SESAMA MURID DILARANG SALING MENGISI RAPOR
هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَٰلِمُ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ ۖ هُوَ ٱلرَّحْمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ
Artinya, “Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang
ghaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”. Q. S. Al-Hasyr: 22
Tugasnya murid di lembaga pendidikan
adalah belajar dengan giat sampai saatnya proses belajar berakhir dan mengikuti ujian. Ketika waktu
ujian tiba, dan lembaran jawaban diserahkan, dan yang berhak memeriksa adalah sang guru.
Murid hanya mempunyai kewajiban untuk menjawab soal,
sementara yang memberi nilai adalah haknya guru. Guru akan memberi reward
berupa angka sesuai dengan kemampuan murid dalam mengisi lembaran jawaban. Nilai
yang sudah dikalkulasikan oleh guru, akan diisi dalam sebuah buku laporan yang
disebut dengan raport. Raport ini akan dibagi disetiap akhir semester, sebagai
bentuk evaluasi pendidikan yang sedang berlangsung.
Tradisi pendidikan, guru dan murid berada dalam lingkup oposisi
biner, keberadaan keduanya saling mempengaruhi. Mempengaruhi dalam hal
bagaimana menstranfer pengetahuan, dari pengetahuan yang sudah utuh dipahami,
ditransfer menjadi pengetahuan baru bagi murid. Pengetahuan yang sudah dipahami
utuh oleh sang guru akan dicerna kembali menjadi pengetahuan baru. Pengetahuan yang
dipahami secara berkesinambungan dalam rangka menjawab kebutuhan yang semakin
hari semakin berubah, inilah yang dinamakan dengan dialektika keilmuan.
Oposisi biner yang berlangsung dalam dialektika ilmu
pengetahuan tidak dipahami sebagai bentuk komunikasi mutualisme, yang
menjadikan kedudukan antara murid dan guru dipahami setara. Hubungan keduanya
tidak dipahami horizantal, tapi keduanya harus ditempatkan pada bentuk
komunikasi vertikal. Artinya, posisi antara guru dan murid tetaplah
berbeda. Kedudukan guru tetap menjadi sabjek yang dimuliakan, walaupun keberadaan
keduanya antara guru dan murid saling mempengaruhi.
Berbicara ilmu dalam Islam adalah berbicara tentang
konsep pengetahuan, yang mana konsep tersebut akan mempengaruhi pola berfikir
sebuah generasi. Bagiama guru bersikap ya begitulah murid menirunya. Guru, “di
gugu dan ditiru” itulah konsep dasarnya. Sementara pada prakteknya guru
menjadi transforme sikap, sehingga kalimat bijaknya diungkapkan dalam
sebuah peribahasa “jika guru kencing berdiri, murid akan kencing sambil
berlari”.
Berdasarkan formalitas tersebut, maka dalam hal ini, Nabi
Muhammad saw., mengajarkan kepada kita dalam sebuah hadis “al-‘ilmu
huwaddin, fandhuru aman tak khudhuna dinakum”, artinya, ilmu itu adalah
agama bagimu, maka perhatikan kepada siapa kamu mengambil ilmu itu.
Sikap guru yang sangan berpengaruh bagi prilaku murid,
dengan demikian, memilih guru dalam mepelajari sesuatu menjadi keharusan bagi
setiap kita. Seandainya saja engkau mengambil ilmu itu pada sembarangan orang
yang tidak memiliki karakter yang bagus, maka pengaruh pola pikir akan membentuk
karakter yang buruk.
Pada tahapan ini guru mesti memahami banyak hal, terutama
sekali dalam bersikap, baik sikap dalam berkomunikasi maupun dalam bertindak. Jika
saja guru itu menyampaikan pengetahuan dengan komunikasi yang buruk, maka sama
halnya telah menyampaikan sesuatu yang buruk bagi muridnya. Guru yang suka
berbicara kasar akan dicontoh oleh muridnya, guru yang suka memaki-maki akan
dicontoh oleh muridnya, guru yang suka memfitnah akan dicontoh oleh muridnya,
guru yang suka memusuhi orang lain akan dicontoh oleh muridnya, dan begitu juga
dengan seterusnya. Sepanjang pembelajaran murid akan mencontoh prilaku guru
dalam berbagai hal. Di sinilah benarnya pesan Nabi, berhati-hatilah memilih
guru.
Jin adalah guru pertama yang dijadikanTuhan bagi makhluk
penghuni syurga. Jin juga menjadi salah satu Guru Besar penduduk syurga sa’at
itu, semua Malaikat belajar dengannya. Namun keberadaan Jin sebagia guru teruji
dengan hadirnya Adam. Dialog keilmuan yang pertama terjadi ketika Tuhan meminta
kepada Guru Besar di syurga untuk sujud kepada kepada Nabi Adam as. Sujud di
sini dipahami dalam bentuk mengakui kehebatan Adam dengala perangkat
penciptaannya.
Pada dasarnya perintah sujud kepada Adam bukanlah karena
Adam lebih pintar dari jin, akan tetapi karena proses penciptaan Adam, Tuhan
memerintahkan segala makhluk penghuni syurga untuk sujud kepadanya, termasuk
para Malaikat. Jika saja sa’at itu iblis sedikit memundurkan rasa egonya, maka
iblis bukanlah makhluk terkutuk sampai hari ini. Iblis tidak mau memahami
konteks sujud kepada Adam oleh karena prose penciptaannya. Tuhan telah
menciptkan Adam dengan pengetahuannya yang melekat padanya, dan ini menjadi
sifat dari diri-Nya, yaitu ‘ilmun. Atau ‘alimun. Artinya, ketika
Tuhan memerintah iblis sujud kepada Adam murni karena manusia harus mengakui
seyakin-yakinnya bahwa segala ilmu yang ada di alam ini adalah berasal dari
sumber yang satu yakni Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan demikian memuliakan guru adalah memuliakan ilmu, memuliakan
ilmu sama dengan memurnikan titah ketunanan. Tuhan yang telah memancarkan ilmunya
ke muka bumi. Ilmu yang berasal dari sumber yang satu, sang Maha Mengetahui. Dengan
ilmu itu manusia akan mengetahui tentang berbagai hal dalam menjalani hidup.
Manusia yang sedang menjalani hidup di dunia ini, ibarat
sedang berada dalam sebuah kelas besar. Di mana kelas tersebut dihuni oleh
berbagai macam murid yang hadir dari berbagai latar belakang suku, ras, bangsa,
negara, dan golongan. Serta juga diisi oleh orang yang mempunyai masalah dan
kemampuan diri yang berbeda-beda dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
Semua manusia dan makhluk yang ada di dunia ini bagaikan
seorang murid, yang mau tidak mau harus siap mengikuti pelajaran dari sang Maha
Guru. Gurunya jagad raya ini adalah Tuhan Semesta Alam. Tuhan yang akan memberi
pelajaran bagi manusia dalam berbagai konteksnya. Tuhan juga yang akan
memberikan ujian kepada manusia setelah diberikan pelajaran kepadanya. Ujian pada
setiap proses pembelajaran dari Tuhan sesuai dengan kemampuan pengetahuan dan
kemampuan diri yang telah diberikan Tuhan kepadanya. Tuhan tidak akan
memberikan soal ujian diluar batas kemampuan manusia menjalaninya. Di silah
kurikulum Tuhan terkadang tidak mampu diketahui oleh manusia karena
keterbatasan dirinya memahami. Atau karena keegoan serta kesombongannya,
sebagaimana ego dan sombongnya iblis ketika harus menolak datangnya ujian Tuhan
untuk sujud kepada Adam as.
Tuhan sebagai Maha Guru seru sekalian alam, tidak hanya mendidik
manusia di dunia ini dalam berbagai pengetahuan, Tuhan juga akan memberikan
ujian kepada manusia dari berbagai bentuk, dan Tuhan juga akan memberi reward
and phunishment berupa pahala dan azab kepada setiap tindakan yang
dilakukan oleh makhluk-Nya. Dari reward dan punishment tersebutlah Tuhan
menciptakan syurga dan neraka. Bagi yang inkar akan dimasukkan dalam neraka dan
bagi yang beriman akan dimasukkan ke dalam syurga.
Disaat
yang sama bukankah manusia hidup di dunia ini persis sama seperti murid yang
sedang belajar, lalu dalam perjalanannya akan selalu berhadapan dengan ujian-ujian
dari Tuhan. Nah sesama murid dilarang untuk saling
mengisi rapor. Dalam
artian sesama manusia yang sedang mengikuti proses hidup di dunia ini, tidak boleh
saling menilai kebaikan dan keburukan. Apalagi saling mengukur diri orang lain
dengan berbagai stekmen dan tuduhan yang berlebihan, yang mana kadang kala
tuduhan tersebut tidak memiliki bukti yang kuat.
Berdasarkan konteks manusia sebagai murid, tentunya yang diminta kepada manusia adalah
terus menerus memperdalam kajian keilmuan serta terus menerus belajar
memperbaiki diri kearah yang jauh lebih baik, bukan saling menilai orang lain
apalagi menjustifikasi syurga dan neraka, saling mengkafirkan, dan saling menkleim
kebaikan serta keburukan kepada sesama manusia.
Sesama
murid tidak dibolehkan saling mengisi rapor. Di sekolah hak untuk mengisi
rapor ada keputusan guru. Gurulah yang berhak menambah dan mengurangi nilai hasil
dari evaluasi setiap trwulan, sesuai dengan hasil ujian dan prilaku murid ketika
proses belajar berlangsung.
Begitu juga dengan
af’aliyah seorang hamba, hak memberikan nilai akhir pada manusia adalah
Tuhan. Jadi Tuhanlah yang berhak mengisi rapor bagi keberhasilan seseorang
dalam proses memperbaiki dirinya
sehingga reward and punishment Tuhan dalam bentuk syurga dan neraka,
sesuai dengan perbuatannya di dunia, disa’at manusia itu kembali mmenghadap kepada
Tuhan-Nya.
Bukankah hidup di dunia ini pada dasarnya adalah ujian. Beruntunglah
orang-orang yang sibuk memperbaiki dirinya dalam menjawab setiap ujian dari
Tuhan, dan celakalah orang-orang yang sibuk mengukur orang lain dengan lupa
akan keburukan yang melekat dalam dirinya sendiri.
Amfat Es Dot Fil, Banda Aceh, 11 Agustus 2020
Komentar
Posting Komentar