SABAR YANG BERTEPI KEINDAHAN

 فَاصْبِرْ صَبْرًا جَمِيلًا

Artinya, “Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang indah”. Q. S. Al-Ma’arij/070:  5.

Akal budi tidak akan dapat menyerap sesuatu, dan panca indera tidak dapat memikirkan sesuatu pula. Namun, bila keduanya bergabung timbullah pengetahuan. Menyerap sesuatu tanpa dibarengi dengan akal budi sama dengan kebutaan, dan pikiran tanpa isi sama dengan kehampaan. Begitulah Van Peursen memberi gambaran tentang akal budi ketika memandu sikap dalam mencermati kehidupan.

Disaat puncak kulminasi emosional sampai pada tahap kehilangan daya nalar rasional, tersimpullah sebuah ungkapan "habis kesabaranku" atau "saya tidak sanggup bersabar lagi”. Allah swt. menguatkan kata sabar diawali dengan huruf “fa” sebagai ungkapan penguatan kepada kita dengan makna perintah. Kata perintah jika dipahami dalam konteks ilmu ushul fiqh, maka perintah itu dihukumi wajib, artinya bersabar itu sebuah kewajiban.

Kesabaran di sini bukanlah sabar yang bertepi, dan bukan pula sabar yang dibatasi dengan kemampuan menahan amarah semata. Namun  lebih dari itu, sabar yang dituntut pada diri hamba adalah sabar yang bernuansa makna sanggup menahan amarah serta berujung pada kesepakatan yang melahirkan kepuasan batin dalam diri dan orang lain

Dipahamin dari konteks ini, maka makna keindahan tidak bisa digambarkan secara lahiriah. Bagaimana bentuk kesabaran yang bernilai keindahan dalam diri seorang hamba terpatri dalam dirinya. Kesabaran yang yang tidak bertepi, tentu itu semua hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang mampu berpuasa menempuh jalan ketaqwaan. Berpuasa di sini adalah menahan rasa amarah dalam merespon sesuatu yang menimpa atas diri.

Bersabarlah dengan kesabaran yang penuh dengan nilai-nilai keindahan. Tidak mengapa gajimu sedikit, tidak mengapa pekerjaanmu bukanlah sebuah pekerjaan yang dipandang elit oleh kebanyakan orang, tidak mengapa oleh karena kejujuran yang engkau terapkan menjadikan kamu susah menjadi kaya-raya, tidak mengapa relasi networking yang sedang ditempuh tidak begitu dikenal banyak orang, asalkan semua itu tidak mengganggu bagimu untuk melaksanakan ibadah tepat pada waktunya. Baik yang laki-laki maupun yang perempuan. Tentunya bagi kaum laki-laki seyogianya beribadah di masjid dan yang perempuan beribadah di rumah atau di mana tempat dia berada disaat azan dikumandangkan, atau tiba waktu yang ditentukan.

Orang-orang yang gajinya sedikit jika dibandingkan dengan orang yang gajinya banyak, orang yang suka menipu jika dibandingkan dengan orang yang jujur, orang yang pekerjaannya dipandang elit bagi banyak orang jika dibandingkan dengan orang yang bekerja ditempat yang biasa saja atau hina dimata banyak orang, orang yang relasi jaringannya luas jika dibandingkan dengan orang yang hanya punya relasi biasa saja. Ketahuilah pada hakikatnya  semua sama. 

Sama-sama sedang menjalani keindahan yang semu dalam hidup dan juga sama-sama sedang menunggu masa datangnya kematian. Dan keindahan yang menipu tersebut dipertegas dalam Alquran pada penghujung surat al-hadid.

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

Artinya, “dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. Q. S. Al-Hadid/057: 20.

Bukankah ayat di atas sebuah bukti jika kematian itu menunggu setiap manusia yang bernyawa. Neraka bagi yang mengingkarinya, syurga bagi yang mentaatinya. Ayat ini ditutup dengan pesan Tuhan yang sering setiap kita lupa ataupun tidak mau peduli untuk memahaminya, jika dunia merupakan, apapun kenikmatan yang kita sedang menikmatinya adalah keindahan yang menipu.

Berbagai bentuk kesenangan yang hendak dicapai oleh manusia ketika memahami tentang keindahan hidup di dunia. Kenikmatan yang tidak pernah selesai dinikmati oleh manusia adalah mengejar materi keduniaan. Slogan yang sering kita dengar tentang dunia adalah “tak akan lari gunung yang dikejar, dan tak akan menghindar rejeki yang di cari”, tidak perlu mengejar sesuatu yang sudah ditakar haknya masing-masing.

Sifat sabar yang melekat dalam diri seseorang ibarat bintang yang bersinar, yang memancarkan keindahan dikegelapan malam. Ternyata Allah swt. menjadikan bintang-bintang di langit bukan hannya sekedar menjadi keindahan pandangan mata saja. 

Ketika pandangan mulai menatap langit dimalam hari, dikala langit cerah gelapnya dihiasi bintang sehingga kedipannya menyinari kegelapan malam yang sunyi. Cahayanya memancarkan kedamaian rasa dalam diri kita pada saat merenungi tentang sifat yang terpancar dari akal budi, bersama sunyinya malam.

Kehadiran bintang di tengah gelapnya malam ternyata bukan hannya sekedar memanncarkan keindahan. Bintang juga memberi pesan buat kita sebagai petunjuk arah bagi yang melakukan perjalanan laut, serta memberi tanda bagi manusia dalam memetakan arah mata angin, dan juga memberi pesan simbolik sebagai tanda perjalanan iklim bermusim.

Setiap kita menginginkan menjadi bintang, tak mudah memang untuk menjadi yang terdepan dalam sebuah komunitas. Butuh  kerja keras dan perjuangan yang panjang. Jika kamu tidak mampu menjadi bintang dalam artian manusia terdepan, maka jadilah bintang yang menjadikan petunjuk untuk menentukan arah bagi setiap orang, sesuai dengan kemampuan masing-masing Seyogianya menjadi bintang yang tidak sekedar indah namun berfungsi sebagai penerang dan petunjuk jalan kebaikan, bukan bintang yang menyesatkan banyak orang.

Petunjuk adalah jalan terang dikala kebentuan berfikir hinggap dalam kehidupan. Hidup yang sedang dijalani di dunia merupakan aktifitas yang bergerak. Sesuai dengan katanya, hidup berbentuk kata kerja, sementara mati sebagai lawannya hidup adalah kata sifat. Perjalanan hidup menuju mati mesti dilalui dengan berbagai macam alur, sesuai dengan takdir kehidupan yang sudah ditentukan Tuhan.

Perjalanan panjang tersebut dilalui oleh manusia dengan penuh keluh kesah. Kegelisahan dalam menghadapi hidup sudah pasti dirasakan oleh setiap manusia. Ada yang gelisah dengan perniagaannya, ada yang gelisah dengan kekuasaannya, ada yang gelisah dengan masa depannya, ada yang gelisah dengan pilihan pekerjaannya, dan begitu banyak lagi kegelisahan-kegelisahan pada pencapaian-pencapain yang lainnya. Dengan demikian kegelisahan itu mengganggu perjalanan hidup menuju kematian.

Kegelisahan hidup ini, sudah muncul sejak Nabi Adam as. diciptakan Tuhan sampai Nabi Muhammad saw. sebagai Zabi penutup zaman. Kegelisahan Adam ketika Hawa belum diciptakan dan kegelisahan Muhammad ketika umat masih dalam kesesatan. Nabi Isa as. mengajarkan umatnya untuk menghindari kegelisahan ini dengan satu kalimat jangan "khawatir" sebuah kata arab yang hari ini sudah diadopsi menjadi Bahasa Indonesia, yang bermakna rasa takut, cemas, dan gelisah.

Nabi Muhammad saw. mengajarkan kita untuk menghindari kegelisahan dengan dua ungkapan yang diajarkan Tuhan kepada beliau dengan kalimat “La Takhaf La Tahzan Innallaha Ma'ana”. ketika beliau bersama Abu Bakar sedang bersembunyi dari kejaran kafir Qurays di dalam gua. Penjelasan tentang ini terdapat dalam firman-Nya yang tercantum dalam surat At-Taubah ayatketika Nabi Muhammad saw., bersama Abu Bakar di dalam gua.

إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا ۖ فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ   

Artinya, “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang Dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu Dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir Itulah yang rendah. dan kalimat Allah Itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. Q. S. At-Taubah/009: 40

Dikala kita mencoba untuk memahaminya kata khawatir, takut, dan sedih. Ketiga kata tersebut bermakna sifat. Dengan demikian, ini menandakan bahwa, untuk menghadapi kegelisahan hidup dengan berbagai macam masalah dan harapan-harapan, kita tidak perlu melakukan apa-apa sebagaimana banyak aktifitas hidup yang kita lakukan. Untuk menerjang takdir hidup yang sedang dihadapi, cukup memahami konsep jangan "khawtir" atau jangan "takut dan sedih". Jika kita merasa bahwa takut  besok hari tidak mendapatkan makanan, maka pada saat itu dengan sendirinya manusia sudah menjadi atheis dalam teologinya.

Konsep yang harus dipahami, untuk menghadapi kegelisahan dalam hidup bukan dengan bekerja keras, dan menghalalkan segala cara, tapi cukup memahami konsep "khawatirtakut dan sedih". jika kata hidup bermakna kerja, maka untuk menjalaninya manusia harus mengaktifkan pengetahuannya, membentuk nilai kesadaran dalam jiwanya, dan menciptakan ruang-ruang gerak, yang mana ruang gerak tersebut adalah membuka jaringan yang terkoneksi dengan berbagai arah mata angin. Dalam bahasa agama sering disebutkan dengan menghidupkan budaya silaturrahim. Jangan khawatir, jangan, takut, dan jangan sedih, sesungguhnya Allah swt., bersama kita.

Memilki sesuatu di dunia, hannya keindahan yang menipu bagi siapa yang lupa akan rasa syukur kepada Tuhannya, apalagi ketidak memilikian apa-apa. Semua itu hannyalah keindahan yang semu di mana atas semua yang semu itu kita telah mati-matian memperjuangkannya. Tak peduli dengan mendhalimi dirinya maupun mendhalimi orang lain.

Berhatila-hatilah atas apa yang sudah engkau miliki didunia. Jangan lupa bersyukur dan sembunyikan sifat kesombongan yang tidak pantas engkau perlihatkan, sebagaimana Tuhan yang tidak pernah memperlihatkan diri-Nya atas apa yang Tuhan kuasai di alam jagad raya ini. 

Akhirnya sahabat sekalian, sabar adalah sikap yang mendatangkan solusi dalam kehidupan. Bersabar dengan memahami setiap konsekuensi-konsukuensi dari masalah yang sedang di hadapi. Untuk memperoleh ketenangan hidup tidak cukup dengan bekerja keras semata. 

Namun sebaliknya, dengan memahami konsep "khawatirtakut dan sedih". jika hidup adalah kata kerja maka menuju mati (kata sifat) mesti dilalui dengan prinsip hukum sifat juga dengan memperhatikan kata khawatirtakut, dan sedih. Bersabarlah kalian dan Jangan khawatir, jangan takut, dan jangan sedih, sesungguhnya Allah bersama kita.

Amfat Es Dot Fil, 02 November 2019

 

Komentar

Kang_Soto mengatakan…
Mantaapp mantaap....sabar memang tdk ada batasnya..
Mukhtar Amfat mengatakan…
Semoga bermanfaat....

Postingan populer dari blog ini

Meraih Gelar Doktor; Muchlinarwati Disabilitas yang Menginspirasi

Melihat Masalah dengan Masalah

SURAT TERBUKA: KEPADA YANG TERHORMAT BAPAK BUPATI ACEH BARAT DAYA