Haram Ada Cinta dalam Diri Seorang Ibu Kecuali Kasih Sayang
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا
غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ
لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya, “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku
lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya”. (Ali Imran:
159 )
Kata Cinta dalam bahasa Arab disebut dengan Mahabbah. Cinta
merupakan hubungan perasaan yang terjalin antara dua orang yang saling
terpengaruh jiwanya untuk saling memiliki. Sudah menjadi tabi’atnya, sifat yang
melekat pada cinta adalah merasa ingin memiliki. Memiliki dengan
sepenuh jiwa. Para pencinta sering lupa akan jati dirinya, apalagi cinta yang
dibangun tidak berdasarkan pada penglihatan yang baik. Cinta yang dibangun atas
dasar kebutaan akan menyakiti jiwanya. Cinta yang tidak didasarkan atas
rasa kasih dan sayang yang kuat dan luas akan melahirkan rasa yang sangat
sempit dalam jiwa anak Adam. Mungkin melebihi sempitnya lobang jarum, jangankan
untuk memasukkan benang, sekedar untuk dilewati oleh angin saja sangatlah
sulit.
Urutan sifat-sifat Tuhan dalam asmaul Husna, ternyata tidak
ditemukan di dalamnya ada kata al-hub atau al-muhib.
Artinya, al-hub atau al-muhib tidak melekat dalam sifat
ketuhanan. Asmaul husna yang sifat-sifatnya mencapai sembilan puluh
sembilan nama, tidak satupun tertulis padanya kata dalam pengertian cinta.
Namun yang ada melekat padanya adalah kata ar-rahman dan ar-rahim. Ar-rahman dan ar-rahim adalah
dua kata yang saling berurutan, terletak di awal pada urutan asmaul husna. Ar-Rahman bermakna
kasih dan ar-rahim bermakna sayang. Kedua kata ini, walaupun berasal
dari unsur kata yang sama yaitu kata “rahmah” mempunyai output makna
yang berbeda. Ar-rahman bermakna kasih Tuhan di dunia,
sementara ar-rahim bermakna sayang Tuhan di akhirat.
Pengertian kasih Tuhan di dunia adalah, Tuhan
tidak pernah memilih kasihnya di dunia. siapapun dia, apapun status sosialnya,
bagaimanapu perangai hidupnya, walaupun mempunyai dosa yang amat besar, dan
apapun agama yang di anutnya, namun tetap saja dia akan mendapatkan kasih Tuhan
selama nyawa masih terkandung di badannya. Tuhan akan memberikan kepadanya rasa
kasih melalui kesehatan badannya, kecukupan kebutuhan hidupannya, hak baginya
untuk menghirup udara yang menyelamatkan dirinya, memenuhi segala kecukupan
pangannya, berhak mendapatkan status sosial dalam masyarakat dan berhak
mendapatkan hak-hak yang lainnya, termasuk di dalamnya mempunyai hak untuk
memperoleh kekuasaan politik atas makhluk yang lainnya.
Sementara pengertian sayang di akhirat adalah, pada tahapan ini,
Tuhan mulai mengidentifikasi kepada siapa sayang yang akan diberikan_Nya. Rasa
sayangnya Tuhan di akhirat bersifat parsial, akan diberikan kepada hamba-hamba
yang beriman serta beramal shaleh ketika hidup di dunia. Sayangnya Tuhan dalam
bentuk rahim tidak akan diberikan kepada manusia-manusia durhaka.
Manusia yang durhaka dengan tauhidnya (syirik), dan juga durhaka
dengan amalannya. Manusia-manusia yang inkar terhadap nikmat hidup, tentunya
akan mendapat azab pada sa’at hari perhitungan nantinya, akan dihadapkan
kepadanya di akhirat. Berbeda dengan rasa sayang dalam bentuk rahman, urusannya
adalah hak mendapatkan kemuliaan Tuhan ketika masih menjalani kehihidupan di
dunia, sementara rasa sayang dalam bentuk rahim urusan mendapatkan
kemuliaan Tuhan di akhirat.
Kasih sayang dalam bentuk fakta kehidupan sosial, Tuhan menaruh
perhatian-Nya pada seorang wanita. Wanita yang di sini adalah seorang ibu yang
telah melahirkan anaknya. Wanita dalam Alqur’an mempunyai makna yang sangat
istimewa. Alqura’an mengabadikan wanita dengan memberikan langsung nama salah
satu surat yakni, surat “an-Nisa”. Surat an-Nisa di dalam
Alqur’an terdapat pada urutan yang keempat. Surat yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw., setelah hijrah ke Madinah. Surat an-Nisa terdiri
seratus tujuh puluh enam ayat dan digolongkan dalam surat Madaniyah.
Sesuai dengan tempat diturunkannya surat tersbut.
Surat an-Nisa di dalamnya banyak menjelaskan tentang
perihal yang terkait dengan permasalahan kaum perempuan, oleh sebab itu
dinamakan an-Nisa. Namun banyak juga surat-surat yang lainnya yang menjelaskan
tentang perempuan, tetapi tidak sebanyak dan sedetail penjelasan yang terdapat
dalam surat Al-Nisa.
Setiap
anak Adam yang lahir ke muka bumi, tidak satupun yang terlepas dari kasih
sayangnya seorang ibu. Ibu adalah malaikat Tuhan yang dititipkan ke bumi
untuk menjadi perawat, penjaga, dan pengayom bagi setiap anak
manusia yang sudah ditakdirkan Tuhan menapaki bumi ini. Ibu adalah orang yang
pertama sekali merasa sakit ketika janin cucu Adam yang dipancarkan melalui
zuriat yang akhirnya menjadi mani-manikam.
Mani-manikam ini berkembang menjadi anak
manusia yang diberikan batas waktu tertentu mendiami tempat yang sudah
disediakan Tuhan di dalam perut seorang ibu dengan sebuah organ yang disebut
dengan rahim atau uterus, untuk mengembangkan dirinya. Diri yang berasal
dari zuriat Anak Adam menyatu dalam tubuh seorang wanita atau ibu. Pada diri
wanitalah terdapat sebuah organ yang dengan segenap aplikasinya mampu
menghadirkan tingkat protektif yang sangat ditail dalam rangka membuat sistem
pengamanan yang begitu akurat.
Begitu ditailnya sistem yang dirancang Tuhan
dai alam rahim, tidak ada salah
perhitungan di sana, semuanya dijalankan dengan pengaturan yang begitu
sempurna. Dimulai dengan tempat penampungan yang begitu aman dan juga fasilitas
yang begitu memadai bagi perkembangan janin anak manusia. Apapun tersedia di
dalamnya, mulai dari penyediaan makanan sampai dengan pembuangan racun yang
mengganggu pertumbuhan janin.
Begitu sempurnanya Tuhan menciptakan seorang wanita. Tentunya
wanita yang sudah dipersiapkan dan mampu menjadi seorang ibu. Baik ibu yang
mampu menyediakan tempat yang layak bagi bayi di dalam rahimnya (rahimnya tidak
berasalah dengan kesehatan kandungan), juga seorang ibu yang mammpu
menghadirkan sikap kasih sayang dalam kehidupan nyata setelah anak itu lahir ke
dunia.
Hal yang sangat menarik bagi seorang ibu,
ketika janinnya berkembangan dengan baik. Sebuah kebahagiaan yang tiada tara
bagi seorang wanita ketika Tuhan menitipkan benih-benih zuriat anak Adam dan
dibiarkan berkembang dengan baik di dalam rahimnya. Kebahagiaan ini akan bertambah nilainya ketika bayi yang
dikandungnya mampu berkembang dengan baik dan lahir ke dunia dengan sehat dan
selamat.
Lahirnya bayi ke dunia tidak terlepas dari peran seorang wanita,
dan berkembangnya balita menuju dewasa juga tidak terlepas dari perannya
seorang wanita. Dalam konteks melahirkan, tentunya organ biologis menjadi
alat utamanya, sementara berkembangnya bayi menuju dewasa peran psikologis menjadi
salah satu faktornya. Sehingga anak manusia tumbuh menjadi pribadi yang mampu
memahami dirinya sendiri dan diri orang lain yang menyertai hidupnya.
Melalui proses biologis janin tumbuh dengan
sehat, ilmu kesehatan hari ini sudah mampu memberikan solusi terbaik untuk
menjaga kesehatan dan keberadaan janin di dalam kandungan, sehingga
pendeteksian dini terhadap kesehatan bayi dan masa aktifnya di dalam kandungan
sudah dapat diprediksi dengan tehnologi mutaakhir, bahkan bisa diperkirakan
kapan bayi itu akan keluar dari rahim ibunya.
Sementara melalui proses psikologis bayi yang sudah lahir
ke dunia dapat dirancang perkembangan akalnya sesuai dengan potensi yang
dimiliki oleh seorang wanita yang bernama ibu. Seorang ibu merupakan fakultas
pertama bagi anak sehingga anak mengenal berbagai informasi yang menjadi
perangkat dalam berkomunikasi hidup di dunia.
Simbol-simbol kehidupan akan diperkenalkan oleh seorang ibu kepada
anaknya. Selain pengetahuan fitrah yang ditanamkan oleh Tuhan kepada bayi
tersebut seperti, bagaimana cara menyusui, menangis, ketawa, serta tersenyum
ketika bayi menangkap fenomena-fenomena alam yang pertama sekali dilihatnya.
Tentunya pengetahuan yang bersifat aktual sangat dominan didapat oleh seorang
balita dari hasil komunikasi aktif antara anak dan ibunya sebagai seorang
wanita.
Menyangkut dengan kata mahabbah, rahman, dan rahim (cinta,
kasih, dan sayang) yang telah disebutkan di atas. Kata cinta tidak boleh
melekat bahkan haram pada diri seorang ibu. Tuhan tidak menanamkan rasa cinta
itu tumbuh pada seorang ibu terhadap anaknya, sebab kenapa? Kata cinta
mempunyai konotasi yang sangat buruk bagi manusia. Bahkan cinta itu adalah
penyakit yang hinggap dalam diri anak Adam.
Penyakit cinta ini tidak ada yang mampu meredamkannya, pada sa’at
rasa menccintai dalam diri sesorang bergejolak. Satu-satu jalan yang mampu
meredamkan rasa cinta adalah kebencian. Sebagaimana kata para pecinta “cinta
dan kebencian itu tidak bisa dibedakan”, pada sa’at rasa cinta melekat pada
diri anak Adam, diablik itu, sudah disiapkan rasa membenci yang sangat kuat
dalam hatinya. Membenci karena cinta akibat dari prinsip dasarnya, bahwa cinta
adalah rasa yang bergejolak dalam jiwa yang tidak bijak memahami kehidupan.
Pertanyaan pokok pada wacana di atas adalah,
kenapa Tuhan tidak menanamkan rasa cinta dalam diri seorang ibu kepada
anaknya?, salah satu jawabannya adalah, sebab Tuhan ingin menjadikan
seorang wanita bak malaikat penjaga bagi anak manusia. Oleh karena menjadi penjaga bagi anak Adam yang akan lahir dan
tumbuh serta berkembang biak kembali, begitulah seterusnya kehidupan manusia
dari masa kemasa.
Oleh karena demikian, maka rasa cinta tidak boleh melekat pada diri seorang ibu, senagaimana
tidak adanya sifat cinta yang tertera dalam urutan asmaul husna pada
diri Tuhan. Tuhan adalah maha penjaga atas segala isi alam tidak pantas
memiliki rasa cinta dalam dirin-Nya. Sebab cinta hanya bisa menjadikan
pemiliknya terhinggapi rasa cemburu, memarahi, dan membenci.
Output dari cinta itu adalah merasa ingin memiliki seutuhnya
terhadap objek yang dia cintai, tanpa memandang keterbatasan yang melekat pada
orang yang dicintainya. Tuhan adalah zat yang maha memiliki keagungan dan tidak
terdapat cela sama sekali pada diri-Nya. Ke maha sempurnaan Tuhan inilah yang
menyebabkan tidak pantas melekat pada diri-Nya rasa cinta, sebab makhluk yang
diciptakan-Nya tidak akan mampu membalas rasa tersebut kepada
Tuhannya.
Jika melekat rasa cinta pada diri Tuhan, maka
akan melekat pula rasa cemburu yang sangat kuat dalam diri-Nya, dari rasa
cemburu tersebut akan melahirkan rasa membenci, dan dari rasa membenci akan
melahirkan tindakan murka. Ketika Tuhan mulai cemburu amarahnya akan
menggelora, jika amarah sudah ditabuh maka kebencian demi kebencian akan terus
diantarkan kepada makhluk_Nya di alam jagad raya ini.
Oleh karena kemaha esaan Tuhan, maka sifat yang menjadi dominan
baginya adalah Rahman dan Rahim. Filosofi kasih dan sayang
inilah yang menjadikan Tuhan menyebarkan rahmahnya keseluruh sentro alam dengan
berbagai macam makhluk di dalamnya. Kata rahman dan rahim juga
disandingkan oleh Tuhan pada kalimat narasi "basmallah",
bismillahir rahmanir rahim sebagaimana kita ketahui bersama merupakan
ungkapan awal ketika Anak Adam memulai aktifitasnya. Oleh karena Kedua
sifat inilah (rahman dan rahim) yang membuat Tuhan tidak merasa
memiliki atas hambanya, walaupun hamba tersebut Tuhan sendiri yang
menciptakannya.
Tentunya ini berbanding terbalik dengan manusia yang melekat rasa
cinta dalam dirinya. Sebagaimana keinginan para pencinta yang selalu merasa
ingin memiliki seutuhnya objek yang dicintainya tanpa memperdulikan kemampuan
rasa membalas cinta timbal balik dari objek yang dicintainya.
Tuhan juga menanamkan rasa kasih dan sayang pada diri seorang
wanita yang menjadi ibu bagi anaknya. Tuhan juga tidak menanamkan rasa cinta
pada diri seorang ibu kepada anaknya, sebab Tuhan menciptakan dan melahirkan
seorang anak melalui rahimnya wanita bukan untuk dimilikinya, melainkan hanya
untuk menjaganya sebagai objek yang dititipi serta mengemban amanah saja, yang
mana amanah tersebut akan diminta pertanggung jawabban di akhirat.
Jika rasa cinta yang ditanamkan pada
diri seorang ibu, maka suatu ketika nanti jiwa seorang ibu akan berkeinginan
untuk memiliki anak tersebut. Berkeinginan
memilikinya secara berlebihan. di zaman yang sudah melalui masa post
modern ini, berbagai macam cara seorang ibu memiliki anaknya. Ada
yang memiliki dengan menjual kehormatan anaknya, anak yang ingin memiliki
menguasai sepenuhnya terhadap anaknya, ada yang ingin memiliki dengan menjual
anaknya kepada lelaki hidung belang. Prilaku yang sangat miris di jaman modern
adalah ketika seorang ibu tega menjadikan anaknya seperti mobil angkutan umum,
yang siap menarik sewa dengan setoran kepada ibunya. Cinta yang melekat pada
diri seorang ibu adalah cinta mala petaka.
Seandainya anak tersebut tidak mampu membalas
cintanya sebab keterbatasan yang melekat pada dirinya, maka pada sa’at itu juga
rasa pada seorang ibu akan berubah menjadi murka, sebab tidak mendapatkan
balasan cinta sebagaimana yang diharapkannya kepada makhluk ciptaan Tuhan
yang berkembang dan lahir lewat rahimnya..
Melalui rasa kasih sayang seorang ibu akan menjaga anaknya, dengan
tidak melupakan asa. Usaha untuk menghadirkan rasa kenyamanan bagi anaknya
selalu terupdate dengan baik. Apapun akan dilakukan untuk anak
tersebut, menjaga, mengurusi, mendidik sampai anak tersebut tumbuh menjadi
dewasa. Dan sampai juga anaknya menjadi pasangan hidup orang lain.
Pada sa’at anak tersebut bersama pasangannya
rasa kasih dan sayang juga tidak pernah lekang darinya walaupun anaknya tidak
mampu menyuguhkan balasan kasih kasih sayang yang melebihi atau setimpal
kepadanya. Tidak ada rasa cemburu yang melekad dalam diri seorang ibu kepada
anaknya walaupun anak tersebut memilih pasangan hidup sesuai dengan seleranya,
lalu kemudian menjadi milik orang lain dan hidup mewah melebihi mewah kehidupan
ibunya.
Dengan rasa kasih sayang inilah anak tumbuh dengan baik. Dan bukan
dengan rasa cinta anak itu akan berkembang. Tidak mungkin dengan rasa cinta
seseorang akan mampu mengekplorasikan dirinya dengan baik. Sebab cinta itu
menimbulkan sifat cemburu dan kebencian serta menjadi beban berat bagi yang
dicintainya, sebab terbebani dengan tugas baru, yaitu setiap sa’at dia harus
berfikir bagaimana membalas rasa cinta dengan baik dan sempurna agar supaya
rasa kebencian itu tidak hadir dalam diri seseorang ibu yang telah
melahirkannya. Jika hidup ini hanya berfikir bagaimana membalas rasa cinta,
saja maka kehidupan yang dilalui mewanti rasa was-was saja, sambil menunggu
rasa cemburu dan sifat kebencian yang hadir.
Narasi cinta Tuhan kepada hambanya bersifat hubungan timbal balik.
Maksud timbal balik adalah sebuah penghargaan Tuhan kepada makhluknya sebab
sudah melakukan sesuatu, yang mana sesuatu tersebut mengundang kebaikan pada
dirinya sendiri, makhluk yang lain dan alam jagad raya. Seperti halnya tuhan
berfirman “Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal” dan juga seperti
firman-Nya pada ayat yang lain“Allah mencintai orang-orang yang tidak melakukan
kerusakan di muka bumi”.
Wahai
anak Adam perhatikan baik-baik. Tuhan tidak memiliki sifat mencintai dalam
urutan asmaul husna.
Tuhan hanya memiliki sifat rahman dan Rahim. Artinya
jika Tuhan memiliki sifat mencintai dalam diri-Nya maka Tuhan juga akan
memiliki sifat cemburu dalam dirinya. Jika Tuhan sudah cemburu maka murka
terhadap alam ini pasti akan terjadi. Murka akibat dari objek yang dicintainya
tidak mampu membalas rasa cinta tersebut oleh karena keterbatasan yang dimiliki
oleh hamba-hamba yang diciptakannya.
Boro-boro Tuhan menginginkan balasan atas dasar cinta kepada
makhluk yang diciptakannya, malah Tuhan menutup sifat-sifatny dalam
urutan asmaul husna dengan sifat as-Shabuur, dengan
makna Tuhan maha bersabar. Tentunya Tuhan bersabar atas prilaku hamban yang
diciptkannya, bersabar dengan rasa kasih dan sayang dalam rangka menunggu hamba
yang telah diciptakan bertaubat kepada-Nya atas dosa-dosa yang telah
dilakukan.
Wahai wanita yang menjadi seorang ibu bagi anak manusia. Tuhan juga
tidak menanamkan rasa cinta dalam dirimu, sehingga kamu tidak pantas menjadi
cemburu, memarahi, memurkai, dan membenci kepada anakmu, ketika dia tumbuh dan
berkembang biak kembali dengan yang lain. Jika Tuhan menanamkan rasa cinta
kepada seorang wanita, maka seorang ibu akan meminta balasan cinta itu
kepadanya, ketika anaknya tidak mampu membalas rasa cinta tersebut, oleh karena
keterbatasan yang dimiliki olehnya, pada sa’at itu juga rasa cinta akan berubah
menjadi kecemburuan, lalu memarahi, kemudian muncul kebencian, lalu memurkainya
dengan sumpah serapah. Di sa’at kebencian lalu menjadi murka dengan sumpah
serapah seorang ibu dikatakan kepada anaknya, maka seumur masa kehidupan
anak yang sudah dititipkan Tuhan kepadanya tidak akan mendapat perlindungan dan
keridhaan dari Tuhannya sampai akhirat kelak.
Tuhan maha adil, tidak menanamkan rasa cinta dalam diri orang-orang
yang penuh hikmah dalam akalnya. Sehingga tidak perlu ada sifat cemburu pada
dirinya. Oleh karena tidak ada rasa cemburu dalam diri orang bijak, maka tidak
muncul dari pikirannya sifat membenci, apalagi memarahi dengan sumpah serapah.
Ini menjadi sebuah bukti, orang bijak selalu menasehati walaupun jiwanya dalam
keadaan sedang memarahi.
Tuhan menanamkan rasa kasih dan sayang pada
akalnya orang-orang yang bijaksana, agar supaya tidak ada sifat cemburu dalam
dirinya, yang mana oleh sebab keterbatasan kemampuan objek yang dicintainya
tidak mampu membalas rasa cinta yang telah ditanamkan kepadanya tersebut, pada
akhirnya akan merubah sifat manusia dari mencintai, mencemburui lalu kemudian membenci.
Sebab kata orang bijak hakikat mencintai adalah kebencian,
sementara hakikat kasih sayang melahirkan rasa saling membangun sifat memahami
dan perhatian.
Oleh sebab saling memahami dengan sifat
perhatian, setiap masalah yang dihadapi akan dicari titik seru, bukan titik
temu sebagaimana yang diinginkan oleh dirinya saja, melainkan yang dicari
adalah titik seru. Seru mencapai
keinginan bersama dan saling menjauhi sifat introver dalam diri
masing-masing anak Adam.
“Dan jangan sekali-kali kebencian (kalian) kepada sesuatu kaum
karena mereka menghalang-halangi kalian dari Masjidil Haram, mendorong kalian
berbuat aniaya (kepada mereka)”. (al-maidah ayat 2)
"Selamat hari ibu".....Ibu Ma'afkanlah
aku anakmu......
Komentar
Posting Komentar