COERCIVE POWER: KEKUASAAN MEMAKSA
Kekuasaan Paksaan atau Coercive Power ini lebih cenderung ke penggunaan ancaman atau hukuman untuk memengaruhi seseorang untuk bersedia melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya. Kekuasaan Paksaan ini adalah kebalikan atau sisi negatif dari Kekuasaan Balas Jasa (Reward Power).
Contoh ancaman atau hukuman yang diberlakukan jika tidak mengikuti perintah yang diinstruksikan antara lain seperti pemberian surat peringatan, pengangkatan, penurunan gaji, penurunan jabatan dan bahkan pemberhentian kerja atau PHK, memotong intensif, PTK/TC, dan lain sebagainya.
Coercive Power hanya dipraktekkan oleh sebagian orang yang berfikir hanya mementingkan dirinya sendiri, dan kelompok, serta koleganya saja. Sebab tidak mungkin dia akan mempertahankan dan menjalankan kekuasaannya secara sendiri-sendiri.
Bukan karena ketidakmungkinan itu terjadi akibat dia tidak mampu melakukaannya, dengan adanya seperengkat undang-undang yang memberikan keluasan yang sangat besar bagi seorang pemimpin untuk mejalankan kekuasaannya, seorang pemimpin mempunyai kekuatan penuh untuk melaksanakan proses kepemimpinan tersebut.
Ketidak mungkinan dia melakukan sendiri lebih pada cara mengolah sedemikian rupa untuk mendapatkan keuntungan dari aset negara atau daerah yang dikelolanya, bagaimana menciptakan turunan kekuasaan yang berdampak demokrasi pada masyarakatnya, namun dalam prakteknya dia sedang melaksanakan cara-cara diktator dalam menyusun strateginya.
Dia akan membuat sistem pemilihan pembantu kekuasaan seperti mentri, dan kedinasan, serta yang lainnya. Memainkan peran demokrasi di dalamnya, namun pada prakteknya dia tetap memilih sanak family, kolega, timses dan lain sebagainya, untuk menempatkan posisi-posisi penting agar supaya dia gampang mengontrol dan merampok kekayaan negara dan daerah. Seolah-olah demokrasi itu cuma lipstik semata.
Menyangkut dengan mengelola hasil belanja daerah, penganut mazha kekuasaan coercive power ini, akan mendikte dan menunjukkan kebijakan penuh pada satu, dua, atau tiga orang saja untuk melaksanakan proyek-proyek vital di negara dan daerahnya. Dalam bahasa yang paling lugas ada satu atau dua toke besar yang dipelihara olehnya, untuk melaksanakan pembagian pekerjaan, yang FI hasil pekerjaan akan dibagi dengan persen yang sudah disepakati. Dia bahkan kehilangan rasa malunya.
Model seperti ini, sangatlah mudah kita membacanya dalam permainan politik di daerah kita masing-masing. Berlagak demokrasi, namun hatinya membenci. Berlagak peduli, namun pikirannya mencaci maki, bahkan menjatuhkan.
Penganut mazhab kekuasaan coercive power, sifat kekuasaan yang melekat padanya adalah, akan melakukan sesuatu, bagaimanapun cara akan dilakukan, jika program tersebut menguntungkan dirinya, kolega, dan kelompoknya saja. Selebihnya cuma pencintraan.
Tuhan,,,,,hindari kami dari pola kepemimpinan seperti ini.
Bukankah Nabi-Mu. Nabi Muhammad saw., sudah pernah berdoa,:
"Ya Allah buat dia (pemimpin) yang menyakiti hati umatku dengan kebijakannya, bingungkan dia atas kepemimpinannya. Bingungkan di dunia saat dia memimpin, dan bingungkan di akhirat ketika dia dihisap nanti"......
Yok kita sama-sama aminkan doa Nabi ini........
AaaMiiiiiiiiiiiiiii...............
Sudah kelihatan bingungkah pemimpin di wilayah kita masing-masing....bingung dalam artian tidak ada programnya yang berjalan dan dinikmati sebagai suksesi dari turunan kepemimpinan yang berdampak pada pengembangan ekonomi masyarakat luas.
Komentar
Posting Komentar