegeri ini. Apakah dengan mimpi tersebut para barisan yang menolak keputusan
KPU yang telah memenangkan salah satu calon pemenang. Lalu dengan mimpi
tersebut menjadi asumsi dasar dalam memprotes keputusan KPU dibangun atas dasar
sakralnya sebuah mimpi, apalagi mimpi yang dijual adalah mimpinya seorang
ulama.
Ternyata mimpi ini berlanjut setelah kontestan pemilu dan pemilukada
berlangsung oleh pemenang menuju kursi nomor 1 didaerah masing-masing. Bermimpi
membangun sebuah daerah dalam tidur yang tidak nyenyak. Bukankah sudah
menajadi hukum alam bagi jiwa, jika tidak cukup tidur bisa membuat kondisi
tubuh manusia hoyong dan tidak stabil. Oleh karena tidak stabil maka pikirannya
ngaur, dalam bahasa yang lain hampir sama dengan “me re re ideu”. Me
re re ideu adalah istilah yang hidup di Aceh untuk menyebutkan seseoarang
yang ngawur cara berfikir dan ngawur cara bicaranya. Umumnya masyarakat Aceh
menggunakan istilah tersebut untuk menyebutkan seseorang yang ngomongnya
sudah tidak jelas. Mimpi dalam keadaan tidak cukup tidur akan menghasilkan
pikiran yang tidak cukup kajian. Lalu kemudian programnya ngaur, bisa
ditebak, dan mudah dipahami. Pasti haba cet langet.
Akibat terlalu banyak mimpi dalam keadaan kurang tidur, maka akan menghasilkan
sistem kerja dengan cara berfikir prematur. Ciri-ciri bermimpi yang tidak punya
kualitas adalah programnya sering berubah-rubah, tidak jelas arahnya. Minggu
ini dia membawa isu ini dan seminggu kemudian dia membawa isu yang lain. Dan begitulah seterusnya, setiap
waktu dia bangun dari tidurnya dia selalu mengingat tadi malam saya mimpi apa.
Jika mimpi itu sifatnya pribadi dia akan memanggil anaknya, berdiskusi dan
mewujudkan mimpi yang didapatinya tadi malam. Jika mimpi itu menyangkut dengan
koleganya, maka yang dipanggil adalah koleganya, dia akan mewujudkan mimpinya
bersama koleganya. Tentu dengan konvensasi mimpi dalam berbagai
bentuk, apakah fee atau mawah. Jika yang dimimpinya bernuansa
kekuasaan, dia akan memanggil pemanku kuasa dengan segala perangkatnya untuk
membangun misi kerakyatan.
Mimpi yang menyangkut dengan keluarga, dan
mimpi yang menyangkut dengan kolega tentunya tidak jadi mengapa didapatinya
mimpi dalam keadaan tidak cukup tidur. Nah
bagaimana dengan mimpi yang menyangkut dengan kekuasaan atas kedaulatan rakyat,
sementara mimpi tersebut didapatinya dalam keadaan tidak cukup tidur. Pastinya
untuk menjalankan mimpi tersebut kondisinya dalam keadaan hoyong, metajo-tajo,
tanpa kajian, raya beretoh ngon aleh, pajoh jalo toh kapai, peblo ubat
hannya untuk “pepuleh pungo” sagai, dan akan berlaku serta
prilaku-prilaku yang mengkhawatirkan lainnya.
Mimpi kekuasaan yang tidak utuh dan kuat tentunya yang menanggung
resiko adalah rakyat kebanyakan. Anggaran habis terserap hannya
diperoleh oleh para tengku lak saja. Rakyat tidak pernah bermimpi seperti
itu. Rakyat jika bermimpi pasti utuh sebab tidurnya cukup dan
nyenyak. Oleh karena tidurnya cukup dan nyenyak maka mimpinya juga
berkualitas. Saran kami rakyat. Wahai pemangku kekuasaan tidurlah dengan
cukup dan berkualitas terlebih dahulu biar mimpinya kuat dan tidak
abal-abal.
“Mimpinya rakyat
adalah kembalikan harapannya”.
Komentar
Posting Komentar