INTELEKTUAL PROFETIK: RE-THINGKING DALAM SOROTAN ANOMALI


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ

Artinya, Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. Q. S. Ali-Imran/003: 118.

Mengatakan perkataan yang benar bagaikan menggenggam bara api. Melepaskan kebenaran bagaikan membuka lobang angin yang sudah padat berada dalam sebuah ruangan. Sekali bara api digenggam akan membakar kulit dan sedikit lobang angin dibuka akan meniup serta menerbangkan apa saja yang ada diluar ruang yang padat. Islam sangat serius ketika berbicara tentang amanah. Amanah merupakan salah satu sifat kenabian. Sifat-sifat kenabian yang wajib kita ketahui ada empat, diantaranya adalah shiddiq, amanah, fathanah, dan tabligh.

Shiddiq merupakan ngkapan yang benar yang diungkapkan oleh seseorang untuk menyatakan sesuatu yang diketahuinya, lawannya adalah al-khadzdzab yakni berkata bohong. Amanah merupakan kata dengan pengertian prilaku seseorang yang lurus dalam menjalankan sesuatu hal yang dibebankan atasnya, lawannya adalah khianatFathanah adalah sikap berfikir cerdas dengan prinsip azas kemajuan, berfikir tentang masa yang akan datang, pola pikirnya menghadirkan visi yang jelas dan misi yang sempurna, lawannya adalah baladah atau jahlun yang berarti bodoh atau tertutup dari pintu pengetahuan. Sementara tabligh adalah sifat keterbukaan, terbuka dalam hal menyampaikan informasi, baik informasi yang bersifat ilmu keagamaan maupun informasi yang sifatnya kemashlatan kehidupan publik, lawannya adalah kitman yang berarti menyembunyikan atau menutup akses informasi.

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

Artinya, “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat (Yang dimaksud dengan amanat di sini ialah tugas-tugas keagamaankepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh”. Q. S. al-Ahzab/033: 72.

Ayat yang terdapat dalam surat Al-Ahzab  pada ayat 72 di atas, tersebutlah jika  Allah berfirman dengan menekankan pada keistiqamahan prinsip. Berdasarkan nilai ketaqwaan yang diawali dengan berpegang pada perkataan yang kuat atau berkokoh diri dengan perkataan yang benar. Benar dalam konsep yang dibangun atas dasar teori kebenaran bukan benar atas dasar konsep kepentingan.

Ada beberapa teori kebenaran yang telah dirumuskan oleh para ahli. Teori kebenaran dalam Filsafat Ilmu merupakan sebuah ilmu yang keberadaannya harus dibedakan terhadap fenomena alam. Di mana fenomena alam merupakan sebuah kenyataan realitas, fakta yang dengan sendirinya mengikuti pada gerakan hukum-hukum yang menyebabkan setiap fenomena muncul. Pada kenyataan ini Ilmu Pengetahuan merupakan formulasi yang dihasilkan dari aproxximation (perkiraan) atas gejala fenomena alam. Teori kebenaran tersebut diantaranya adalah:

Pertama, Teori Korespondensi (the correspodence theory of truth) pada tahapan ini kebenaran dipandang sebagai penyesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan yang termuat atas sesuatu tersebut. Kedua, Teori Koherensi/konsisten (the consistence/coherence theory of truth) pada tahapan ini kebenaran dipandang sebagai bentuk pernyataan yang bersesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan yang lainnya yang sudah terlebih dahulu dikenal, diketahui, dimengerti, diterima, serta sudah diakui sebagai sebuah kebenaran. Ketiga, Teori Pragmatis (the pragmatic theory of truth) pada tahapan ini kebenaran dipandang sebagai alat ukur azas manfa‘at, dengan ciri apakah pernyataan tersebut dianggap berguna bagi kehidupan praktis yang bersifat fungsional, atau dengan bahasa yang lain sebuah pernyataan yang dianggap benar tersebut dibutuhkan dan berguna dalam kehidupan praktis manusia. 

          Kata kunci teori ini adalah kegunaan (utility) pekerjaan yang dapat dilakukan (workability) dengan tujuan menghasilkan pengaruh yang memuaskan (satifactory consequencies). Keempat, Teori Performatik, pada tahapan ini kebenaran dihasilkan dari pernyataan orang-orang yang memiliki otoritas atas sebuah kenyataan tertentu. Sebagai contoh pernyataan terhadap pemutusan yang dilakukan oleh lembaga hukum, di dalamnya hakim sebagai pemilik otoritas atas pernyataan tersebut. Pernyataan hakim dianggap sebuah kebenaran atas keputusan hukum.  
   
Manusia merupakan makhluk yang pada kenyataan eksistensinya sangat kompleks dan terbatas. Oleh karena keterbatasan kemampuan manusia dalam memahami wujud kebenaran itu sendiri, lalu kemudian muncul beragam keahlian dalam potensi keistiqamahan memegang kebenaran. Dalam fenomena tersebut setiap kita mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk memahami persoalan yang menyangkut dengan kebenaran. Ada yang mampu berkata benar, ada yang mampu berbuat benar, ada yang mampu kedua-duanya, Mampu berkata dan istiqamah dengan kebenaran sekalian mampu berbuat kebenaran. Kemampuan berbuat dan berkata benar ini adalah teori kebenaran yang harus dipraktekkan oleh orang yang sudah memperebutkan atau mendapatkan kekuasaan.

Dua kewajiban terhadap mereka yang berkata benar dan berbuat benar, serta istaqamah dalam menjalankan amanah kebenaran akan sebuah amanah kekuasaan. Dalam keterbatasan manusia, Allah juga memberi closing yang sangat indah terhadap mereka-mereka yang istiqamah menyuarakan dan komit menjalankan amanah kebenaran dalam kekuasaan dengan pengampunan yang besar.

Bagi orang-orang yang menganggap kebenaran sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan saja tanpa komit dan istiqamah dalam menjalankan sebagai bentuk tanggung jawab, maka Tuhan akan mengazab orang-orang yang bermental munafik, baik laki-laki maupun perempuan karena mengingkari amanah kebenaran. Namun demikian dilain sisi Allah SWT juga akan berterusan mengampuni orang-orang yang kembali kejalan yang benar atau jalan taubat.

Bersiap-siaplah wahai jiwa yang tenang sebagai pemangku amanah. Pemangku kekuasaan dalam berbagai level di negeri ini untuk istaqamah dalam perkataan serta beraktifitas dengan cara yang benar pula. Jika kebenaran sudah diingkari, pekerjaan curang sedang lakoni, maka jalan terbaik kembalilah kepada jalan kebenaran yang sudah ditentukan Tuhanmu sebagai penguasa atas jiwa-jiwa manusia. Sesungguhnya ampunan Tuhan lebih besar dibandingkan kecurangan yang dilakukan oleh sesorang yang memegang amanah yang telah dan sedang dikerjakan oleh setiap manusia dalam berbagai level.

Allah swt., hannya menjadikan mesjid sebagai sebaik-baik tempat dimuka bumi dan bukan barometer baik bagi orang-orang yang mendiaminya. Mesjid sebagai sumber spritualitas tidak akan berguna jika tidak diimbangi dengan bumi dan lingkungan sebagai sumber materialitas. Menjadi terikat dengan Mesjid merupakan rutinitas yang bagus, sebab salah satu golongan dari manusia yang akan mendapatkan syafaat dihari akhirat adalah orang yang hatinya selalu terikat dan terpaut dengan Mesjid.

Filosofi kedudukan mesjid sangatlah sakral sebagai central aktifity keagamaan bagi umat. Allah SWT. tidak menjadikan aicon mesjid dalam mengungkapkan tentang hal ikhwal siapa yang termasuk dalam golongan pendusta agama. Dalam hal ini Allah SWT. tegas mengungkapkan jika pendusta agama adalah orang yang mengabaikan amanah aspek kehidupan sosial, komponen sosial yang dimaksudkan di sini penekanannya pada sebutan anak yatim dan fakir miskin.

Memberi makan dalam ayat ini tidak dipahami sempit hannya sekedar mengundangkan makan dirumah akan tetapi lebih dari itu. Bukan mengajak sekedar sekali makan tetapi mengajaknya berkali-kali makan sesuai dengan seleranya orang miskin dan anak yatim, bukan selera si empunya hajatan. Dalam kontek berkali-kali makan tentu bukan makanan yang mesti disediakan tetapi memberi dia pekerjaan. Dalam bahasa yang lebih mudah dipahami bagi kalangan tertentu yang mempunyai kelebihan kekayaan mengharuskan untuk membuka lapangan pekerjaan. Membuka dan memberikan akses pekerjaan, kewajiban ini dibebani oleh orang-orang kaya kepada orang-orang miskin. Membuka lapangan pekerjaan dengan membayar gajinya sesuai beban pekerjaan yang dilakukan, cukupkan UMP nya supaya mereka bisa makan dengan makanan sesuai seleranya dari hasil kreatifitas masing-masing dari yang telah mereka lakukan.

Bukan mempekerjakan orang miskin dengan menganiyaya dan menipu tenaganya lalu dia tidak bisa menikmati makanan sesuai seleranya. Berlama-lama dimesjid dengan amalan zikir dan sebagainya dilakukan dengan sangat kusyu' itu bukan inti zikirnya orang kaya dan penguasa, karena zikirnya penguasa dan orang kaya adalah dilakukan dengan tangannya (harta) sementara zikirnya orang miskin dengan mulutnya.

Bangkitnya umat Islam bukan karena banyaknya orang-orang yang hadir pada pagelaran tabligh akbar dan bukan pula karena banyaknya orang-orang yang hadir dalam majelis zikir, melainkan bangkitnya Umat Islam oleh karena setiap pemeluk menikmati kedamaian. Damai dalam ilmu, pendidikan, ekonomi, politik, keamanan, pangan, transportasi serta komunikasi publik yang saling memahami diantara satu dengan yang lain.

Hal yang paling mendominasi dari sebutan damai di atas yang paling mendominasi kedamaian adalah damainya dari segi faktor ekonomi, bagaimana umat yang bersama-sama maju hendak berangkat dari keterpurukan jika konsep ekonomi yang dibangun menganut ekonomi kapitalis yang semata-mata hannya nilai feodalisme primordial yang dibangun, sementara lupa akan kesejahteraan yang merata. Islam tidak akan bangkit jika ekonominya tidak mandiri, mandiri dari pendapatan dan mandiri dari pengelolaan. Mandiri dari pengelolaan dan mandiri dari segi perputarannya. Islam menawarkan damai bukan karena banyaknya orang yang mendengar sementara mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

Intelektual profetik adalah orang yang mampu menerjemahkan bahasa langit kebumi yang disampaikannya lewat pemikiran yang dimengerti. Penjelasannya memihak kepada kebenaran murni untuk menjawab kepentingan orang banyak, bukan memihak untuk diri dan kelompoknya. bahkan keselamatan dirinyapun seorang intelektual profetik itu tidak sempat dia memikirkannya. Sejarah pembentukan intelektual manusia tidak terlepas dari keberadaan mesjid sebagai madrasah awal akan tradisi keilmuan dalam Islam. Dimulai dalam membentuk potensi intelektual umat yang bermuara pada pembentukan akhlak. Pada kenyataannya akhlak bukanlah persoalan sepele. ulama dulu belajar ilmu menghabiskan waktu selama dua puluh tahun lalu belajar akhlak selama tiga puluh tahun.

Bagaimana dengan kaum terpelajar akhir zaman yang telah terjebak dengan pembatasan limit waktu dalam berusaha untuk membentuk intelektual dengan usaha belajar diperguruan tinggi selama empat tahun, sementara belajar akhlak tidak setahunpun.  Pada saat ilmu dipraktekkan dalam konsentrasi kerja dibidang masing-masing sesuai kelimuan yang sudah dituntut menjadi bumerang bagi bangsa, agama, dan masyarakat. Keberadaan posisi pekerja profesional masing-masing hanya mampu menjadi tukang olah disetiap profesi yang di jalankan. Semakin besar profesi yang digeluti oleh setiap pribadi saat ini, semakin besar pula peluang melahirkan kecurangan-kecurangan diberbagai lini, tukang olah merajalela, peminta-peminta disetiap instansi kedinasan baik dikementrian, kedinasan provinsi, kedinasan kabupaten kota, dan peminta diberbagai level kepemimpinan kebanyakannya tidak berakhlakh. Semakin besar jabatannya semakin luas pula cara mengolahnya dan semakin besar keburukan serta kerusakan yang ditimbulkannya.

Semestinya intelektual yang dimiliki oleh para penuntut ilmu yang sudah menduduki posisi profesional masing-masing mampu mempengaruhi etos kerja sehingga tukang olah dan para Peminta-minta yang menggunakan legalitas instansi kedinasan negara dengan sangat mudah dan gampang memainkan fee disetiap lini proyek-proyek kenegaraan. Pada tahapan ini tukang olah menjadi kalangan yang tidak beradab jika ditinjau dari disiplin ilmu akhlak.

Good governance adalah sebuah harapan yang diinginkan oleh orang banyak, untuk menikmati indahnya era kemerdekaan bangsa. Merdeka dari penjajahan asing dan merdeka dari penjajahan bangsa sendiri. Merdeka dari penjajahan bangsa sendiri satu-satunya jalan adalah menerapkan Good Governance dengan semangat pemerintahan yang bersih, terukur, dan terbebas dari pengaruh hegemoni kekuasaan yang berorientasi kolusikorupsi, dan nepotisme, serta kejamnya hegemoni orang dalam, atau dalam bahasa Aceh disebut dengan aso lhok.

Tiga elemen mendasar sebagai pondasi awal penegakan Good Governance, yang mana jika ketiga variable ini, keberadaannya mesti saling mempengaruhi satu sama lain. Ketiga elemen ini adalah "pemerintah, masyarakat madani dan swasta". ketiga unsur ini mesti bertalian maksud serta membangun simbiosis mutualisme dalam kejujuran, unsur kejujuran ini tidak akan terwujud jika pengaruh intelektual tidak berdasarkan pada nilai teologian, dan hannya dengan teologi yang  mempengaruhi etos kerja kejujuran itu akan hidup sebagai landasan berfikir profetik.

Pertama, Unsur pemerintah, pelaku pemerintahan  mesti melaksanakan sistem pemerintah dengan jujur, amanah dan bervisi. Korupsi sudah menjadi virus mematikan bagi bangsa ini sehingga sulit bagi kita untuk mempercayai pemerintah. Selagi pemerintah tidak berfikir serius dan tegas untuk menjauhkan diri dari sifat korup, maka selama itu pula trussless akan terus menggerogoti pemerintahan itu sendiri dari rakyatnya.

Kedua, Masyarakat madani, adalah masyarakat yang sudah menerima proses intelektual yang dihasilkan dari lembaga pendidikan. Baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Di sini masyarakat adalah pihak yang merasakan langsung efek kerja dari pemerintahan yang bersih. Jika kemadanian itu tidak mewujud nyata dalam prilaku kehidupan masyarakat, maka setiap usaha pemerintah untuk membangun sebuah negara dan bangsa akan menjadi  sebuah kendala utama.

Ketiga, adalah Pihak swasta, kontraktor misalnya, ini adalah pihak yang berada difront terdepan dalam membangun sebuah negara, bangsa atau daerah. Jika kontraktor sudah di aniya sama dengan menganiyaya bangsa ini. Selama ini kontraktor itu ibarat buah sunti kata orang tua, diatas dihimpit dengan batu dibawah pun ditahan dengan batu, hannya untuk dijadikan sambal mesti dihimpit dari atas dan bawah. Salah satu penganiayaan terhadap kontraktor adalah menetapkan fee proyek dengan jumlah tertentu sebelum proyek dimenangkan. Pemerintah meminta fee masyarakat meminta pesangon, pihak pemeriksaan keuangan mengawasi, sementara pembangunan harus berkualitas. Pada tahapan ini mari kita berfikir sedikit, jika seperti ini waraskah intelektualitas profetik kita?

Ketiga unsur diatas yang paling mempengaruhi adalah kepala pemerintah disebuah negara atau wilayah, baik ditingkat nasional, tingkat provinsi, dan kabupaten. jika kepala pemerintah ini amanah dan bervisi membangun masyarakat madani yang berkepanjangan, tentunya Good Governance akan mewujud dalam kenyataan. Dalam hal ini kepala pemerintah mesti seorang intelektual Profetik  yang mampu mener-jemahkan bahasa langit ke bumi dengan suara kebenaran, kejujuran, dengan sifat amanah, menjunjung tinggi azas tabligh ketebukaan, serta memiliki sifat fathanah dengan visi misi yang berkemajuan untuk mengapresiasikan kepentingan orang banyak. Hal yang demikian sesuai dengan makna kepemimpinan yang tercantum dalam surat Shad ayat 26, di mana Daud merupakan simbol kepemimpinan profetik yang diperintahkan oleh Tuhan untuk menegakkan keadilan dalam segala hal atas kehidupan manusia.

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ

Artinya, “Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan”. Q. S. Shad/038: 26.

Good governance sebagai intepretasi kekuasaan yang hadir dari proses intelektual profetik tidak menjadi anomali. Amanah yang berprinsip membangun prilaku kebenaran sebagaimana yang tersirat dalam Al-Qur‘an pada surat Shad di atas adalah perintah untuk menegakkan hukum kepada manusia dengan haq (kebenaran).

        Intinya adalah keadilan terhadap berbagai urusan bagi seluruh rakyat yang berdaulat atas kekuasaannya. Bukan menjadikan kekuasaan sebagai alat untuk menguasai orang lain tanpa batas fitrah kemanusiaan. Memahami intelektual profetik tidak akan tegak tanpa kesadaran akan diri, bahwa keberadaan kita hanya sebagai perantara antar sesama.

      Profesionalitas setiap Anak Adam merupakan kekuasaan yang melekat dalam diri seseorang, tanpa harus mencabut hak kuasa atasnya, hanya karena posisi seseorang lebih tinggi. Posisi yang melekat dengan kekuasaan hanyalah struktur main saja dalam menata sebuah kehidupan yang jauh lebih komplit sebagai makhluk sosial.

Beragama jangan terlalu serius, sebab kita bukanlah orang yang di utus....


Amfat Es Dot fil...............


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meraih Gelar Doktor; Muchlinarwati Disabilitas yang Menginspirasi

Melihat Masalah dengan Masalah

SURAT TERBUKA: KEPADA YANG TERHORMAT BAPAK BUPATI ACEH BARAT DAYA