RANGKANG CINTA AIDA
Aida Lestari Putri anak satu-satunya dari seorang ibu Pengusaha Batu Intan.......gadis santri asal dari kota paling ujung pulau Sumatra
arah matahari terbit, adalah seorang santriwati mulai berfikir untuk mengirim
surat pada ibunya. Surat yang berisi tentang penolakan batinnya terhadap
keputusan sang ibu hendak menikahkannya dengan seorang pengusaha kontruksi
bangunan kaya raya Ibu Kota.
Assalamu ‘alaikum ibu......
Sehubungan dengan rencana ibu hendak menerima
pinangan seorang pengusaha kaya raya, dengan ini saya memohon kepada ibu, untuk
menolak pinangan tersebut...........................ma’afkan anakmu ibu........
Surat tanpa tanggal dengan bahasa yang singkat dan to
the point, sebagai tanda bahwa penolakan terhadap rencana ibunya sangatlah
tegas. Seolah-olah menandakan, Aida ingin memberi sinyal pada ibunya, cukup
satu kali ini saja ibu memberikan kesempatan kepadanya untuk menikah dengan seorang
santri kakak kelasnya di pondok tempat dia menuntut ilmu.
Menerima surat dari anaknya sang ibu berang dan sedikit
marah dengan membalas surat elektronik yang dikirim anaknya lewat phonsel
genggamya dengan bahasa yang tidak kalah galaknya. Bahasa seorang ibu yang
merasa anaknya sudah tidak patuh lagi dengan perintah orang tua.
Wa alaikum salam.........
Tidak anakku......kamu harus pulang tahun ini,
dan menikah dengan lelaki pilihan ibu.......pria kaya raya pengusaha konstruksi
segala bangunan.....dari Ibu Kota.....
Membaca pesan balasan ibunya Aida seperti melihat sebuah
badai besar yang diiringi dengan petir melintang membelah langit yang siap
menurunkan hujan deras.
Air matanya mengalir, mengingat sang lelaki pujaan
hatinya, akan tersisih dengan pria pilihan ibunya. Aida bingung sejadi-jadinya,
bingung ketika ditanya ibunya, kenapa kamu menolak permintaan ibu, apa kamu
sudah punya pria pilihanmu sa’at ini, tanya ibunya lewat komunikasi jarak jauh.
Ibu........Aida mulai menyela, biarkan Aida memilih hidup
bersamanya. Siapa dia Aida.....mendengar pertanyaan siapa dari ibunya........bibir Aida berhenti berkata, sebab tidak tahu bagaimana menjelaskan tentang pria tersebut kepada ibunya.
Aida merasa pria pilihan hatinya ini pasti di tolak
ibunya, sebab hanya seorang santri yang
tidak lama lagi akan menyelesaikan studi tingkat akhirnya, adalah pria
sederhana yatim piatu yang semenjak kecil sudah ditinggal mati oleh kedua orang
tuanya atas peristiwa besar yang menimpa negeri. Di kala masih dalam ayunan,
perang berkecamuk akibat komflik bersenjata yang banyak memakan korban jiwa.
Terdiam di penghujung jaringan selulernya, tanpa ada
sebuah kata lagi yang keluar dari bibirnya. Dalam terdiam ibunya menyapa
kembali, kenapa kamu diam Aida.....siapa pria itu....tanya ibunya lagi.....pria
itu kakak kelasku ibu...jawab Aida....apa pekerjaannya, ibu mencoba mencari
tahu.....sebentar lagi dia akan menyelesaikan studinya, jawab Aida....ibu tanya
apa pekerjaannya......penjual tebu keliling ibu, sambil menyelasaikan studinya.
Mendengar penjual tebu keliling ibunya langsung
berkata,,,,tidak Aida..... kamu jangan menikah dengan pria itu yang
pekerjaannya hanya seorang pedagang tebu keliling. Nanti kamu makan apa,
tinggal di mana, dan bisa jalan-jalan ke mana......mendengar ucapan
ibunya....Aida hanya bisa diam sambil terisak tangis dan meneteskan air matanya.
Ibu sudah mengurus semuanya, kamu segera pulang, dan
pernikahan akan segera dilaksanakan. Kita berangkat ke Jakarta, tempat menikah
dan resepsi pernikahan sudah disiapkan oleh pihak laki-laki kaya raya pengusaha
kontruksi. Dalam dua hari ini, kamu harus pulang dan berhenti belajar di pondok
tersebut.........jaringan telekomunikasikan terputus.......sang ibu menutup pembicaraan.
Selesai berbicara dengan ibunya, Aida terbayang wajah
pria yang sudah memikat hatinya. Pria cerdas, mandiri, dan selalu mendapatkan
nilai terbaik di sa’at ujian akhir pembelajaran, tidak lama lagi pria tersebut
akan menamatkan studinya. Dan gelar Tuanku Muda pun akan di sandangnya, gelar
kealiman lulusan pondok tersebut, yang siap diturunkan untuk menjadi guru dan
pencerdasan kepada umat. Aida bercita-cita suaminya kelak adalah adalah seorang
guru umat, penerang di masa gelapnya keidupan akhir zaman.
Waktu berfikir Aida hanya tersisa dua hari lagi untuk
menetap di pesantren yang sa’at itu ia
sedang menuntut ilmu. Keinginanya untuk berjumpa dengan calon Teungku Muda, pria
pilihan hatinya. Padatnya jadwal Teungku Muda belajar sebab mempersiapkan ujian
akhir, dan tambah dengan aktivitas menjual tebu yang kadang-kadang menjual tebu
mengelilingi tempat tertentu, dan sering menetapkan gerobak tebunya di jalan dekat
pondok dia belajar, tidak begitu jauh. Di persimpangan jalan yang sering
dilewati oleh masyarakat sekitar.
Aidapun berfikir, meminta izin pada pengurus pondok untuk
membeli bebera keerluan pribadinya, dan menyempatkan diri datang ke gerobak
Teungku Muda jualan tebu......
Setibanya di lokasi Teungku Muda jualan, dan mendekati
gerobak tebunya, sambil sambil mengucapkan salam......Teungku Muda sebagai
pemuda terpelajar melihat Aida datang, disambutnya dengan senyuman khas santri “teusengeh
meunan”. “Teusengeh meunan”, agak asing sekali jika dicari padanan katanya dengan bahasa yang lain, dan susah sekali untuk di
jelaskan dalam bahasa melayu atau bahasa Indonesia.
Artinya, “teusengeh meunan”
dapat dipahami senyum beberapa senti saja yang didukung dengan rasa gembira di
dalam hati, melihat kekasih hatinya tiba-tiba menghampiri. Tentunya dengan
mengelabui pihak petugas harian (piket) pondok. dengan alasan membeli beberapa
perlengkapan pribadi, padahal Aida hanya mencuri waktu, untuk berjumpa dengan Teungku Muda.
Tidak seperti biasanya, Aida memasang wajah lesu setelah
mengucapkan salam dan membalas senyum teusengeh menan dari Teungku Muda.
Ada rindu yang terasa terobati ketika
berjumpa, ada rasa sayang yang semakin mendalam di antara mereka berdua.
Teungku Muda masih sibuk mempersiapkan beberapa pesanan
tebu dari pelanggannya, yang kebetulan sedang sepi menjelang sore hari itu. Melayani
pelanggan terlebih dahulu disamping mengurus urusan pribadi merupakan tabi’at
para penjual.....sambil tersenyum Teungku Muda mempersilahkan Aida duduk
dikursi yang memang sudah sedia ada. Aida........duduk dulu ya kata Teungku
Muda.....saya menyelesaikan pesanan orang dulu....ini yang terakhir, terus
pulaaaaaang...dan saya harus belajar lagi...uijan akhir sudah sangat dekat.....setalah
ujian selesai aku ingin melamar kamu......Aidapun mengangguk dengan tanpa
berkata apa-apa.
Bersambuuuuuuuuug.............................................
Komentar
Posting Komentar