Mata Yang Kehilangan Cahaya
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ
مِنْ صَوْتِكَ ۚ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
Artinya, “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan
dan lunakkanlah suaramu. Sesuguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai". (surat Lukman ayat 19).
Ayat ini menceritakan tentang manusia yang hidup. Makhluk hidup tentunya makhluk yang melata dipermukaan bumi. Ketika ayat ini mengabarkan tentang prilaku manusia dalam menjalani hidup, bahasa khiasan yang digunakan oleh Tuhan tentang kehidupan dalam berbagai hal peran yang dilakoni manusia. Hidup yang dimaknai dengan berjalan adalah dengan makna gerak.
Ayat ini menceritakan tentang manusia yang hidup. Makhluk hidup tentunya makhluk yang melata dipermukaan bumi. Ketika ayat ini mengabarkan tentang prilaku manusia dalam menjalani hidup, bahasa khiasan yang digunakan oleh Tuhan tentang kehidupan dalam berbagai hal peran yang dilakoni manusia. Hidup yang dimaknai dengan berjalan adalah dengan makna gerak.
Gerakan manusia sangat diatur lengkap dengan
hukum dan tata caranya. Dalam surat lukman ayat ke sembilan belas di atas mengatur
ruang gerak. Berjalanlah dipermukaan bumi dengan tidak terlalu cepat dan juga
tidak terlalu lambat. Artinya dalam melakukan proses gerak harus berjalan
dengan rumus keseimbangan. Berjalanlah dengan perlahan dan penuh kehati-hatian,
berkatalah dengan perkataan yang lembut dan tidak meninggikan suaranya. Seburuk-buruk
suara adalah suara keledai. Buruk di sini adalah perkataan yang menyakiti
sesama, dan membuat congkak yang mengucapkannya, serta menampakkan kesombongan sikap
orang yang menuturkannya.
Perahu tak punya lautan bagaikan rumah tak punya tiang. Ini bukan
cerita "toh jalo pajoh kapai" ceritanya seorang begawan yang sudah
tak punya urat malu ketika menceritakan tentang dirinya. Cerita besar pasak
dari pada tiang merupakan sebuah gambaran tentang kehidupan yang tidak
berimbang antara output dan inkam. Pajoh Jalo toh Kapai adalah ceritanya komunitas penghayal kelas
berat. Kaum pemalas yang suka kemewahan namun tidak punya kreatifitas dalam
berusaha. Ceritanya hanya tentang bintang di langit yang jauh dari
pijakan bumi. Pencapaiannya hanya lewat ilustrasi pikiran saja. Hayalannya
melangit sementara dia lupa sedang berpijak di bumi.
Kaum pencemo'oh, baik buruk terhadap sesuatu hannya diukur menurut
kebenarannya sendiri. Keburukan hannya ditakar menurut kehendaknya saja. Untung
diraih rugi dibuang, dan jejak kemanusian dihilangkan. Nafsu serakah memuji dirinya
sendiri, tanpa ada rasa kasihan. Baik di depan ketika membelakang lain bicara.
Menggunting dalam lipatan menjegal teman sendiri.
Baik buruk bukan urusan manusia. Kelebihan dan kekurangan adalah
kenyataan untuk saling mengisi dalam kepedulian. Dunia bergejolak dari alam
yang tak berimbang menuju keseimbangan. Mari bersahabat dengan alam.
Supaya tidak ada dusta diantara kita. Dusta yang diciptakan sama buruknya
dengan perasaan yang direkayasa. Dunia tempatnya para pendusta. Dusta yang
paling tinggi adalah membangkang terhadap titah keilahian.
Pendusta disanjung, pengkhianat dibela, dan yang jujur
disingkirkan. Kebodohan dijadikan sebagai patokan fatwa, kejahilan
disebarluaskan, kabar bohong dianggap berita kebenaran, sehingga dengan
kebohongan mereka mencaci maki, dengan kebohongan mereka berkesimpulan, dengan
kebohongan mereka memaksakan kehendak, tidak peduli walaupun untuk memusuhi
sesama. Memusuhi sesama seagama dan memusuhi sesama sebangsa dan setanah air. Bodoh
dipelihara, ruwaibidhah dijadikan guru agama, sipenjual ayat ayat dianggap
ulama. Mal praktek keagamaan di mana-mana, mereka menghafal ayat, mereka
membaca dalil, mereka bertaubat disa'at usia sudah senja, mereka belajar agama
setelah umur menua, mereka gila dengan agamanya.
Sibodoh yang beragama lebih disenangi oleh setan, orang-orang
shaleh akan dimusuhi oleh Tuhan, Yang berilmu
akan mempertanggung jawabkan pengetahuannya. Lalu di manakah letaknya
keistimewaan itu, jika sibodoh yang beragama disenangi oleh setan, jika
orang-orang shaleh akan dimusuhi oleh Tuhan, dan jika
yang berilmu akan mempertanggung jawabkan pengetahuannya. Lalu di manakah keistimewaan itu, jika setiap potensi beragama, potensi shaleh,
potensi ilmuan sudah tidak punya tempat lagi di sisi kebenaran absolut.
Apa yang harus kita lakukan ketika dunia serba terbalik. Terbalik
dengan sunnah alam, dunia melawan hukum kausalitas, dunia membidik causa prima,
manusia mencampur adukkan antara yang hak dengan kebathilan. Dunia dengan
isinya hanya menyayangi sesamanya saja. Ilustrasi ketika nabi Israk Mi'raj,
muncul tayangan bak cuplikan sebuah film di mana dua buah Guci penuh saling
mengisi air dan melimpah-limpah tanpa memperdulikan Guci kosong disebelahnya.
Itulah gambaran masyarakat berada di dunia saling menutupi sesamanya saja.
Simiskin meronta, si papa berteriak kelaparan, si peminta-minta
berjejeran di trotoar mesjid sebab dipersimpangan sudah dilarang dengan sebuah
perundang-undangan oleh pemangku kebijakan. Rakyat meronta-ronta kelaparan,
masyarakat susah mencari makan, penguasa berpoya-poya dengan gaji
besar, bermewah-mewah dengan kenderaan yang mahal. Setelah dilantik sebagai
pelaksana kebijakan bukannya berfikir untuk berpuasa sejenak, malah berbuka
duluan.
KH. Zainuddin MZ., berpesan, seharusnya, diawal kekuasaan mereka membaca
do'a makan saur terlebih dahulu "Nawaitu shauma ghadin", sebagai niat untuk mengawali
puasa, sebagai isyarat menahan serakah kekuasaan. Malah yang terjadi sebaliknya,
diawal kekuasaan bukan berniat untuk berpuasa, namun berburu untuk berbuka,
tergesa-gesa membaca doa "Allahumma laka sumtu", pertanda waktu
menggoroti harta kekayaan negara segera dilakukan, dan secepat mungkin.
Jiwa yang manakah yang engkau dustakan.......
Komentar
Posting Komentar