Islam dan Budaya dalam Sorotan Anomali
Jika ada yang
bertanya kepadamu “What this Islam”? maka jawabannya adalah Islam is
antropologi budaya salah satunya. Antropologi budaya adalah ilmu yang
mempelajari tentang asal usul kehidupan manusia yang dilihat dari letak wilayah
geografis, bentuk fisik, serta pembentukan karakter manusia yang dihasilkan
dari kebiasaan prilaku yang berkembang menjadi budaya.
Indonesia
adalah sebuah negara yang didiami oleh masyarakat berkarakter mongoloid
sementara Arab berkarakter semit. Dari asal biologisnya keturunan manusia melahirkan
karakter yang berbeda. Dimulai dari bentuk fisik sampai cara menjalani hidup
dalam aspek biologisnya. Islam hadir mewarnai antropologi tersebut dengan
mengikuti berbagai macam budaya, lalu kemudian Islam menjawab semua tantangan
budaya dalam setiap bangsa tanpa harus menjadi musuh bagi kebudayaan itu
sendiri.
Sebagai contoh
Islam mengajarkan kita tentang ibadah shalat misalnya, lalu budaya menjawabnya
dengan memberi atribut kebudayaan dalam melaksanakan shalat tersebut. Semisal
pakaian yang digunakan sebagai penutup aurat badan, pakai batik misalnya bagi
budaya orang indonesia, pakai gamis bagi budaya arab, pakai koko bagi budaya China.
Antropologi
budaya mewarnai nilai-nilai keislaman. Jangan paksakan mancung dan jenggot bagi
orang berketurunan melayu dan jangan paksakan gamis bagi orang indonesia,
karena semua itu adalah produk budaya. Dari sebuah pertanyaan yang mendasar
tentang What this islam, maka jawabanyanya adalah “Islam is antropologi
budaya”.
Islam bukanlah agama
yang hadir ditengah-tengah masyarakat yang kosong akan kebudayaan. Islam hadir
sebagai agama yang mengisi entitas masyarakat yang sudah begitu konplet
dan lengkap dengan instrumen kebudayaan yang dianut dalam sebuah tatanan
masyarakat tertentu dari masa ke masa.
Arab adalah sekelompok
bangsa yang sudah memiliki konsep budaya tersendiri, baik budaya dalam
pengertian adaptasi sosial serta dokrin dalam memahami konsep ketuhanan.
Tentunya perjalanan budaya tersebut melewati berbagai transaksi sosial yang
terus menerus berproses sesuai dengan kemampuan karakter berfikir yang melewati
batas ruang dan waktu.
Budaya adalah hasil
karya karsa manusia yang dihasilkan dari perkembangan serta kemampuan dalam
memahami kemajuan ilmu pengetahuan. Hadirnya budaya sebagai tanda prilaku
manusia sudah mulai menampakkan benih-benih kehidupan yang berperadaban.
Institusi kebudayaan sebuah arah yang sistematis dalam proses perkembangan
budaya itu sendiri. Dari sinilah proses budaya bermetamorfosis menciptakan tata
kelola kehidupan sehingga prilaku yang berulang-rulang dilakukan menjadi
identitas sosial bagi manusia sebagai makhluk hidup yang penuh keberagaman.
Budaya sudah menjadi
bagian utama bagi manusia sebagai instrumen dalam berekpresi. Manusia tidak
bisa menghindari dan melepaskan diri dari kebudayaan. Manusia hannya bisa
merubah budaya sesuai dengan kebutuhan zamannya.
Islam tidak pernah
mengintervensi cara berbudaya manusia dalam mengatur kehidupan dengan sesama
dan lingkungannya. Pengekangan terhadap budaya merupakan pelanggaran fitrah
kehidupan manusia itu sendiri. Dalam sejarah kehadiran Islam sampai pada
penyempurnaannya tidak pernah menjadikan budaya itu sebagai objek yang di adu
dengan agama justru agama mengakomodir kebudayaan sebagai sumber peradaban bagi
manusia dengan menata kembali kemurnian aktifitas budaya agar sesuai dengan
kefitrahan manusia.
Artinya agama hadir
untuk memuliakan manusia sebagai makhluk yang beradab, ini semua dikarenak
budaya akan menjadi jalan bagi manusia untuk menyesatkan jika aktifitas sebuah
budaya tidak ada wilayah akomodatifnya. Untuk berterusan mengarahkan manusia
menjalani kehidupan berbudayanya sesuai dengan kefitrahan tersebut, maka disini
hadirlah agama sebagai instrumen akomodatif dalam menjaga keabsahan budaya
manusia dari pengaruh-pengaruh antar kebubudayaan yang ada.
Menjadikan agama
sebagai instrumen akomodatif dari aktifitas budaya bukan berarti ajaran agama
berusaha menghilangkan nilai-nilai budaya bagi manusia yang mana dari hari ke
hari terus melakukan perubahan secara alamiyah sesuai dengan hukum alam (natural
law) yang berkembang dari masa kemasa.
Dalam kondisi
kefitrahan manusia agama tidak pernah mengintervensinya dan malah budaya
kehidupan manusia terus dibiarkan berkembang. Sebagaimana masyarakat muslim
hari ini dalam menjalankan ajaran agamanya tidak mesti harus sama seperti apa
yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. sebagai personal basyariyah yang harus mengikuti budaya masyarakatnya. Dalam
melakukan aktifitas kehidupan sebagai manusia yang butuh yang membutuhkan
instrumen budaya, maka institusi gerakan sosial akan menjadi fakta integritas
sosial dalam menjalani kehidupan sebagai makhluk yang terikat dengan prinsip Zoon
Poiliticon sebagaimana Aristoteles menyebutnya, zoon yang berarti
hewan, sementara politicon merupakan masyarakat, Zoon Politicon
adalah hewan yang bermasyarakat.
Islam merupakan
agama yang di hadiahkan Tuhan kepada manusia, alam jagad raya dan semua isinya.
Kehadiran Islam itu sendiri menjadi petunjuk bagi manusia dan menyelamatkan
serta membela seisi alam jagad raya ini melalui syariat-Nya. Bagi siapa saja yang
mempelajarinya, memahaminya, dan berusaha mengamalkan ajarannya sesuai dengan
kemampuan akal pengetahuan dialah kelompok yang berusaha dalam petunjuk
tersebut.
Belakangan ini
ada sebuah kejanggalan dalam berfikir ketika secara personal dan sekelompok
orang menginginkan pembelaan terhadap Islam dengan ungkapan Islam harus dibela.
Pertanyaannya siapa yang mampu menyerang Islam itu? Sehinngga Islam harus dibela. Sementara Islam merupakan
hadiah terbesar kepada isi alam oleh
sang maha pencipta tentu seyogianya sang maha penciptalah yang akan menjaganya.
Semestinya
kesalahan berfikir yang demikian didaur ulang dengan pemahaman bukan Islam yang harus dipersoalkan akan
tetapi yang mesti dipermasalahkan adalah diri kita sendiri, sebab siapa lagi
yang akan membela pribadi-pribadi kita jika setiap kita sudah berfikir membela
Islam. Jika engkau membela Islam justru kamu bukanlah sebagai muslim karena
Islam hadir untuk membela manusia dan seisi alam jagad raya dengan berbagai
macam ajaran yang terdapat didalam syari’at-Nya.
Islam membela
manusia dengan mengajarkan bagaimana cara memahami konsep ketuhanan dengan
benar, dengan pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai keilahian akan
mmengantarkan pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri. Konsep “man
‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu” memperkuat keberadaan manusia memahami
Tuhannya pendekatan teologi yang mempengaruhi etos kerja manusia dalam
bermua‘lah, baik dengan sesama manusia dan alam semesta.
Pemahaman
tauhid yang sempurna akan mencegah pikiran manusia untuk berbuat dan
berkata-kata yang buruk, baik buruk ucapan maupun buruk sangka. Pemahaman
aqidah yang luas akan mendidik manusia bagaimana cara mencari nafkah yang
benar, membela manusia bagaimana cara hidup bermasyarakat yang saling merebut
kebbaikan, membela pilaku tindakan manusia bagaimana menghormati sesama ciptaan
Tuhan baik orang tua, sebaya dan usia dibawahnya, membela manusia bagaimana
mengatur sebuah kehidupan dalam sistem pemerintahan negara berdaulat sehingga
rasa keadilan hadir menjawab semua ketimpangan yang sudah menjadi kebiasaan
buruk yang baik, serta Islam akan hadir membela dalam berbagai bentuk yang
lainnya sebagai wujud Islam merupakan Rahmatal Lil 'Alamin.
Belalah diri
kalian masing-masing dengan Islam bukan sebaliknya mengaku sok membela Islam
sementara jangankan berbicara Islam dengan berbagai macam tatanan, cara
berfikirmu dan bicaramu saja masih belum terbela. Jika pribadi-pribadi antar
personal sudah terbela dengan kehadiran Islam maka kemashlahatan umat akan
terbentuk dengan sendirinya.
Agama sebagai instrumen
akomodatif akan hadir untuk menciptakan penyeimbangan terhadap aktifitas budaya,
agar perjalanan kehidupan manusia tidak bertentangan dengan fitrah yang sudah
ditentukan dalam syari‘at. Di mana fitrah bertauhid bagi manusia adalah
aktifitas dasar kehidupan manusia itu sendiri. Fitrah ini seharusnya tidak bisa
diselewengkan atau dibiarkan pudar dalam perjalanan hidup manusia. Karena
manusia ingin menjalani kehidupan sebagai makhluk yang berbudaya, semenjak dilahirkan
dalam sebuah komunitas sosial yang sudah menjalani kehidupan dalam budaya
turun-temurun dalam prosesnya sudah begitu kental dan melekat dengan kuat
sehingga menjadi dokrin bagi sebuah kemunitas.
Dengan dokrin tersebut
manusia mengawali kehidupannya dengan berbagai macam ritual keagamaan. Ritual
tersebut sebagiannya bertentangan dengan fitrah kemanusian yang sudah menjadi
takdirnya. jika manusia adalah makhluk yang semasa di alam rahim sudah ditentukan
sebagai makhluk yang bertauhid. Pengakuan akan keberadaan Tuhan sudah diakui
manusia semejak di alam kandungan dengan sebuah jawan “benar engkau adalah Tuhanku
dan bersaksi atasnya”.
Menjawab anomali
tersebut Islam hadir sebagai instrumen akomodatif dari sebuah kebudayaan yang
sudah melenceng dari nilai-nilai kefitrahan yang sudah ditentukan bagi manusia.
Islam tidak hadir untuk menghapus aktifitas budaya dan ajarannya, dan tidak
juga berperan untuk melenyapkan fitrah kebudayaan.
Peristiwa-peristiwa
gerakan kebudayaan dalam masyarakat sosial dibiarkan berkembang oleh Nabi
Muhammad saw. dan sampai
saat ini terus terjadi aktifitas yang selalu berubah mengikuti zamannya. Sebagai
manusia yang tidak bisa melepaskan dirinya dari aktifitas budaya di eranya
masing-masing, seperti kehidupan manusia dalam hidup bernegara, Islam tidak
pernah membatasi sifat-sifat dan sistem kenegaraan tersebut apakah sistem Monarchi,
Demokrasi, Teokrasi, Republik, Negara Kesatuan, Negara
Federal, Parlemeter, dan berbagai macam sistem lainnya, asalkan
nilai yang dibangun atas dasar keadilan bagi seluruh masyarakatnya. Dalam
prinsip kenegaraan perintah berbuat adil adalah konsep dasar yang dipahami oleh
manusia sebagai makhluk politik yang berbudaya.
Tidak semua Ajaran Islam
yang pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad yang bersifat kefitrahan budaya tersebut harus dilakukan oleh umatnya setelah
nabi wafat. Kecuali ajaran yang menyangkut dengan kefitrahan bertauhid. Tradisi
kehidupan yang dipengaruhi oleh berbagai macam latar belakang situasi dan
keadaan dimasa kehidupan Nabi Muhammad saw., mengharuskan dengan hadirnya ilmu pengetahuan hari ini, mampu menjelaskan
hubungannya antara syariat agama sebagai ajaran fundamental dan Alquran menjadi
sumbernya.
Sepanjang masa dengan
keberadaan ilmu pengetahuan yang masuk
dan diadopsi oleh manusia modern digunakan sepenuhnya sebagai budaya baru untuk
menyelesaikan dan mempermudah manusia dalam menjalani kehidupan yang terus
berlanjut. Ini adalah pekerjaan rumah bagi orang-orang yang berakal untuk menerawangi
pesatnya tehnologi modern. Tehnologi modern hari ini, seakan-akan menjadi musuh
yang menakutkan bagi agama sehingga keberadaannya harus diwanti-wanti bahkan
dimusuhi hanya karena manusia itu sendiri tidak mampu mengharmonisasikan antara
kefitrahan tauhid dengan kefitrahan budaya.
Sunnah Nabi Muhammad saw., yang menjadi ajaran dasar Islam. Ternyata dalam
sejarah penerapannya pada fase sahabat juga terdapat fase di mana proses
berfikir mereka menghasilkan media baru untuk mempermudah generasi Islam
berikutnya dalam memahami ajaran islam. Karya terbesar yang dilakukan oleh
generasi sahabat adalah melakukan pembaharuan pola pikir dalam bentuk aksi yang
menghasilkan karya monumental dalam sejarah pengkomodifikasian Alquran dalam
bentuk Mushaf yang dikenal hari ini dengan nama Mushaf Ustmani.
Aktifitas budaya dalam bentuk
yang lain seperti cara berpakaian. Masyarakat hari ini sudah melakukan
perobahan yang sangat masif sekali dalam mengikuti perkembangaan
kemajuan dunia fasion. Cara berpakian yang dulunya menghadirkan mode
sangat terbatas dan berasal dari bahan yang sangat natural. Namun seiring
berjalannya waktu berkembangnya pengetahuan manusia dan muncul ide-ide
pembaruan tentang pakaian dengan berbagai konteks. Dari setiap konteks tersebut
menunjukkan sebuah karakteristik budaya, di mana cara berpakaianpun menjadi
identitas kebudayaan sehingga dengan mudah kita menyimpulkan bentuk-bentuk
pakaian tersebut, ada pakaian dinas menunjukkan identitas kedinasannya. Ada
pakaian kebesaran, baik pakaian kebesaran politik, pakaian kebesaran kekuasaan,
pakaian kebesaran adat, pakaian kebesaran budaya dan berbagai macam pakaian-pakaian
kebesaran lainnya.
Islam hadir sebagai
fitrah ketauhidan mencoba melakukan proteksi terhadap cara berpakaian
tersebut dengan aturan yang tidak mengintervensi model, akan tetapi lebih pada
sekedar menjaga cara berpakaian yang menekankan pada substansinya dari ajaran
agama. Di sini Islam menekankan jika berpakain esensinya adalah menutup aurat.
Pada tahapan ini berpakain dalam Islam bukan hannya sekedar mode atau fasion
saja sehingga orang-orang bisa bebas menggunakan pakaian apapun tanpa
memperdulikan nilai-nilai dasarnya jika konsep awal berpakain adalah untuk
menutup aurat bukan membungkus aurat.
Berbicara aurat
tentunya kita sedang berbicara sesuatu yang tercela. ketercelaan ini asumsinya
bisa mendatangkan kemudharatan terhadap pihak yang lain. Bukankah aurat badan
dan aurat bathin akan mendatangkan kemudharatan yang berbeda-beda dan tingkatan
kemudharatannya juga bermacam-macam.
Jika kita membahas
aurat dalam bentuk yang luas tentunya kita harus membuka cakrawala pandang
dimana aurat itu harus dipahami dua bentuk substansi. Ada substansi aurat badan
dan ada substansi aurat bathin. Aurat badan mendatangkan mudharat dalam bentuk
personal atau sebagian orang saja. Sementara kemudharatan yang ditimbulkan oleh
aurat bathin yang tidak ditutupi akan berdampak pada hilangnya keseimbangan
dalam menjaga kestabilitas sosial orang banyak.
Sebagai contoh jika
kita memahami korupsi adalah ketercelaan aurat bathin jika tidak ditutupi akan
berdampak pada kondisi sosial yang dapat menghancurkan kemajuan sebuah bangsa
dan negara. Jika korupsi sudah dipahami sebagai budaya yang lumrah untuk dilakukan
oleh para pemangku kebijakan dalam sistem pemerintahan. Tentuya cara berfikir
seperti ini jika dianggap tindakan yang biasa dan cendrung dibiarkan dalam mengatur
kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentu cara berfikir seperti ini sangat rumit
untuk dijelaskan bagaimana mendudukkan aurat bathin dalam bentuk menjaga sikap
hati dari sifat ketercelaan. sehingga menyelamatkan banyak orang sebagai
makhluk sosial yang bercita-cita untuk meneruskan kehidupan kearah yang jauh
lebih baik.
Tentunya untuk
melakukan perubahan dari sifat buruk dan tercela yang sudah membudaya dengan
hadirnya Islam sebagai instrumen akomudatif untuk membela keberadaan
manusi dalam menciptakan keharmonisan antara fitrah kebudayaan dengan fitrah
ketauhidan.
Islam tidak perlu
dibela, justru yang harus dibela adalah cara berfikir kita. Membela cara
berfikir kita dengan memahami ajaran Islam dengan benar dan sesuai dengan
keinginan Tuhan, bukan sesuai dengan keinginan manusia. Artinya Islam yang
dimaksudkan oleh sang pemiliknya, bukan Islam yang dimaksudkan oleh pikiran
manusia dengan berbagai macam pikiran buruknya.
Komentar
Posting Komentar