ISHLAH HAJATAN: PERMUSUHAN IBLIS DENGAN MANUSIA
Artinya,
iblis berkata: "Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku
dari api, sedangkan Dia Engkau ciptakan dari tanah". Q. S. Shad/38: 76
Pada
sa'at ego diri muncul dalam pikiran manusia, maka apa yang dilihatnya dengan
pandangan mata akan menjadi kecil segalanya. Ego merupakan
bagian dari kesombongan yang melekat dalam jiwa manusia. Konon penyakit ini katanya, bawaan
dari asalnya. Prilaku orang tua mempengaruhi sikap anaknya, dominasi sikap ibu
lebih berpengaruh bagi anak dibandingkan prilaku yang diturunkan dari sifat bapaknya.
Bagi yang
sudah menjadi seorang ibu sebaik mungkin untuk menjaga
moral dengan baik, sebab anak akan mengikuti cara ibunya dalam bersikap. Ego
yang tertanam dalam diri manusia dapat dicerna dan dilihat dari sikap dan
tindakan prilaku kesehariannya. Sifat yang melekat pada ibu dengan mudah turun kepada anak
sebab patokan psikologi. Anak lebih dengan ibu dibandingkan dengan orang tua
dari pihak bapak.
Tingkatan
ego ini berbeda-beda, setiap orang pada dasarnya tidak bisa melepaskan diri
dari sikap egoisitas diri. Sudah menjadi sifat manusia bahwa
keinginan untuk menonjolkan diri memang sudah dibentuk ketika seseorang mulai
memahami, bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Interaksi yang membawa
pada penonjolan diri masing-masing, memaksa sifat ego menguasai diri manusia itu sendiri.
Tidak ada manusia yang ingin hadir dan dipandang
rendah oleh orang lain. Semua
yang terkait dengan keberadaan manusia eksistensinya pasti tersedia ruang ego
dalam dirinya dengan tingkatan yang berbeda-beda.
Bermacam
jenis keegoan yang melekat dalam diri manusia. Ada
ego oleh karena kekuasaannya, ada ego oleh karena
kekayaannya, ada ego oleh karena ingin dipandang hebat, ada ego oleh karena
ingin dilebihkan dari segala hal, ada ego oleh sebab
keinginannya yang menggebu-gebu, ada ego oleh sebab kepintarannya dibandingkan
yang lain, ada ego dengan ilmu pengetahuannya, ada ego sebab keturunannya, ada
ego oleh karena
mampu membangun relasinya, dan
terdapat berbagai
macam ego lainnya. Dari semua sifat ego tersebut, melekatlah sifat utama dalam
diri keegoan itu yaitu "amarah". Sifat
amarah ini mengantarkan manusia pada kesombongan dan ajang permusuhan kepada
sesama.
Kisah
egoisitas yang pertama dalam sejarah awal mula penciptaan kehidupan manusia, sebagaimana diperankan oleh iblis kepada Nabi Adam as. Iblis
adalah tokoh utama dari prilaku kesombongan yang pada mulanya ada. Kesombongan iblis bermula pada satu titik temu
menurut dirinya saja, tanpa mempertimbangkan titik seru pada tatanan yang yang
lain. Dikala Tuhan memerintahkan iblis untuk sujud kepada Adam as., sujud dalam
artian mengakui kehebatan dan kelebihan makhluk berupa manusia, yang telah
ditakdirkan Tuhan sebagai makhluk terbaik segala penciptaan yang pernah ada di
muka bumi.
Pada proses penciptaan ini, dan di sini iblis merasa
hebat sendiri, dengan pengetahuan yang diberikan kepadanya. Iblis merasa cakap
sendiri dengan pemahaman yang telah dianugerahkan kepadanya oleh Tuhan. Iblis
merasa bangga sendiri dengan apa yang sudah di milikinya, sehingga iblis
menafikan kehadiran Adam sebagai makhluk terbaik yang diciptakan Tuhan. Menafikan
keberadaan orang lain, baik menafikan idenya, sarannya, dukungannya, dan
penafian apapun merupakan ideologi setan yang terus berjuang untuk menciptakan
permusuhan di muka bumi.
Sejarah
iblis kembali terulang dengan bentuk dan aplikasi yang berbeda-beda.
Kisah kesombongan iblis bersama Nabi Adam as., dalam wujud yang nyata
(keberadaan iblis dan Adam benar-benar ada dalam pertarungan yang nyata, bukan
pertarungan semu yang tidak kelihatan siapa musuh dan siapa lawannya).
Konsekuensi dari kesombongan iblis ini membawa Adam pada prilaku yang berdosa,
memakan buah kuldi bersama Hawa. Lalu kemudian, Tuhan
marah dengan sikap Nabi Adam as., yang melanggar perintahnya, akhir dari
kemarahan Tuhan, Adampun diturunkan ke bumi sebagai hukumannya.
Bagaimana
dengan iblis, dengan kesombongannya, iblis tetap
menjadi iblis sampai hari kiamat tiba. Namun berbeda dengan Nabi Adam as., sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa
manusia dengan kesombongannya sudah menjadi lumrah, mengingat kompleksitas penciptaan
manusia yang begitu unik. Semua sifat yang melekat pada iblis melekat pada
Adam, iblis mempunyai sifat ego dan kesombongan, pada diri Adam dengan anak
cucunya juga melekat sifat yang demikian. Akan tetapi, uniknya manusia padanya
diciptakan "AKAL", akal yang membimbing dan menuntun untuk
menjadi pengontrol antara sifat ego dan merendah diri. Di antara kedua sifat
tersebut dijembatani dengan "penyesalan". Ketika anak Adam
menyesal atas tindakannya, fitrah akal yang melekat dalam diri manusia menuntun
pada keinginan untuk kembali ke fitrahnya dan meminta ampun kepada Tuhan, dalam
bahasa agama disebut dengan "TAUBAT".
Adam akhirnya menyesal telah melakukan dosa yang
menyebabkan keberadaannya terusir dari syurga. Dosa memakan buah kuldi, dalam
penyesalannya Adam bertaubat dan meminta ampun kepada Tuhan se jadi-jadinya,
dengan berniat tidak akan mengulangi lagi perbuatannya. Selesailah tahap
egoisitas dalam diri Adam, dan Adam kembali menjadi manusia yang menyadari akan
kelemahannya, meminta ma'af atas kesalahan bukan sesuatu yang merendahkan
manusia itu sendiri, bahkan dengan meminta ma'af derajat manusia kembali naik
di mata Tuhan. Hal ini, sebagaiman Tuhan mengajarkan Adam tentang sebuah do’a
untuk menembus dosanya.
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَآ
أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ
ٱلْخَٰسِرِينَ
Artinya, “Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami
telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan
memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang
merugi”. Q. S. aL-A'raf/007: 23.
Nabi Adam as., dan
Siti Ḥawa
berkata, “Wahai Rabb kami! Kami telah menganiaya diri kami sendiri dengan
melakukan apa yang Engkau larang, yakni memakan (buah) dari pohon itu. Jika
Engkau tidak mengampuni dosa kami dan melimpahkan kasih sayang-Mu kepada kami,
niscaya kami benar-benar termasuk golongan orang-orang yang merugi, karena kami
telah menyia-nyiakan nasib kami di dunia dan di Akhirat”.
Nabi Adam meminta ampunan atas perbuatanya kepada Tuhan,
dan Tuhan menerima permintaan ma'af Adam sebagai hamba yang telah melakukan
ragam maksiat dan menyadari serta mengaku salah atas tindakan. Penyesalan dalam
sejarah prilaku manusia sering disadari belakangan, kata orang bijak "penyesalan
selalu datang terlambat". Bagi Tuhan sendiri tidak memperhitungkan
penyesalahan dikemudian hari, terlambat atau tidak, yang dilihat oleh-Nya
adalah keinginan untuk menyadari kesalahan tersebut, dan juga tidak melihat bentuk
kesalahannya, ketika seseorang menyadari atas dosa-dosanya, maka di situlah
Tuhan akan merasa malu kepada hambanya jika tidak mengampuni atas dosa dan
kesalahan yang sudah disadari oleh hamba-Nya.
Lalu bagaimana dengan iblis, iblis tidak pernah menyadari
kesalahannya dan dosanya atas pembengkangan untuk sujud kepada Adam as., atas
perintah Tuhan. Puncak kesombongannya iblis tidak pernah menyadari dan meminta
ma'af atas kesalahannya dan tidak mau mengakui kesalahannya pula, malah iblis
menantang dengan proses menyebut-nyebut dan membanggakan diri atas penciptaannya,
"aku diciptakan dari api, sementara Adam diciptakan dari tanah"
dan aku lebih mulia dari Adam. Hari ini, saya meminta kepada-Mu Tuhan, izinkan
aku mengumumkan perang dengan Adam dan anak cucunya dengan memberi kesempatan
kepadaku (iblis) untuk menggoda mereka supaya tersesat dengan dirinya sendiri.
Dikala
Nabi Adam as., meminta maaf, Tuhan menerima taubatnya Adam, dengan mengampuni
dosanya dan mempertemukan kembali Adam dengan Hawa di bumi setelah sekian lama
berpisah semenjak diturunkan dari syurga. Begitu juga sebaliknya dengan iblis,
Tuhan juga menerima permintaan iblis dengan memberi kesempatan kepadanya untuk
menggoda dan menyesatkan Anak Adam dan cucunya sampai mereka menjadi makhluk
yang inkar kepada Tuhan.
Berbeda
dengan Nabi Adam as., "memohon ampunan", sementara iblis
"mengajukan permohonan" atas kesombongannya. Dan hal ini, Menjadi
tabi'at bagi orang yang mempunyai sifat sombong dalam dirinya, sudah melakukan
kesalahan mengajukan permohonan lagi, tanpa merasa bersalah, apalagi meminta ma’af atas
kesalahannya.
Pada tahapan tersebut, Tuhan memberi warning kepada
iblis, silakan kamu iblis menggoda Anak cucu Adam, tapi ingat kamu tidak akan
bisa menggoda mereka, selagi dalam dirinya ada iman yang menghubungkan antara
Aku dengannya. Iman inilah
yang akan membentengi anak cucu Adam dari godaan makhluk terkutuk sepertimu.
Iblis menerima perjanjian ini dengan Tuhan. Pada prakteknya dilapangan iblis
tidak akan menyatu dirinya dengan jiwa orang-orang yang beriman dengan baik. Dan akan mempunyai kesempatan
untuk menggodanya melakukan kesalahan-kesalahan, walaupun sesekali terjerumus,
tidak akan terjatuh pada kesalahan yang sama.
Manusia
yang masih melekat sifat ego dalam dirinya sudah dapat dipastikan, dia dan jiwanya masih
bersekutu dengan iblis. Pesekutuan dengan iblis akan melahirkan sikap memandang
rendah orang lain atas apa yang dimilikinya, dan atas apa yang tidak dimiliki oleh orang
lain. Jika
si empunya ilmu dia akan memandang rendah orang bodoh dan awam dengan andalan
ilmunya, jika siempunya harta dia akan memandang rendah orang yang miskin
dengan hartanya, jika si empunya kekuasaan dia akan merendahkan orang yang
lemah dengan kekuasaannya, jika siempunya rupawan dan kecantikan dia akan
memandang rendah orang lain dengan rupa dan kecantikannya.
Iblis
dan manusia adalah dua makhluk yang sama-sama diciptakan
Tuhan. Dalam sejarah kehidupannya selalu menjadi rival dan saling
menginginkan posisi terdepan. Iblis
mendahului keinginan manusia, dan manusia selalu ingin mendahului keinginan
nafsunya. Oleh karena demikian diharuskan bagi manusia
mencontoh sifat Adam as., yang dengan cepat menyadari sebuah
kesalahan, lalu kesadaran tersebut membawa pada keinginan untuk
taubat atas dosa-dosa yang dilakukannya. Dosa
yang dilakukan atas dorongan dan godaan dari iblis
makhluk terkutuk dan inkar terhadap
perintah Tuhan.
Note.
Seinkar-inkarnya iblis kepada Tuhan, tetap saja iblis masih memohon kepada
Tuhan, agar supaya mengabulkan satu permintaannya untuk menggoda dan
menjerumuskan anak Adam ke dalam perbuatan dosa. Namun dalam hal ini, berbeda
dengan manusia yang tidak mengikuti titah nenek Moyangnya Nabi Adam as., di mana cucu Adam ini, sudah berbuat
dosa masih saja bekerja sama dengan iblis untuk memenuhi keinginannya. Dukun
dijadikan penasehat hidupnya, sesajen dijadikan media penghubung atas
penghambaannya kepada iblis, lewat perantaraan dukun.
Sementara sejarah perlawanan iblis kepada Adam dan anak
cucunya, Iblis tidak pernah meminta bantu
kepada makhluk yang lain dalam menjalankan misinya. Dalam keadaan terkutukpun, iblis masih
meminta kepada Tuhan ketika dia mempunyai "HAJAT" menggoda
anak Adam dan cucunya. Artinya iblis tidak menduakan Tuhan atau syirik. Namun
walaupun demikian iblis tetap saja dimasukkan sebagai golongan kafir.
Sementara
manusia ketika ingin memperturutkan hawa nafsunya, mereka rela menjadi syirik dan
menduakan Tuhan dengan menjadikan dukun sebagai Nabinya. Dengan perantara dukun
inilah manusia memfitnah dengan sesamanya, memusuhi dengan menebarkan informasi bohong, sehingga
rusaklah tatanan kehidupan sosial.
Manusia yang sudah inkar kepada perintah Tuhan, menyembah iblis, dan memberi
sesajen, tentunya lebih kafir dari sekedar kafir. Dan penulispun kehilangan kosa kata untuk menyebut identitasnya.
beragama jangan terlalu serius, sebab kita bukanlah orang yang diutus.......
Amfat Es Dot Fil, 09 April 2020
Komentar
Posting Komentar