RAJA AMPAT KEPINGAN SYURGA YANG JATUH KE BUMI
وَهُوَ
الَّذِيْ سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوْا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا
وَّتَسْتَخْرِجُوْا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُوْنَهَاۚ وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ
فِيْهِ وَلِتَبْتَغُوْا مِنْ فَضْلِهٖ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Artinta, “Dan Dialah yang menundukkan lautan (untukmu), agar
kamu dapat memakan daging yang segar (ikan) darinya, dan (dari lautan itu) kamu
mengeluarkan perhiasan yang kamu pakai. Kamu (juga) melihat perahu berlayar
padanya, dan agar kamu mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur”.
Q. S. An-Nahlu: 14
Destinasi Wisata Hari Pertama
Tanggal 29 Januari 2020, perjalanan menuju Papua dimulai.
Berawal dari perbincangan bersama Uda Datoak Majo Nan Sati, tentang berlibur
menuju Papua. Raja Ampat merupakan wilayah Indonesia paling ujung terletak dibagian
timur negara di bawah angin. Dari Sabang sampai Merauke menjaja pulau-pulau.
Raja Ampat merupakan desnitasi wisata yang banyak dikunjungi oleh parawisata,
baik parawisata dalam negeri maupin parawisata manca negara.
Banyak yang
mengatakan pulau Raja Ampat adalah syurga yang jatuh ke bumi. Berfikir sejenak,
tentunya sangat berlebihan harus berkesimpulan seperti itu, masak iya syurga
yang pembahasan adalah wilayah akhirat sudah duluan hadir ke bumi dalam bentuk
laut, gunung, selat, dan samudra. Sangat tidak masuk akal kesimpulan yang
demikia, namun setelah melihat langsung laut Raja Ampat ternyata syurga yang
dimaksud adalah sebuah ketenangan jiwa. Banyak hal yang dirasakan ketika
menginjakkan kaki di laut Raja Ampat, panorama lautnya mengundang decak kagum,
indah nan sejuk alamnya, ternyata benar syurga yang dimaksud di sini adalah
sebuah ketenangan jiwa sa’at berada di dalamnya, sebagaimana syurga dijadikan
Tuhan sebagai balasan bagi amal perbuatan baik bagi manusia.
Memulai
perjalanan, gerak awal di mulai dari Poinsquer Mall Lebak Bulus, atas
permintaan Uda Datoak Majo Nan Sati, sebelum menuju bandara Soekarno Hatta,
kita berkumpul di Poinsquer Mall, Dunkin Cafe Latte, bersama teman dari Madura,
mas fadhoil namanya, mengisi amunisi dimalam
hari, sebelum terbang di udara. Cofeelatte adalah pilihan menu kopi malam saya,
ditambah dengan sepotong kue berjenis roti yang diselingi gula sebagai
pemanisnya. Tepat pukul 20.30 WIB., waktu Jakarta, sambil menunggu Uda Datoak
Majo Nan Sati menuju bandara Soekarno Hatta.
Perjalanan kali
ini berbeda dengan perjalanan sebelumnya. Perjalanan sebelumnya menghabiskan
waktu separuh kerja dan separohnya jalan-jalan, namun perjalanan kali ini,
menghabiskan total waktu untuk berlibur bersama Uda Datoak Majo Nan Sati
beserta rombongan di tempat yang jauh di ujung negeri Cendrawasih Papua. Menjadi
hal yang unik bagi saya, ketika memahami tentang liburan, liburan yang saya
pahami adalah menikmati sepenuhnya apa saja yang sedang dihadapi, baik yang
dihadapi adalah masalah kerja, kuliah, dan pekerjaan yang lainnya, semua saya
menganggapnya adalah liburan. Ketika mendengar kata liburan ke Sorong, bersama
Uda Datoak Majo Nan Sati Bapak Suherman Saleh dan Ibu, ada hal yang lain saya
pahami, bahwa ini adalah benar-benar perjalanan yang istimewa, sebab serasa
berjalan dengan keluarga sendiri. Bagaimana tidak, tidak ada lapis pemisah
jarak rasa antara kami yang melakukan perjalanan wisata, bersama mereka yang
sudah seperti sodara sendiri bagi saya.
Berangkat dari Poinsquer
Mall menuju bandara Soekarno Hatta pada pukul 21.33 WIB., waktu Jakarta, perjalanan
yang ditempuh menuju bandara sangatlah lancar, menuju tol jalan lurus, bukan
tol jalan tolol, walaupun sekali-kali jalan lurus ini juga menjadi jalan tolol,
sebab sebelum memasuki jalannya harus bayar dulu retribusi penggunaan jalannya.
Sudah jalan berbayar masih juga macet bagi penggunanya. Malam ini, pukul 21.30
WIB., waktu Jakarta menuju bandara perjalanannya, sangatlah lancar tanpa macet,
benar-benar jalan lurus, tanpa ada hambatan, selurus hati ini, memahami
pikiranmu duhai resonansi hati.
Berkumpul
bersama rombongan yang akan melakukan tur wisata ke Raja Ampat, satu persatu
kamipun saling bersalaman, memperkenalkan diri masing-masing, agak sedikit
gemana gitu, sikap diri merasa canggung sebab berkenalan dengan orang hebat
yang berprestasi dengan pekerjaan mereka masing-masing, para punggawa pajak
yang berjasa dengan negeri ini, jasa pembangunan negeri dari hasil kerja keras
mereka mengurus persoalan pendapatan negara. Kekompakan dalam perjalanan begitu
cepat terurai, melebur dalam kebersamaan, bak satu keluarga yang berjalan satu
rombongan menuju dan menikmati taman wisata. Bersama menunggu jadwal
pemberangkatan setelah makan malam di restauran mahal ala pelancong domestic
Garuda Indonesia. Menunggu jadwal pemberangkatan, Jakarta Sorong pada puku 00.00
WIB., waktu Jakarta, menurut jadwal yang
tertera di boarding pass.
Ada beberapa
warga negara asing yang menempati ruang tunggu bersama kami. Tidak diketahui,
apakah perjalanan mereka juga akan melakukan perjalanan parawisata, atau perjalanan
mereka adalah tugas pekerjaan dari negara mereka dari negara asalnya. Warga
negara asing dengan postur tubuh dan warna kulit bisa ditebak, jika mereka
adalah warga negara dari benua Eropa. Melihat postur tubuh, secara genetik
bukanlah warga Asia, tentunya tidak menjadi asumsi sebuah kecurigaan tentang
penyakit yang sa’at ini sedang berkembang. Penyakit yang berasal dari negeri
Tirai Bambu China. Virus vorona, adalah jenis penyakit baru yang menjadikan
sikap pemerintahan China agak serius menyelesaikan pemeberantasan virusnya,
penyakit yang sudah merenggut nyawa beberapa orang di antara mereka. Bandara
Soekarno Hatta sebagai bandara berkapaistas internasional, tentunya penyebaran
virus corona harus diwaspadai, mengingat SOETA adalah tempat berwara wirinya
warga negara asing, yang tentunya akan membawa sesuatu yang baru, selain
pengaruh peradaban baru, termasuk padanya virus sebuah penyakit.
Berangkat menuju
bandara Soekarno Hatta pada tanggal 29 Januari 2020, setibanya di bandara pukul
22.30 WIB., waktu Jakarta, namun terbangnya pada tanggal 30 Januari 2020 pada
pukul 00.30 WIB., waktu Jakarta. Berbeda tanggal dalam satu malam ini
disebabkan perjalanan jatuh pada dini hari tanggal 30 Januari 2020, di malam
yang sama dan pada hari yang berbeda.
Menempuh jalur
penerbangan dengan durasi waktu hampir mencapai tiga jam empat puluh menit
lebih kurangnya, tiba di sorong pada pagi hari, dan pesawatpun Garuda
Indonesiapun mendarat di Papua. Tepatnya Pukul 04.20 WITA., waktu Papua,
ternyata matahari pagi mulai menampakkan dirinya, dan ini tentunya sangat
berbeda dengan wilayah Indonesia bagian barat. Jakarta matahari baru terbit jam
enam pagi, sementara Aceh wilayah titik nol garis permulaan negara kesatuan
Republik Indonesia, Matahari baru menampakkan sinarnya pada pukul tujuh pagi.
Menjelang
mendarat di bandara Negeri Cendrawasih, penampakan laut dari atas ketinggian
beberap ribu kaki dari permukaan laut sangatlah indah. Laut Papua di pagi hari,
dengan senyuman sang surya menampakkan keceriayaannya, jika negeri ini adalah
negeri yang ramah untuk dikunjungi. Jangankan bertemu dengan masyarakatnya,
melihat alamnya saja hati sudah gembira dan bahagia, ada keberkahan alam menyapa,
ada kebersamaan rasa antara pandangan mata, hati, jiwa, dan pikiran, ketika
burung besi Garuda Indonesia menancapkan kaki di bumi Papu Sorong tepatnya
pukul 07.35 WIT., waktu Papua, alhamdulillah kami tiba di bandara Domine Edward
Osok, di negeri paling timur Indonesia dengan selamat.
Tepat pukul 07.36
WIB., waktu Sorong, rombongan disambut oleh gaid OASIS Raja Ampat, misi pertama
dimulai dengan sarapan pagi. Menuju tempat sarapan pagi harus berjalan beberapa
sa’at lamanya, diantar menggunakan transportasi bandara menuju Aghina Cafe Jl.
Anggrek No. 7 Kladimak 3-c, Komplek Pertamina, Sorong Papua Barat. Menu
hidangan nasi kuning ples telur dan ikan, selazimnya menu sarapan pagi di
tempat lainnya.
Setelah mengisi
amunisi di pagi hari, perjalanan dilanjutkan menuju tujuan wisata Raja Ampat,
menggunakan Speedboat, melalui pelabuhan Perikanan Sorong. Perjalanan laut
ditempuh paling cepat memakan waktu satu setengah sampai dua jam. Perahu besi
yang menggunakan alat pendorong yang digerakkan oleh mesin. Speedboat melaju,
berlari memecah ombak laut, goyangan badan kapal kecil ini tentunya berbeda
dengan goyangan turbulensi burung besi Garuda Indonesia, yang bergoyang sebab
digoda oleh angin yang sesikit nakal dengan candaannya.
Berbeda dengan
air laut Sorong menuju Raja Ampat, tidak ada turbulensi udara, yang ada senggolan
ombak memecah gelombang. Badan kapal kecilpun ikut bergoyang mengikuti genitnya
gerakan ombak, liukan ombaknya bak gunung kecil membentuk ketinggian yang siap
menahan lajunya badan kapal. Ketika badan kapal kecil berhimpitan dengan ombak
laut dengan sendirinya badan kapal ikut bergoyang ke kiri dan kekanan, nakalnya
ombak laut tentunya sangat berbeda dengan genitnya angin yang menabrak badan
pesawat terbang, kedua makhluk Tuhan ini, angin dan air laut dengan ombaknya
sama-sama membuat spto jantung ketika kedua makhluk Tuhan ini menyapa dan
bercanda dengan kita ketika berjalan di atasnya. Tak seindah candaan sang
kekasih hati, jika sang kekasih hati, jangankan sedang merayu sa’at dalam
keadaan marahpun hati setiap yang merasakannya terasa indah tanpa muncul rasa
takut, walaupun takut kehilangannya.
Sampai di
pelabuhan Waisai, tepat pukul 11 WIT., waktu Raja Ampat, pertama menginjak di
Raja Ampat, speedboat yang kami tumpangi, merapat di pinggir pelabuhan yang
sudah siap disambut oleh para penari dengan tari Lalayon sebagai adat budaya
khas masyarakat Raja Ampat ketika menyambut tamu yang datang. Prosesi adat masyarakat
Raja Ampat dalam menyambut tamu, sebagai bukti komunikasi budaya nusantara
sangatlah beragam dengan seni tari yang tidak mencolok, dibuktikan dengan cara
beerpakaian penarinya sangat sopan dan menutup seluruh badan bagi penari
wanitanya, pertanda kerajaan Raja Ampat tempo dulu adalah sebuah kerajaan yang
masyarakatnya adalah Muslim.
Menari sebagai
prosesi adat yang diiringi dengan musik dan lagu daerah dengan dengan judul “Mari
Balalak” (mari menari). Kedatangan parawisata disambut dengan sangat ramah,
menggunakan komunikasi budaya tari, sebagai bentuk kemuliaan bagi tamu yang
baru tiba. Setiap kita punya adat, setiap kita punya budaya, setiap kita punya
norma, setiap kita punya etika, setiap kita punya agama. Apa yang melekat dalam
diri masyarakat Nusantara. Menghargai keberagaman budaya, bukti kita adalah
orang yang beradab. Masyarakat yang beradab adalah masyarakat yang mampu dan
berusaha untuk menghargai setiap manusia dari manapun asalnya.
Berlanjut
dengan acara makan siang di resto Ofu Resort, penginapan dan resto milik bapak Abdul
Faris Umlati, SE., (AFU), beliau adalah Bupat Raja Ampat. Makanan yang sudah
tersaji di prasmanan, bagi siapa saja yang hendak mencicipinya dipersilakan
datang ke tempat penyajian. Setelah istirahat sejenak di penginapan masing-masing,
tiba waktu makan siang waktu Raja Ampat, tentunya perjalanan yang sudah
melelahkan sepanjang rute Jakarta Sorong dan kembali menempuh rute laut antara
pelabuhan Sorong menuju pelabuhan Waisai Raja Ampat. Lelah sudah dalam
perjalanan hal yang wajar, sebab parawisata di dominasi oleh parawisata lanjut
usia. Usia tua, bukan berarti semangat berliburnya kendur, tentunya berlibur
menambah awet muda, apalagi liburannya sambil melihat pemandangan indah nan hijau
yang mampu memanjakan mata menjadi sehat kembali. Apalagi penginapan yang
disediakan berada di pinggir laut, kerasa menginap di tengah pulau..... ceeeeeeeeeiiiiileee.
Menunggu jadwal
berangkat menuju destinasi berikutnya, perjalanan dilanjutkan kembali dengan
Speedboad wisata yang sudah siap stanbai di pelabuhan, kusus mengantar
rombongan menuju ke sebuah pulau kecil, yang tidak begitu jauh dengan tempat
penginapan, dan pelabuhan Waisai. Distinasi pertama, setelah masing-masing dari
rombongan beristirahat di tempat-tempat penginapan yang sudah ditentukan bagi
masing-masing pelancong domestik asal Jakarta.
Menempuh
perjalan laut dengan durasi dua puluh menit lebih kurang, tibalah disebuah
pulau kecil, jangan tanyakan pulau apa namanya, dan jangan tanyakan binatang
apa saja yang ada di dalamnya, perjalanan ini bukanlah mendeteksi nama-nama
binatang. Yang terkait dengan nama ikan, tumbuh-tumbuhan, dan yang sejenisnya
bukanlah perhatian kami sepanjang perjalanan, yang dilihat adalah hijaunya air
laut, ranaunya pemandangan di kepulauan laut Raja Ampat, indahnya pulau-pulau
yang berjejeran di sepanjang laut Raja Ampat.
Tiba di pulau friwen
Raja Ampat, ternyata bukan rombongan dari Ibu Kota saja yang berkunjung pada
waktu yang sama, bersamaan dengan kedatangan rombongan dari Ternate. Berkumpul,
berbaur, saling menyapa, menanyakan dari mana. Ternyata liburan itu, bukan
hanya melihat keindahan alam, namun juga bisa merasakan keramah tamahan
masyarakat nusantara sejagat raya. Menurut Ibu Aminah yang berasal dari
Sulawesi Tenggara yang berdomisili di Bacan Ternate, tempat wiasata ini memancaing
rasa penasaran, ingin tahu, ingin menikmati alamnya. Berdasarkan daerah asal
yang sama dengan kondisi pulau seperti ini, maka rasa penasaran lebih dominan
bagi Ibu Aminah, sehingga dengan rasa penasaran tersebut Ibu Aminah ingin tahu
lebih dekat seperti apasih panorama friwen iitu, ternyata setelah tiba di pulau
tersebut, yang dapat diucapkan hanyalah MasyaAllah indahnya alammu Tuhan. Setelah menikmati indahnya pulau Friwen,
menjelang sore romboganpun kembali ke penginapan.
Bersama ibu-ibu
cantik dan baik hati, istri-istri para pejabat negara, wanita-wanita hebad yang
tidak ada rasa, merasa diri sebagai wanita jet set, padahal fasilitas hidup
mereka sosialita banget. Tidak ada sedikitpun terlihat sumringah, bersama Ibu Herman Cek
Eneng panggilan kesayangan beliau buat orang-orang tercinta, ibu yang lembut
dan sangat mengayomi ini, sudah seperti ibu sendiri buat teman-temannya Uda
Datoak Majo Nan Sati, kususnya teman dari SPS UIN Jakarta. Mengelilingi kota Raja
Ampat dan berfoto bersama dengan ibu-ibu yang lainnya, diantaranya Uni Erna,
Ibu Hani, dan seorang ibu bersuku Sunda yang saya sendiripun belum begitu
mengenal namanya, ibu-ibu bertalenta jet set namun sederhana dalam bersikap.
Pukul 07.30
WIT., waktu Raja Ampat, sa’atnya makan malam bersama dengan makan durian yang
sudah sejak sore dibelikan oleh Ibu Herman (Cek Eneng), durian seharga ratusan
ribu ketika mengelilingi kota Raja Ampat menjadi menu cuci mulut makan malam
kami di Afu Dive Resort, yang konon kata pemiliknya adalah penguasa setempat,
bapak bupati Raja Ampat.
Setelah
menyelesaikan makan siang, bercerita sejenak tentang destinasi wisata bersama-sama,
lalu suara musicpun terdengar dari pengeras suara yang sudah disiapkan panitia,
lantunan lagu dengan musik lokal daerah Papua, menarik perhatian bu ibu dan
bapak-bapak, satu-satu dari mereka menuju kedepan untuk mengikuti alunan musik
lokal, alunan musik tersebut memancing semangat dancer bu ibu dan bapak-bapak, semangat
muda mereka muncul kembali di sa’at lagu poco-poco Indonesia bagian timur mendendang,
gerakan buibu dan bapak-bapakpun semakin lincah dan semangat. Menari dengan
gerakan seadanya pertanda usia mereka sudah tidak muda lagi, bersama pasangan
mereka masing-masing, mengintai masa muda yang pernah terlewati sepertinya,
mereka reuni hati bersama kekasih dan mantan kekasih hatinya, tentunya kekasih
hati yang akan selalu menemani kebahagiaan mereka sampai tua dan berpisah
sampai berjumpa syurga.
Bernyanyi
bersama, menari bersama, bercerita bersama, menjadi penutup malam , untuk
melanjutkan istirahat yang sempat tertunda di siang hari, sebab melanjutkan
perjalanan menuju pulau friwen. Masing-masing dari kami meninggalkan resto Afu
Dive menuju penginapan kamar penginapan masing-masing untuk beristirahat di
hari pertama bermalam di kepualauan Raja Ampat.
Destinasi Wisata Hari Kedua
Hari kedua
berada di Raja Ampat, jum’at tanggal 31 Januari 2020, dimulai dengan sarapan
pagi di Resto Afu Dive, memulai destinasi dari pelepasan jama’ah wisata menuju
ke penginapan baru, yang mana vila-vilanya berada di tepian laut. Untuk menuju
kelokasi penginapan baru. Menggunakan jasa transportasi laut yang sudah disediakan
oleh gaid wisata, kusus mengantar parawisata, antar jemput para pengunjung ke
setiap tempat di Raja Ampat, pulau-pulau yang terdapat di laut Raja Ampat,
menjadi tempat wajib yang harus dikunjungi, destinasi-destinasi tersebut tidak
boleh terlewati begitu saja kecuali di isi dengan sesi foto dengan berbagai
momen, tentunya berbeda dengan diri saya yang kurang suka difoto dan bergaya
didepan kamera.
Langkah
berikutnya, setelah transportasi laut tiba mengantarkan kami, masing-masing
dari kami mulai mengecek kamar di vila yang terdapat di atas air dipinggir
laut. Setelah memastikan kamar, para wisatawan
bersiap-siap menuju ketempat makan, menunggu waktu makan siang yang
sudah disiapkan, di resto hotel, jika hotelnya berada di atas air laut,
tentunya restauran juga berada di atas air laut. Posisi restauran dan vila, sama-sama mendukung
suasana roman menikmati malam hari di tepi laut nan hijau ranau di Raja Ampat.
Menurut ibu
Nina, liburan di Raja Ampat, beliau mengtakan tidak bisa membayangkan
sebelumnnya bisa datang ke Raja Ampat yang dijuluki Surga yang jatuh ke bumi, bersama
keluarga. Saya bahagia dan bersyukur bisa berada di sini dan menikmati
keindahan alam ciptaan-Nya, masyaAllah indahnya, ciptaan-Mu ya rabb.
Tidak ada satu ciptaanpun yang sia-sia Tuhan ciptakan. Mulai dari penciptaan
makhluk sekecil apapun, sampai diciptakannya alam dengan keindahan yang
berbeda-beda. Tuhan meciptkan gunung dengan keindahan yang melekat padanya,
Tuhan menciptakan langit dengan keindahan yang melekat padanya, Tuhan
menciptakan matahari, bulan, bintang, planet, dan berbagai ciptaan lainnya
dengan berbagai keindahan yang melekat padanya. Begitu juga Allah swt.,
menciptakan laut dengan keindahan yang melekat padanya. Laut Raja Ampat menjadi
bukti keindahan ciptaan Tuhan bukan hanya sekedar menampakkan keindahan alam
semata, namun juga sebuah perwujudan di mana Tuhan benar-benar ada dan
menampakkaan keindahannya lewat alam yang tersaji dengan pemandangan yang indah
di pandang mata, dan sejuk dirasakan dengan hati.
Pulau Saunek
adalah pulau tertua di Raja Ampat, belum sah rasanya jika, belum hadir dan
menginjakkan kaki di pulau tersebut. Saunek adalah kampung pertama yang di
bangun oleh Raja Tidore. Tidak ada yang namanya Raja Ampat jika pulau ini tidak
ada. Menurut Uda Datoak Majo Nan Sati Bapak Suherman Saleh, pulau Saunek ini
hadir buat kita, jika kita tidak ditakdirkan kemari maka sebelumnya Pulau
Saunek tidak ada, begitu ungkapan kegembiraan Uda Datoak ketika Speedboat yang
kami tumpangi bersandar di tepian Pulau Saunek.
Pukul 11. 45
WIT., kami tiba di Pulau Saunek, pulau yang sudh menjadi perkampungan ini, dihuni
oleh warga setempat, penduduk yang menurut gaidnya menginformasikan kepada
kami, pulau ini dihuni lebih kurang sebanyak 100 Kepala Keluarga. Masyarakatnya
rata-rata berprofesi sebagai nelayan, selumrah pekerjaan masyarakat di
kepulauan. Perkampungan di pulau kecil, di tengah-tengah laut Raja Ampat
terdapat juga mesjid di pulau ini, mesjid Hidayatullah namanya, para gaid
wisata mengabarakan kepada kami, bahwasanya, berhubung hari ini adalah hari
jum’at, bagi bapak-bapak dan ibu-ibu akan menunaikan shalat jum’at dan dhuhur
bagi ibu-ibu di pulai Saunek. Sambil menunggu waktu shalat jum’at wilayah
Indonesia timur, yang perbedaan waktunya lebih cepat dua jam dari hitungan
waktu Indonesia bagian barat, kususnya waktu Jakarta dan sekitarnya.
Menepi di
pinggir laut, sambil beristirahat sejenak, dan melihat anak-anak di pulau
Saunek bermain-main di tepi pantai, ciri khas bermain anak-anak kepulauan.
Permainan masa kecil bagi anak-anak usia balita tentu sangat mempengaruhi
mentalnya. Kerasnya kehidupan pantai dan kepualauan membentuk karakter
masyarakatnya menjadi keras dan bertanggung jawab terhadap perkembangan akalnya,
serta kokohnya potensi diri. Berbeda dengan anak-anak yang hidup di kota-kota
besar, permainan mereka bukan lagi berlari di tepi pantai, akan tetapi
bersenang-senangnya dan berlari-larinya di tempat-tempat hiburan buatan,
seperti timezone tempat yang direkayasa oleh pengusaha tempat-tempat pusat
pembelanjaan.
Berbeda dengan
anak-anak pantai di kepulauan Saunek, lokasi permainannya di tepi pantai, bukan
tempat rekayasa. Apa pengaruhnya bagi pembentukan karakter mereka, sifat asli
membentuk jiwa juang mereka, tidak rekayasa, seperti masyarakat kota banyak
merekayasa sesuatu, yang palsu menjadi seolah-olah asli, budaya korupsi adalah sistem
rekayasa yang sangat keji bagi perkembangan bangsa ini, kususnya kesejahteraan
hidup bagi masyarakat yang hidup di kepulauan terpencil dari pusat pemerintahan
negara. Menunaikan shalat Jumat di mesjid Hidayatullah, sebagaimna pesan khatib
kebanyakan, berbuat baiklah wahai kalian manusia kepada seru sekalian alam. Jangan
pernah tunduk atas hawa nafsumu, “Jika kebenaran itu tunduk pada hawa nafsu,
maka akan terjadi kerusakan di muka bumi”
Setelah
menunaikan shalat Juma’at di pulau perkampungan Saunek, tepatnya pukul 14.00
WIT., waktu Papua, perjalanan dilanjutkan menuju pulau berikutnya, menggunakan
transporatasi laut seperti biasa, menurut penuturan gaidnya, perjalanan kali
ini akan menghabiskan durasi waktu mencapai satu jam lebih kurangnya. Sampai di
teluk Geosite Kabui, tengah laut, dengan kehadiran pulau-pulau kecil yang berbentuk
bukit kecil bebatuan. Gunung-gunung kecil itulah di jadikan tempat wisata
tengah laut. Daya tarik pulaunya sangat menarik perhatian, teluk-teluknya
dipisahkan dengan pulau-pulau kecil. Antar pulau terpisah dengan teluk-teluk
kecil, yang kemudian disebut dengan Geosite dalam istilah ilmu geogarfi, jika
saya tidak salah. Heheh.........maklum pengetahuan oceonografi saya
sangatlah minim.
Sesampainya di
Teluk Kabui, sesi foto-foto dimulai, masing-masing mengambil posisi foto,
antrian menjadi keharusan sa’at berfoto, sebab lokasi foto dan tempat berdiri
di teluk Kabui hanya disediakan jembatan kecil, sekedar tempat singgah saja.
Tempat berlabuh Speedboat di pinggir tebing kecil. Sekedar tempat persinggahan
saja, untuk parawisata, singgah sementara untuk mengabadikan diri, pertanda
benar-benar sudah berada di lautnya Raja Ampat. Ada dua jembatan yang di
sediakan di teluk Kabui, posisinya berhadap-hadapan. Kedua jembatan kecil
dipinggir teluk tidak boleh dilewatkan untuk mengabadikan diri masing-masing
dalam bentuk gambar yang diambil dari HP masing-masing pengunjung, disamping dokumentasi
kusus yang dibawa oleh para gaid destinasi Raja Ampat.
Pukul 16.15
WIT, waktu Papua tibalah rombongan di Goa Genes, Goa yang pada permukaan Guanya
hanya terlihat mulut Gua yang sempit, namun ketika masuk ke dalamnya, menurut
gaid perjalanan terdapat ruang terbuka dan luas. Sebagian ada yang masuk menuju
ke dalam Goa Genes. Goa yang terdapat di dalam pulau kecil ini, tidak boleh
dimasuki sembarangan, sebab harus melihat kondisi air surut. Jika airnya pasang
maka kondisi air di mulut Goa menutupi pintu masuknya, artinya pintu Goa bakal
tertutup. Masuk ke dalam Goa harus melihat kondisi airnya, dan keluar dari Goa pun
harus melihat kondisi airnya. Menurut Gaid wisatanya, tidak keluar dari Goa
tersebut melewati pukul 07.00 WIT., waktu Raja Ampat, disinyalir jam-jam
demikian akan terjadi air pasang, jika airnya pasang maka mulut Goa, sebagai
pintu keluarnya tertutup dengan air.
Beranjak dari
Goa Genes, menuju pulau kelelawar, Bat Island, terletak di bagian barat Raja
Ampat. Pulau kecil yang menjadi sarangnya kelelawar beristirahat di disiang
hari. Singgah di pulau kelelawar hanya sekedar ingin menikmati suasana
pantainya, dengan pemandangan indah untuk melihat matahari terbenam,
sunset bahasa anak sekarang. Mendengar
kata kelelawar sebagian wisatawan langsung membayangkan virus Corona, virus
yang sempat heboh di media online tentang yang sempat menggemparkan negara
China, virus yang telah menelan korban jiwa mencapai ratusan orang, yang
membuat mata dunia mulai cemas tercemarnya virus tersebut. Tentunya kelelawar
di pulau Bat Man bukan untuk di makan sop nya, namun sekedar memperhatikan
bagaimana kehidupan kelelawar di pulau tersebut. Menurut tutur gaidnya,
kelelawar akan keluar di sore hari menjelang mata hari terbenam. Dasar
kelelawar siangnya tidur cari makannya malam. Ini menjadi hal buruk jika
dilakukan oleh manusia, manusia yang mencari makan di malam hari, ketika siang
mencari penginapan adalah kelelawar yang berakal. Menjelang malam kamipun
kembali ke penginapan.
Destinasi Wisata Hari Ketiga
Sabtu tanggal
01 Februari 2020, seperti biasa, aktifitas di mulai dengan sarapan pagi di
Resto Koprak Resto yang tersedia di vila
Koprak, vila yang tersedia kamar yang dapat menampung sekitar 130 orang tersebut
kamar per kamarnya berjejeran di pinggir laut wilayah pemerintahan Raja Ampat,
tempat penginapan yang vilanya berjumlah enam puluh kamar. Perjalanan hari
ketiga dimulai pukul 08.30. WIT., waktu Raja Ampat, perjalanan pertama hari
ketiga menuju pulau dikawasan Piaynemo.
Perjalanan
laut, gelombang dan ombak sudah menjadi hal yang biasa bagi penghuninya,
buih-biih bertaburan di atas permukaan laut, busa-busa air memecah di tepi
pantai, gelombang besarpun menjadi ayunan bagi seorang pelaut. Santai dan
tenang ketika perahu mesin yang mereka tumpangi memecah ombak. Tak ada rasa
khawatir dalam diri mereka, kecuali yang ada hanya rasa syukur. Bersyukur
kepada Tuhan yang Maha Esa, telah dititipkan anugerah syurga, sebagaimana Ibu
Nina menuturkan laut Raja Ampat keindahannya bak syurga yang jatuh ke bumi.
Gelombang dan
ombak memaang tak tentu ayunananya, laut dan darat memang tak sama, hanya
dirimu dan lautan saja yang sama. Ketika suatu waktu dulu, seorang lelaki
pelaut mencoba untuk merayu kekasih hatinya, dengan mencoba menyentil hati seorang
wanita yang sa’at ini sudah sah menjadi almuni hatinya. Sang pemuda laut
berkata kepada kekasihnya “dek, kamu dan lautan itu sama”, mendengar ucapan
tersebut sang wanita keheranan, kenapa pula saya sama dengan laut abang, sang
wanita keherana, namun berbeda dengan sang lelaki dengan penuh keyakinan, pemuda laut menjawab,
kamu dan lautan “sama-sama telah memabukkan abang”. Dasar seorang wanita, digombalin
begitu saja mudah percaya. Wanita itu
hatinya rapuh, mudah tersentuh, mudah jatuh, namun susah menerima kenyataan.
Jika sudah terkadong hatinya, sama pemuda laut saja di bakal berkorban
segalanya. Pemuda laut tidak hanya pandai mengayuh sampan, apalagi mengayuh
hati seorang wanita.
Perjalanan Laut
hari ketiga menuju pulau Piaynemo, susana laut sangatlah tenang, harinya
sangatlah cerah, cuacanya juga sangat bersahabat, ombak-ombak yang menghiasi
permukaan lautpun tidak begitu melenggak-lenggokkan dirinya. Ketenangan kapal
berlayar, seperti tenangnya diri anak manusia di sa’at rasa berkasih kasih
sayang dengan sesamanya yang terwujud antar individu, antar personal, dan antar
komunitas sosial.
Wistawan lokal
menuju pulau Raja Ampat kali ini adalah, wisatawan yang notabene mantan pejabat
setingkat KANWIL di perpajakan negara. Pengalaman kerja mereka soal perpajakan
tidak dapat di ragukan lagi. Segudang prestasi yang sudah mereka raih,
mendandakan mereka-mereka adalah para pejabat-pejabat bertalenta di eranya.
Banyak hal harus dipelajari dari pengalaman hidup mereka, banyak kisah yang
harus ditangkap untuk diambil pelajarannya. Baik persoalan yang menyangkut
dengan masalah pribadi, keluarga, dan dunia kerja. Begurulah pada yang sudah
pengalaman, belajarlah pada orang yang sudah meraih kemenangan. Seperti pepatah
minang mengatakan “ambiek contoh yang alah sudah, ambiek tuah yang alah
manang”. Wisatawan kali ini adalah para pemenang, sambil melanjutkan perjalanan
menuju pulau Piaynamo memakan waktu lebih kurang dua jam.
Beberapa sa’at
hampir berlabuh di pulau Piaynemo, Speedbot yang membawa rombongan wisatawan
disambut dengan ombak-ombak yang tidak biasa. Ombak yang hari sebelumnya tidak
sperti sa’at hampir tiba di pulau Paiynemo. Seperti turbulensi udara, dalam
perjalanan pesawat, ayunannya disebabkan oleh karena angin mencandai para awak
pesawat dan seluruh isi di dalamnya. Berbeda dengan cara ombak bercanda,
hempasan-hempasan ombak sangatlah kuat, Speedboat yang kami tumpangi pada hari
kedua meloncat-loncat di atas air bak seorang pesilat sedang memainkan gerakan kungfu
monyet. Hempasan seperti ayunan yang di tarik dengan kemarahan.
Hatiku bergumam,
duhai laut, tak biasa bagi kami bercanda seperti itu, tidak lumrah bagi orang
sunda, jawa, padang, dan Aceh bersenda gurau dengan caramu. Gaya bercandamu
sangatlah brutal, hei ombak kamu tidak mengerti filisofi orang sunda dan jawa bagaimana
mereka berkomuniksai dengan sesamanya. Cara bercandamu seperti pedagang di
pasar yang saling merebut pelanggan, bercandamu seperti dua pasukan yang saling
berperang dan ngebet sangat ingin
menang, gaya bercandamu seperti tentara Israel menyerang perkampungan
Palestina. Sudahlah wahai ombak, kami tidak tahan, kami tidak kuat, hentiikan
semua ini, atau kamu ombak kami lapor pada pegiat Hak Azazi Manusia (HAM),
sebab cara bercandamu sudah melawan fitrah kemanusiaan dan batasan kesopanan
masyarakat beradab, hei ombak cara bercandamu brutal, jahat dan nakal.
Tepat pada
pukul 10.00 WIT., Speedboat yang kami tumpangi tiba di Genosite Piaynamo, kapal
tranportasipun merapt ke pinggir dan mencari lokasi yang tepat dan indah untuk
dinikmati oleh para pengunjung. Pulau Piaynemo terdapat Anjungan Pandai (viewpoint),
berjarak tempuh distance 122 m., dengan ketinggian 59 m. Dari permukaan
laut, dan jumlah anak tangga lebih kurang mencapai 300 anak tangga. Bagi
wisatawan yang sanggup menaiki satu persatu, dipersilakan untuk menaiki
mencapai 300 anak tangga, bagi yang tidak sanggup dipersilakan menunggu di
bawah, ditempat berlabuhnya transportasi air yang sudah terparkir, atau di
kios-kios kecil yang sudah disediakan bagi pengunjung dengan beberapa jenis
minuman dijual di sana.
Naik kepuncak
gunung Piaynemo, dengan ketinggian mencapai 30 m., lebih kurang dan 300 anak
tangga yang sudah disediakan oleh pemerintah Raja Ampat, untuk membantu para
wisatawan dengan mudah naik ke atas puncaknya. Menurut pengalaman Bapak Said, etinggian
bukit Piaynemo, agak susah untuk seusia beliau, yang sudah berumur 74 tahun.
Semua para wisatawan merasakan hal yang sama. Suasana di atas bukit adalah
suasana pegunungan. Reboisasi alam sangatlah terasa di bukit Paiynamo,
pohon-pohon yang rindang, rampak, dan besar, tapi sayang tidak ada yang bisa
mejelaskan dari para kru gaid wisata untuk menjelaskan nama-nama pohon yang
terdapat di bukit Paiynamo, disepanjang anak tangga yang sedang di naiki.
Menurut
informai yang diketahui oleh Uda Datoak Majo Nan Sati Bapak Suherman Saleh,
bahwasanya, bukit Paynemo pada mulanya adalah laut. Laut yang terdapat di
wilayah kerajaan Raja Ampat. Informasi yang disampaikan beliau, bahwa bukit
Paynemo pada dasarnya adalah dasar lautan, setelah ditenggelamkan oleh
peristiwa besar. Turunnya ketinggian laut memunculkan beberapa bukit. Salah
satu bukitnya adalah bukit Paynemo, yang dijadikan puncak wisata bagi para
pengunjung. Dari atas bukit Paynemo dapat melihat panorama alam di dasar laut dengan
beberapa bukit kecil lainnya. Kawasan wisata Paynemo Raja Ampat, beberapa waktu
yang lalu, sudah dikunjungi oleh orang nomor satu di Republik tercinta ini,
Bapak Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo bersama Ibu Negara. Sebagai
bukti bukit ini adalah laut, menurut Uda Datoak Majo Nan Sati, bukit yang sudah
membentuk pegunungan ini terdiri atas batu karang, di atas batu karang inilah
berbagai macam jenis pohon tumbuh. Pada pukul 12.30 WIT., waktu Raja Ampat, wisatawan
singgah di Resto Piaynemo Homestay, menunaikan keperluan dunia dan hajad
akhirat, makan siang dengan menunaikan shalat dhuhur bersama. Walaupun menjaja
pulau-pulau kecil di laut Raja Ampat, yang namanya kewajiban sebagai makhluk
yang beratauhid pada Tuhan yang satu tetap menjadi bagian yang diutamakan,
walaupun dalam suasana liburan.
Bergerak dari Resto
Painemo Home Stay, langsung menuju lokasi wisata Telaga Bintang. Lokaai wisata
yang begitu ekstrem, lokasi berbukit dan bebatuan. Gunung Batu, yang hanya bisa
di naiki oleh orang-orang yang fisiknya kuat. Mengingat wisatawan berusia tidak
muda lagi, sebagian besar wisatawan hanya menunggu di bawah saja, tidak layak
usia tua menanjak tebing yang tinggi yang fasilitasnya hanya bebatuan saja,
tanpa adanya pegangan sama sekali, naik merangkak turunnya harus meranjak.
Sangking seramnya, yang berhasil naik ke puncaknya, seperti Bapak Taufik beserta ibu taufik, sampai turun lagi
disambut dengan tepuk tangan kekaguman bagi yang lainnya, sebab sudah berhasil
naik dan turun dengan baik ke atas bukit yang tinggi dan bebatuan yang tajam.
Telaga Bintang yang
di bawahnya terdapat kumpulan air laut berbentuk danau, di mana air yang
mengelilingi bukit-bukit batu yang tinggi, dimanjakan dengan pemandangan hijau
air laut. Merefres mata adalah tempat yang paling baik bagi yang bermasalah
dengan kejenuhan saraf-saraf matanya. Hijau air yang tenang, seolah-olah alam laut
Telaga Bintang mengajari tentang ketenangan hidup. Dalam menghadapi masalah
hidup filosofi Telaga Bintang layak untuk di ambil sebagai pelajaran, makna,
arti, dan hakikat dalam memahami setiap masalah. Pemandangan yang indah
dipandang mata, ditambah dengan kicauan burung-burung di udara, burung-burung
yang terbang di atas para wisatawan seolah-olah burung ingin menyapa
segerombolan tamu-tamunya yang sa’at ini sedang berada di wilayah udara
kekuasannya. Sambil bersuka ria para wisatawan dan wisatawati bercanda dengan
sesama, sambil bersorak ria, tanda senang dan bahagia. Selesai berada di Telaga
Bintang, rombonganpun berangkat ke lokasi wisata berikutnya, masih di laut Raja
Ampat.
Sawendare,
pulau kecil yang dihuni oleh dua puluhan per kepala Keluarga (KK), pulau kecil
ditengah-tengah laut Raja Ampat ini adalah kelompok mata pencaharian pelaut.
Pinggiran laut dengan dermaga yang sudah tidak layak lagi digunakan untuk
bersandar Speedboat yang membawa wiasatawan terpakas bersandar secara manual tanpa
bersandar di dermaga. Sesi kali ini adalah sesi berenang, berenang di laut merupakan
yang paling ditunggu-tunggu oleh para bapak-bapak dan ibu-ibu. Mereka berenang,
bertingkah polah seperti anak remaja, seolah-olah sejenak mereka melupakan
usianya. Ternyata bagi yang melakukan destinasi wisata, usia bukanlah menjadi
ukuran memilih apa saja yang harus dilakukan, berenang di laut sesuatu yang
menantang bagi mereka. Ada yang mengajak pasangannya berenang bersama, ada yang
tidak berkesempatan berenangg dengan istrinya, sebab tidak semua para ibu-ibu
ikut menikmati berenang bersama.
Kegembiraan
berenang di dalam laut yang agak dalam airnya. Walaupun tidak begitu dalam,
namun cukup membuat bagi yang alergi dengan kata berenang menjadi menakutkan,
dan bisa tenggelam, syukur-syukur sekedar tenggelam, bagaimana kalo di bawa
arus sekalian. Arus di tepi pantai pulau Sawendare tidak begitu ekstrem
arusnya. Ombaknya tenang, gelombangnya tidak begitu kelihatan. Ketenangan
suasana air, ombak, dan gelombang membuat kegiatan berenang bapak ibu wisatawan
dan wisatawati sangat nenikmatinya. Menikmati berenang sambil melihat ikan yang
ikut berenang bersama para wisatawan.
Berbagai macam
jenis ikan berwara-wiri mengelilingi Speedboat yang parkir di tepi laut.
Ikanpun ikut berenang, dan sepertinya cukup ikut menikmati kesenaangan dan
bahagianya bapak ibu yang sedang menikmati sejuk dan ademnya air laut di pantai
Sawendare. Ada yang berenangnya sudah tidak lincah lagi, ada yang harus dipandu
oleh gaid wisatanya, ada yang lincah dan mampu berenang sendiri. Yang berenang
minta di foto, sementara yang tidak ikut berenang, hanya menikmati kegiatan
mereka berenang di dalam air lepas Pantai Sawendare. Menjelang sore hari,
tepatnya pukul 17.30 WIT., waktu Raja Ampat, sa’atnya melakukan perjalanan
pulang menuju penginapan.
Malam kedua
menginap di penginapan Koprak, sajian makan malam kali ini agak spesial dari
sebelumnya, ikan Kerapu menjadi menu makanan utama. Ikan kerapu yang di masak
oleh tangan-tangan profesional menambah
rasa yang sangat aduhai. Ikan yang mengandung unsur elektron listrik ini, mampu
meningkatkan stamina yang seharian sudah terkikis, sebab kelelahan melakukan
aktifitas perjalanan laut yang menempuh waktu beberapa jam lamanya, dari pagi
hingga sore hari. Malampun semakin larut, mata dan kelelahan tidak bisa menipu
rasa, setiap dari kami memilih untuk beristirahat, sembari mempersiapkan
kembali kekuatan untuk melakukan perjalanan menempuh destinasi hari ketiga,
menjaja pulau-pulau wisata yang ada di laut Raja Ampat.
Destinasi Wisata Hari Keempat
Perjalanan hari
ketiga, tanggal 02 Februari 2020, diawali dengan sarapan pada pukul 05.30 WIT.,
waktu Raja Ampat. Hari ini, perjalanan destinasi menuju pulau Wayak, yang
jaraknya menempuh durasi perjalanan mencapai tiga jam lebih kurang. Sebab
perjalanan dengan rute yang agak jauh dari penginapan, tentunya para gaid
mengabarkan kepada wisatawan, kita akan berangkat lebih awal dari sebelumnya.
Mengingat perjalanan kita jauh, mencapai waktu tiga jam pergi dan tiga jam
untuk kembali ke penginapan. Alasan kemalaman di jalan menjadi pertimbangan
utama bagi gaid, mengingat, jangan sampai kemalaman di laut ketika menuju
pulang, maka destinasi dilakukan lebih cepat dari haru sebelumnya.
Pada pukul 05.30
WIT., waktu Raja Ampat, menu sarapan pagi sudah disediakan oleh pihak resort
hotel Korpak, sarapan lebih awal harus dilaksanakan, sebab hari ini, berangkat
menuju tempat destinasi lebih awal, tentunya harus di awali dengan sarapan pagi
lebih awal juga. Sarapan pagi di resto tepi laut sambil melihat matahari terbit
sesuatu banget. Menu sarapan ala turis manca lokal lengkap dengan buah, roti,
dan kopi ala Raja Ampat. Rasa kopi khas nusantara memang unik dan beragam
aroma. Jika Indonesia bagian barat punya aroma kopi Aceh, kopi Ule Kareng dan
kopi Gayo, maka Indonesia bagian timur Raja Ampat Papua, mempunyai aroma khas
tersendiri. Seteguk kopi Raja Ampat di seduh, sejuta inspirasi muncul, ditambah
lagi dengan desingan ombak di tepi pantai dan luasnya cakrawala laut yang
membentang, seolah-olah laut menunjukkan kepada kami bahwa Synei Australia
tidak jauh lagi dari tempat berdiri. Mengingat Sydney, tentunya pikiran saya
teringat dengan beasiswa dengan scor toefl enam ratus lima puluh lebih.
Tepatnya pukul 07.00
WIT., waktu Raja Ampat transportasi laut mulai bergerak menuju pulau Wayak. Snorkeling
bersama ikan Hiu, begitu penjelasan Gaidnya, bermain di air dengan Ikan besar,
para wisatawan sebelum masuk ke Pulau Wayak para wisatawan harus melapor ke pos
penjaga laut di pulau tersebut, Kampung Seipele namanya. Menjadi kebiasaan adat
bagi masyarakat Papua untuk saling memberi tahu jika memasuki suatu wilayah,
ada dua perkampungan yang harus dilewati ketika menuju Pulau Wayak, Kampung
Saipele dan Kampung Saliyo. Dua kampung ini berhak menerima retribusi disetiap
wisatawan menuju Pulau Wayak. Aturan pembagian retribusinya dilakukan setahun
sekali, setiap bulan desember sudah menjadi kebiasaan bagi dua perkampungan
tersebut membagi hasil pemasukan retribusi yang melintas menuju indahnya suasana
wisata di Pulau Wayak.
Seperti hari
sebelumnya laut di Raja Ampat, disa’at pagi hari, suasna ombaknyga sangatlah
bersahabat. Cuaca pagi yang begitu cerah, matahari mulai menampakkan cahayanya
semenjak pukul 06.00 WIT., waktu Raja Ampat, matahari mebuka mata sinarnya,
memberi rahmah cahaya dengan menerangi bumi. Ketika matahari mulai memancarkan
sinarnya, bergegaslah setiap jiwa-jiwa yang akan mengais rejeki di setiap sudut
laut Raja Ampat Sorong Papua, dominasi pekerjaan masyarakatnya adalah sebagai
nelayan.
Ombak laut nan
tenang, membuat seluruh isi Speedboat, terenyuh dan diam, sambil memandang
indahnya pemandangan di pagi hari, warna laut yang hijau, pemandangan sejauh
mata memandang dibatasi dengan tingginya gunung-gunung di tepian pantai.
Ketenangan air laut membuat daku terenyuh dan sekilas dengan tiba-tiba
terbayang wajah teduh sang resonansi hati. Bak air yang tenang, ketika masa
indah dirasa, tanpa gejolak, tanpa masalah, tanpa riak, tanpa emosi yang ada
hanyalah kerinduan disetiap sa’at, rindu ingin bertemu walaupun hanya untuk
menatap saja dari kejauhan.
Air yang
tenang, kata menghanyutkan, begitulah umpanya diriku dan dia ketika dikala itu
belum ada riyak gelombang yang mempengaruhi gerak ombak di perairan laut Sorong
Raja Ampat Papua. Badai ternyata telah merubah suasana ombak, ombak yang
sebelumnya tenang berubah daya menjadi berkecamuk, menghempas setiap apa yang
ada di hadapannya, apa saja di dorong kesana-kemari tidak terkecuali kapal
kecil yang kami tumpangi. Seolah-olah badai itu murka kepada para wisatawan. Murka sebab hati tidak lagi bersyukur akan
ketenangan masa yang selama ini telah dititipkan kepada jiwa, bahwa setiap
keindahan yang sedang dirasakan harus disyukuri dengan mengucapkan “subhanallah”,
hanya rasa syukur yang diminta. Lalu kenapa manusia banyak mengingkarinya. Menembus
lamunanku kapal terus bergerak menuju Pulau Wayak dengan durasi waktu mencapai
tiga jam lebih kurangnya.
Memahami kamu
duhai resonansi hatiku, seperti aku melihat laut, teduh dan tenang ketika
airnya tidak berombak, semakin besar ombaknya semakin aku terhuyung. Dikala kedutuhan
air laut menampung kapal di atasnya, apa saja dan bagaimanapun aku berenang di
dalmnya tidak akan ada hempasan. Meloncat, mendorong air, menganyuh tangan,
menggelindingkan badan, engkau menampungnya dengan berbagai daya. Namun berbeda
disa’at ombaknya bergerak kencang aku tidak bisa lagi berenang di atasnya, aku
tak dapat lagi merebahkan jiwa di kesejukan airnya, air semakin deras semakin
menghempaskanku terbawa arus yang tajam , dan akupun hanyut ke muara hidupku. Luasnya
laut ternyata tidak seluas hatiku dan hatimu di sa’at kita sedang menimbang
rasa dan menuai masalah. Laut yang luas tidakkah dapat memberi pelajaran kepada
kita tentang cakrawala rasa yang saling menampung, mengayomi, menimbang
masalah, dan saling memahami., tentunya sperti luasnya memahami laut dikala kita
berjalan di atasnya.
Bukan laut namanya
jika tidak berombak, bukan lautan namanya jika tak bergelombang, namun ombak
laut hanyalah riyak kecil saja, di mana dengan riyak tersebut dapat
menghayutkan jiwa dan badan perahu dengan olekan yang beraturan. Lenggak-lenggok
yang diberikan oleh ombak itulah kenangan indah yang suatu sa’at nanti akan
dirasakan indah ketika mengenangnya. Bukan lautan namanya jika tidak
bergelombang, namun gelombang tersebut cukup mempercantik tepi pantai dengan
gulungan air yang meninggi menghempas buih menuju tepi pantai. Dengan gelombang
tersebut para peselancar dapat berjalan dengan baik dan tenang. Ombak adalah
ayunan yang menghanyutkan jiwa sementara gelombang adalah gerakan yang dapat
mengguncang perasaan di dada. Ombak dan gelombang merupakan dua keindahan laut
yang mampu menarik perhatian jiwa dan raga para penikmat kasih sayang di dunia.
Begitu juga
dengan perjalanan hidup manusia. Bukan hidup namanya jika perjalannannya
selembut sutra, bukan hidup namanya jika perjalananya tidak menimbulkan
masalah. Hidup saja sudah menjadi maslaah, matipun akan menambah masalah.
Tentunya masalah itu muncul ketika kita
mempermasalahkan tentang masalah. Hidup adalah masalah jika jiwa tidak seperti
laut. Hidup akan menjadi rumit jika pikiran tidak seperti gelombang yang
memecahkan ombak, lalu menjadi buih, dan buih kehadirannya memperindah suasana
pantai. Begitulah seterusnya dimaknai perjalanan hidup ini. Masalah yang ada
harus diolah menjadi buih-buih keindahan yang dikemudian hari kita akan
tersenyum bersama, ketika kita mengenang peristiwa-peristiwa masa lalu yang
telah menghanyutkan jiwa anak manusia.
Tepatnya pukul
09.00 WIT., waktu Raja Ampat, tiba di Pangkalan BBM Waitunu, Distrik Waigeo
Baray Daratan Kabupaten Raja Ampat Kampung Seipele, wilayah izin masuk menuju Pulau
Wayak. Berhenti sejenak, para awak kapal mulai beraktifitas suasana pagi, badan
yang dihuyung goncangan kapal bersama ombak membuat perut menjadi kosong. Waktu
seperempat hari, sa’atnya perut di isi dengan makanan ringan yang semenjak tadi
malam, Uda Datoak Majo Nan Sati sudah mempersiapkannya, membeli makanan ringan
di kota Raja Ampat. Sudah menjadi kebiasaan Uda Datoak, kalo soal makanan
jangan ditanyak, apa saja dibeliin yang penting semuanya happi dan bahagia. Setelah
berhenti sejenak di pelabuhan kecil Seipele, perjalanan menuju Pulau Wayak
dilanjutkan kembali.
Menurit Uni
Erna, suasana keindahan Raja Ampat sangatlah indah, ciptaan Tuhan yang Maha
Esa, apalagi suasana keindahaln di dasar lautnya, menurut Uni Erna sangatlah
mengagumkan, yang tidak terduga keberadaan ikan dengan jumlah yang beribu-ribu
ekornya berjelan berenang secara bergerombolan, namun tak satupun yang dapat di
tangkap. Inilah kekayaan alam Indonesia, begitu kata Uni Erna. Uni Erna melanjutkan
di kemudian hari beliau berharap bisa mengunjungi kembali laut Raja Ampat,
melihat kembali keindahan alamnya yang begitu indah. Terima kasih Tuhan engkau
telah menyampaikan kami di pulau syurga yang jatuh ke bumi. Uni Erna adalah
salah satu adik perempuannya Uda Datoak Majo Nan Sati Bapak Suherman Saleh.
Tiba di Pulau
Wayak, tepatnya pukul 09.45 WIT, waktu Raja Ampat, kapal kecilpun mulai
merapatkan badannya di tepian pantai pasir putih. Pulau Wayak dengan ribuan
keindahan yang ditampilkannya mengundang decak kagum bagi para pengunjung. Alam
yang begitu indah, laut yang diapit dengan bukit-bukit gunung berbatu karang. Antara
bukit ke bukit di pisahkan dengan muara yang airnya sangat hijau, pertanda lautnya
sangatlah dalam.
Suasana berfoto
ria di pulau ini agak berbeda, mengambil viewnya dari atas kapal yang parkir di
atas air, tengah teluk di antara bukit-bukit yang menjulang tinggi seperti
gunung. Masing-masing wisatawan mengambil sesi foto dengan berbagai macam gaya.
Ibu-ibu bergara ceribel sementara bapak-bapak bergaya ceriboy. Kegembiraan
mereka tidak bisa ditakar dengan usia,. Masa-masa remaja sudah lewat bagi
mereka, namun nostalgia masa remaja sepertinya masih kemaren hari saja dalam
ingatan wisatawan yang masing-masing dari mereka sudah mempunyai cucu. Usia
bukanlah hambatan untuk mereka mengulang rasa kembali muda, walaupun usia tidak
bisa diulang kembali namun rasa itu bisa di praktekkan kembali kapan saja, di
mana saja, dan momen apapun, apalagi sa’at menikmati momen liburan di Raja
Ampat. “Han Tuha Lee” begitulah istilah Aceh menggambarkan jiwa muda
bagi yang telah meranjak usia tua. ”Han Tuha Lee” artinya adalah
seolah-olah usia itu tidak bakal tua lagi.
Singgah di Pulai
Wayak Puncak I, sesi foto di pantai pasir putih, dengan latar belakang hutan
pegunungan konservasi alam. Masih dengan suasana teluk yang di apit oleh ratusan
bukit-bukit batu dengan ketinggian puluhan meter menjulang ke langit. View yang
terpancar dari pulau konservasi ini menambah keindahan dari view sebelumnya.
Tidak ketinggalan para wisatawan dan wisatawati ikut nimbrung bareng menikmati
foto dengan view yang berbeda-beda. Masih dengan situasi dan perasaan “Han
Tuha Lee”, Bu ibu dan pak bapak bergaya bak foto model yang sedang
mengambil sesi foto modeling.
Berlabuh di
salah satu pulau yang ada fasilitas sanitasi dan fasilitas tempat ibadah,
sambil menikmati makan siang yang sudah disediakan oleh kru gaidnya. Mengambil
posisi di mana pulau ini pantainya memiliki keunikan tersendiri. Pantai yang mudah
untuk melakukan snokeling, airnya yang tidak begitu dalam, dan juga bisa
berenang dengan ikan Hiu, pantai ini sudah menjadi kebiasaan, jika ada Speedboat
yang menepi di pinggir lautnya membawa wisatawan dengan sendirinya Hiu-Hiu
berukuran sedang merapat ke pinggir pantai, menyapa para wisatawan, bukan hanya
menyapa dengan senyum dan khas bahasa ikan, Ikan Hiu tersebut juga bisa di ajak
berenang bareng dan bersua foto bersama. Sa’atnya menikmati berenang dan sua
foto dengan ikan-ikan bertubuh sedang tersebut.
Selesai
berenang dan bersua foto dengan Ikan Hiu, tepatnya pukul 14.30 WIT., waktu Raja
Ampat, rombongan wisata kembali ke penginapan. Mengingat rute yang ditempuh
pada perjalanan destinasi menempuh jarak tiga jam perjalanan menggunakan kapal
cepat, maka untuk kembalipun juga di percepat. Menempuh rute yang sama sambil
mengambil view foto di rute yang di lalui, lokasi yang digunakan untuk
mengambil view perbukitan ditengah laut, di teluk Kabui. Selesai mengambil foto
dengan latar belakang pegunungan, perjalanan dilanjutkan kembali menuju
penginapan, sampai ditempat pada pukul 17.30 WIT., waktu Raja Ampat.
Malam yang
dingin di tepi laut Raja Ampat, hotel dan resort Korpak menjadi saksi, malam
perpisahan destinasi yang telah dilakukan. Selesai makan malam bersama-sama
wisatawan dan wisatawati, menikmati berbagai macam hidangan makanan. Malam
terakhir di Raja Ampat, menu makanan yang tersaji berbeda-beda, menu Udang
Lobster yang disediakan para awak hotel menambah semangat perpisahan menjadi
riang gembira. Setelah seharian melakukan perjalanan laut menempuh durasi enam
jam, tiga jam menuju pulau wayak dan tiga jam pula kembali ke penginapan,
ditambah dengan berkeliling untuk mengambil view-view cantik untuk di
dokumentasikan bersama-sama. Baik dengan keluarga, pribadi, dan berfoto
bareng-bareng. Malam nan sejuk, mengikuti arahan Uda Datoak Majo Nan Sati untuk
sedikit berbagi cerita tentang apa yang di rasakan selama bersam-sama melakukan
perjalanan wisata ke Raja Ampat, raut wajah kesedihan begitu kelihatan dari
wajah-wajah mereka, sebab perpisahan destinasi wisata tinggal hitungan malam
saja.
Destinasi Wisata Hari Kelima
Pagi tanggal 03
Februari 2020, pukul 06.00 WIT., waktu Raja Ampat, sesi sarapan pagi,
bersama-sama dengan wisatawan dan wisatawati, menikmati suasana pantai pagi
hari di Hotel Korpak. Makanan yang tersaji, diantaranya adalah nasi, buah,
kopi, teh. Seperti biasanya sarapan pagi pada umumnya. Perbincangan pagi mulai bergeser
ke ranah perkembangan bangsa. Mengarah perbincangan ke persoalan lain
disebabkan hari ini tidak adalagi desnitasi wisata yang dituju, kecuali menuju
Sorong, untuk berangkat menuju pulang. Banyak hal lain yang dibahas, menyangkut
dengan guyonan Madura, politik bangsa, perkembangan ekonomi, dan masalah yang
lagi-lagi hangat dibicarakan ditingkat nasional, godokan tentang Undang-Undang Omnibus
Law. Melupakan sejenak tentang liburan, ngefres pikiran di pagi hari dengan
menu pagi dan peroalan politik, ekonomi, dan nasib masa depan anak bangsa.
Senin pagi,
tepatnya pukul 07.30 WIT., waktu Raja Ampat, rombaongan wisatawan dan
wisatawati, berangkat menuju Sorong, untuk melanjutkan perjananan menuju
Jakarta. Masih dengan alat transportasi yang sama, Speedboat yang bernama
Karisma Akbar, bersama awak kapal dan para gaid wisata OASIS Raja Ampat. Laut
pagi Raja Ampat begitu tenang, teduh, datar, bersahabat, menambah roman suasana
hati. Melihat laut pagi ini, ada pesan kesedihan yang ditangkap dari suasana
alam di Resort Korpak Raja Ampat. Tanpa terlihat kasat mata kesedihan alam
melepaskan kepergian wisata asal Jakarta dan sekitarnya, namun bisa di rasakan
lewat liukan dedaunan yang melambai-lambai fisiknya, mengayun cabangnya,
mengeprak-ngeprak rantingnya, berbaris menyaksikan kepergian lami meninggalkan
Raja Ampat. Kesedihan itu terasa melalui telepati bathin jika alam Raja Ampat
bersedih rasa, sebab berpisah dengan kami. Wajah-wajah lucu, gembira,
bersahabat, care, ramah, terasa seperti berkumpul dengan sodara sendiri. Hari
ini, wajah-wajah lucu, gembira, bersahabat, seperti wajah bayi tanpa dosa, kini
wajah itu tidak lagi bertatapan dengan alam Raja Ampat.
Menuju Sorong,
kapal mulai bergerak dengan kecepatan rata-rata, mencapai Sorong dengan durasi
waktu hampi dua jam lebih kurangnya. Ombaknya mengiringi kepulangan kami dengan
sangat bersahabat, walaupun di sela-sela membangun rasa bersahabat itu,
sebagian dari air laut Raja Ampat mencoba menggoda para awak kapal yang
dipenuhi oleh rombongan wisata dengan mencoba meninggi ombaknya supaya kapal
yang kami tumpangi sedikit bisa meliuk kekiri dan kekanan, ke atas dan bawah.
Semua itu adalah cara alam menjalin komunikasi dengan manusia. Hanya rasa
syukurlah yang bisa memahami senggelon alam laut, sehingga rasa takut dalam
melakukan perjalanan laut hilang, sebab alam Cuma bercanda dengan makhluk Tuhan
yang katanya berakal.
Sepanjang
perjalan, berbagai aktifitas parawisata di dalam kapal, berawal dari do’a
bersama untuk keselamatan perjalanan di atas air, sesuai dengan agama
masing-masing, sebab perjalanan kali ini adalah perjalanan nusantara.
Aktifitasa selama dalam perjalanan ada yang berbicara dengan temannya yang
disamping, ada yang bernyanyi, ada yang sibuk dengan mempercantik diri bagi
ibu-ibunya, ada yang bercerita tentang pengalaman yang dirasakan sa’at
melakukan destinasi ke beberapa pulau pada hari sebelumnya, ada yang diam sambil
mengarahkan pandangan matanya ke arah laut lepas, menikmati indahnya alam laut Raja
Ampat. Kebahagiaan begitu terlihat dari raut wajah bapak dan ibu wisatawam dan
wisatawati.
Pukul 09.00
WIT.,waktu Sorong kapal sampai dan merapat di pelabuhan Sorong. Perjalanan
diteruskan menuju tempat pembelanjaan pakaian, Icon Raja Ampat. Berbagai jenis
corak pakain kaos lengan pendek, pakain-pakain ini akan dibawa pulang pada
keluarga dan kolega masing-masing wisatawan. Bentuk cendra rasa berupa pakaian,
sebagai tanda pernah menginjakkan kaki di Sorong Papua. Berbagai jenis motif
pakaian diborong oleh masing-masing wisatawan, sesuai dengan selera dan
kesukaan hati masing-masing. Menuju Billy Bakery, melihat dan membeli berbagai
macam jenis Roti Gulung Abon, makanan khas Sorong. Lalu melanjutkan perjalanan
menuju Rumah Makan Warung Makassar Mandiri di Sorong. Makan siang terakhir di
Sorong Papu belum melanjutkan perjalanan menuju Jakarta, dengan rute perjalanan
transit di bandara Sultan Hasanuddin Ujung Pandang Makasar. Memasuki Bandara
Domine Eduard Osok, mengikuti proses check in, administrasi penerbangan.
Tepatnya pukul 14.52 WIT., pesawat Garuda Indonesia take of Menuju Ujung
Pandang Makasar. Pesawat yang kami tumpangi, Garuda Indonesia mendarat di
bandara Sultan Hasanuddin Marose tepatnya pukul 17.34 WIT., Pukul 18.40 WIB.,
waktu Jakarta pesawat Garuda Indonesia mendarat di Bandara Internasional
Soekarno Hatta.
Terima kasih
Uda Datoak Majo Nan Sati beserta ibu, atas tiket liburannya menuju destinasi
wisata ke Raja Ampat. Hanya Tuhan yang
dapat membalas kebaikan tersebut, “ Jazakumullah Khairan Kathira”. Dan terima
kasih juga buat bapak dan ibu yang sudah hadir seperti keluarga sendiri. Tidak ada
rasa perbedaan, tidak ada rasa canggung, tidak rasa ketidaksukaan, tidak ada
rasa curiga, dan tidak merasa asing ketika kami berbaur bersama, semua momen
terasa seperti berada ditengah-tengah sodara sendiri. Terakhir terima kasih
juga kepada ustadh Danial yang sudah menghabiskan waktunya untuk mengurus tiket
dan keperluan lainnya untuk kami, dan juga terima kasih kepada keluarga Ustadh
Danial yang sudah menyambut dikala tiba di Sorong, dan melepaskan kami ketika
kembali ke Jakarta, walaupun tidak lama berkunjung kerumah Ustadh Danial, namun
kaki dan badan ini sudah pernah singgah dirumah yang disambut dengan senyum
ibu, kakak, abang, dan sodara yang lainnya.
Oleh: Amfat Es
Dot Fil, Raja Ampat, 02 Februari 2020
Komentar
Posting Komentar