HAKIKAT POLIGAMI ITU MENIKAHI SIFATNYA
مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ
مَثْنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ فَوَٰحِدَةً
Artinya, “maka
nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi
jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah)
seorang saja”. Q. S. An-Nisak/004: 03
Pada prinsipnya, ajaran dasar dalam Islam, berpoligami itu tidak dilarang. Malah pada tahapan tertentu sangatlah dianjurkan. Mengikuti keadaan dan kondisi tertentu juga menjadi bagian yang dibahas dalam pengembangan hukum Islam.
Sifatnya poligami adalah
sangatlah kondisioner, akan tetapi mesti juga mengikuti aturan yang ditetapkan
dalam tata laksana pernikahan, baik aturan yang ditawarkan oleh pemerintah
maupun ketentuan-ketentuan yang berlaku menurut ajaran Islam.
Berfikir tentang poligami tidaklah dilarang, namun, dalam hal ini terdapat kekurangan materi dalam membangun logika, ketika poligami hanya dipahami pada menikahi raga semata. Padahal, menikah bukan hanya mengikat raganya saja, melainkan juga mengikat sifat yang melekat dalam jiwanya. Jika telah memiliki kemampuan dari segenap syarat yang ditentukan, berpoligamilah dengan raganya.
Seandainya
engkau belum mempunyai kapasitas yang telah ditentukan oleh syari'at untuk
berpoligami dengan raganya, maka berpoligamilah dengan beberapa sifat yang
melekat dalam jiwanya.
Jika saja poligami itu dipahami sebagai sebuah pernikahan dengan
individu dan raga manusia, maka poligami akan dipahami dengan menikahi beberapa
raga wanita. Dan ini
bukanlah sesuatu yang tidak mungkin untuk dilakukan, ketika semua raga
menyepakatinya, maka jalan untuk berpoligami sangat terbuka lebar. Tentunya
jalan yang dimaksud di sini adalah persetujuan antar keluarga.
Namun, jika
saja poligami dipahami sebagai ikatan akad kepada sifat yang melekat pada raga,
maka setiap laki-laki akan memahami bahwa, sesungguhnya menikahi seorang wanita
dengan sifat yang melekat dalam dirinya, pada hakikatnyat pernikahan tersebut
telah menganut azas berpoligami.
Bagi laki-laki dianjurkan dan diberi keluasan dalam memilih wanita, untuk menikahi wanita batas maksimal dalam memilih pada empat sifat yang melekat padanya.
Nabi menganjurkan, "nikahilah wanita itu dengan empat kriteria. Pertama,
cantik. Kedua, kaya (berada). Ketiga, berketurunan yang
baik. Keempat, memiliki pegangan agama yang kuat dalam
dirinya.
Dari keempat pilihan tersebut agama menjadi puncak pada pilihan.
Mengingat yang cantik belum tentu beragama, yang kaya belum tentu berketurunan baik,
Akan tetapi, yang memiliki sifat beragama yang kuat sudah pasti melekat padanya
aura kaya, cantik, dan berasal dari keturunan yang baik. Namun walaupun
demikian, prilaku yang harus diapresiasi ketika memilih orang yang memiliki
masa lalu yang kelam lalu mengajaknya bersama-sama menuju kehidupan yang jauh
lebih baik dari dimasa yang akan datang.
Empat kriteria yang melekat dalam diri manusia, sebagaimana dianjurkan oleh Nabi tidaklah beriringan adanya, secara umumnya begitu. Realitasnya dalam kehidupan tidak semua raga itu sempurna dan memiliki keempat kriteria dalam dirinya.
Minimal ada satu, dua, dan tiga kriteria yang melekat pada
dirinya. Dan jika saja, ketiga kriteria tidak dimiliki oleh raga, cantik, kaya, berketurunan, namun
nilai agama pasti melekat dalam dirinya. Nilai agama dalam tanda kutip, semampu
yang dapat dipahaminya.
Pilihan yang dianjurkan kepada laki-laki adalah memilih empat kriteria, yakni:
cantik, kaya, berketurunan baik, dan beragama. Bukankah keempat kriteria ini
sesuai dengan jumlah perindividu yang dianjurkan Alqur'an untuk menikahi
wanita. "Nikahilah wanita itu satu, dua, tiga, dan empat. Ini adalah nominal
dalam jumlah individu dan raga. Perintah ini
terdapat dalam surat an-Nisak ayat tiga. Penekan ayat dibagian akhir ayat ini,
“jika kamu tidak mampu berbuat adil, maka nikahilah satu raga saja”.
Tentunya jumlah individu ini, secara umum dipahami sebagai tindakan berpoligami. Respon wanita terhadap poligami pada prinsipnya adalah menolak “wanita mana yang ingin dimadu”, ungkapan ini menjadi senjata pamungkas bagi wanita “pilih saya atau dia” atau dengan bahasa yang lainnya “silakan berpoligami, tapi ceraikan saya dulu”.
Memahami poligami dengan raga semata sangatlah sempit dalam membangun logika,
seharusnya poligami juga dipahami dengan menikahi sifat yang melekat dalam diri
wanita. Sebagaimana telah disebutkan di atas sifat cantik, kaya, keturunan yang
baik, dan beragama.
Sempit dalam
membangun logika di sini, ketika seseorang lelaki tidak mampu memahami berpoligami dengan demgan sifat yang
melekat dalam jiwanya. Menikahi sifat pada hakikatnya telah melakukan poligami
pada satu raga dengan beberapa sifat yang melekat dalam jiwanya.
Menikahi seorang wanita yang mempunyai empat sifat dalam dirinya, terdapat sifat cantik, kaya,
berketurunan baik, dan beragama. Atau dengan menafikan sifat kesempurnaan bagi manusia, tidak semua dari wanita memiliki keempat sifat kriteria
tersebut, namun ketika mendapati dua dan tiga sifat saja dalam
dirinya, bukankah
yang demikian itu, seorang suami sudah berpoligami dengan dua atau tiga sifat yang melekat dalam dirinya.
Berbahagilah
anda jika
mendapatkan wanita yang memiliki empat sifat kriteria secara bersamaan dalam dirinya, yakni cantik, kaya, berketurunan
baik, dan beragama, dan bertambah lagi dengan beberapa sifat yang lain seperti berpendidikan
tinggi, wanita
karir, pintar, baik, peduli, penyayang, lemah lembut, pengertian, dan beberapa sifat lainnya. Bukankah jika
demikian adanya, seorang suami
sudah berpoligami bersama satu raga (istri) dengan beberapa sifat yang
melekat padanya.
Pahamilah poligami itu dengan menikahi sifat yang melekat dalam
jiwanya, bukan menikahi jumlah pada raganya. Dengan demikian, terjagalah semua raga dan jiwa dalam
sebuah ikatan perkawinan dengan menghidupkan rasa saling menghargai serta
meninggikan marwah seorang wanita.
“Jaga cinta yang kana, pelara yang ka setia. (Jaga cinta yang sudah ada, dan peliharalah yang sudah setia)”.
Jakarta, 15 November 2020
Komentar
Posting Komentar