KOPI PAHIT DAN FILOSOFI KEHUDUPAN


Minumlah kopi, supaya pahitnya membangkitkan ingatanmu dalam memahami tentang pahitnya hidup. Belajar tentang hidup bukanlah di bangku pendidikan, sebab di sana cuma ada huruf dan angka saja yang menguntai kata, lalu dengan pengakuan intelektual sepihak mengarang kalimat, yang kemudian kebenaran dikleim hanya keluar dari ujung lidahnya.

Kopi mengajarkan kita tentang rasa, jika pahit saja yang dimunculkan, tanpa diisi sedikitpun dengan gula pemanis, maka pahit itu akan menguasai adunan. Tambahlah sedikit gula dengan ukuran yang tertatar, tidak boleh berlebihan, sebab gula yang tidak berimbang dalam adunan kopi akan melahirkan sifat asam. Asam akan mengantarkan keburukan bagi lambung manusia.

Filosofi kopi tidaklah hidup tanpa didominasi oleh rasa pahit. Langkah hidup tidaklah mencapai pada hikmah-Nya jika tidak dilewati dengan lika-liku yang berbeda-beda. Pengalaman hidup merupakan pendidikan nyata dalam diri manusia, dia tidak pernah berbohong, dia tidak pernah menipu dengan huruf, kata, dan kalimat, ia tidaklah hadir dalam bentuk ucapan lidah saja, ia tidak pernah muncul dengan ocehan di bibir saja, sebagaimana orang-orang berkata yang tidak pernah sesuai antara ucapan dengan tindakannya. Namun pendidikan hidup itu hadir dalam bentuk ujian nyata menimpa sang pelakunya, inilah yang disebut dengan fakultas kehidupan dan guru kejiwaan.

Belajar menjadi prilaku yang memiliki sifat kebijaksanaan tidaklah mudah, kaum filosofis memaknai pada setiap gejala itu, sebagai pembelajaran yang harus dipikirkan dengan baik. Gejala yang muncul dalam kehidupan, itulah Mata Kuliah baginya. Jika gejala itu memakan waktu yang lama disa'at ia menyelesaikannya, berarti dia sedang belajar suatu pelajaran dengan mata kuliah angka kredit dengan bobot yang tinggi.

Selesai memahami gejala, setiap pelakunya akan mengikuti ujian dari akhir pembelajaran. Ujian inilah menjadi tolak ukur, apakah dia sukses melakoni dan menjalankan makna hidup dengan konsep filosofi kopi pahit, di mana aromanya begitu terasa disa'at tegukan terakhir di cicipi.

Setelah fakultas kopi pahit mengeluarkan hasil dari apa yang sudah dijalani dalam kehidupan, pelakunya menjadi jauh lebih baik dalam bersikap, bertindak, dan menyelesaikan setiap masalah yang ada. Namun di balik itu tetap saja Tuhan membatasi batas kebijaksanaannya sebagai limit kemampuan manusia, dibalik kebijaksanaan tersebut Tuhan tetap mencabut rasa sabar dalam dirinya, sehingga dengan batas kesabaran tersebut manusia harus mengakuinya, bahwasanya manusia tetaplah makhluk terbatas, sebanyak apapun ilmu pengetahuannya, dan sekuat apapun kekuasaannya.

Kopi pahit adalah lika-liku kehidupan anak manusia. Jika perang yang melanda antara GAM dan RI, lalu ditambah lagi dengan Gempa dan Tsunami Aceh 2004, kamu masih juga bisa bertahan, lalu kenapa hanya dengan pahitnya kopi engkau mencampakkan gelas-gelas kaca yang sudah tersuguhkan dengan baik kepadamu.

Lokseumawe Jum'at 10 Juli 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meraih Gelar Doktor; Muchlinarwati Disabilitas yang Menginspirasi

Melihat Masalah dengan Masalah

SURAT TERBUKA: KEPADA YANG TERHORMAT BAPAK BUPATI ACEH BARAT DAYA