AZ-ZAUJAH: WANITA DENGAN TUTUR KATA YANG DIRINDUKAN SUAMI

Artinya, “Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan menta‘atinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya”. (HR. Abu Dawud No. 1417). 

Wanita yang baik adalah yang melayani suaminya dengan baik. Pengajian ba’da magrib kali ini diisi oleh kiai muda asal negeri Makasar Dr. (C) Danial Idrus, Lc. MA., di mesjid besar al-Jihad, Wanayasa, Purwakarta, Jawa Barat. 

Ustadh Danial Idrus memulai pembahasan dengan menanamkan rasa syukur kepada Tuhan, atas apa yang telah dikaruniakan oleh Tuhan kepada manusia,. Udara merupakan unsur terpenting dari kehidupan manusia, di samping unsur-unsur yang lain, betapa banyak dari kita hingga hari ini telah kehilangan nikmat udara pada dirinya, sehingga harus mendapati udara melalui alat tabung penyimpan udara buatan di rumah-rumah sakit.

Sambil mengajak jama’ah shalat magrib besrta isya untuk sejenak menunaikan ibadah ringan, sambil beri’tikaf menyerap pengetahuan agama, sejenak saja sudah mendapat pahala dan manfa’at yang besar bagi pengembangan jiwa, tentunya pengembangan potensi diri dalam bentuk penguatan pengetahuan agama.

Membahas persoalan pernikahan bukanlah perkara yang etis dihadapan para jama‘ah yang sudah memasuki usia kepala empat, tentunya pengalaman mereka sudah melewati batas kebijaksanaan. Namun demikian, tidaklah menjadi persoalan dalam pengembangan ilmu , siapapun yang menyampaikannya, walaupun datang dari budak kecil sekalipun, jika itu membangun potensi hikmah dalam diri, maka tiada hal apapun yang dapat menghalanginya, termasuk faktor usia. 

Berbicara pengalaman dalam biduk rumah tangga tidak sepenuhnya dapat diambil hikmahnya, sebab tanpa ilmu pengetahuan pengalaman dalam menjalani hidup berumah tangga belum tentu bisa diterapkan kepada orang lain. Di sini, ilmu menjadi tolak ukur bahwa Islam teah mengatur sedetil mungkin dalam fiqh munakahat terkait dengan pernikahan.

Nabi Adam as., adalah manusia pertama yang diciptakan oleh Tuhan dengan segala potensi yang melekat padanya. Sesempurna-purnanya penciptaan Adam, tetap saja mendapati kekurangannya, ketika Siti Hawa tidak menyertainya.

Adam tanpa Hawa bagaikan gulai tanpa garam, begitulah ungkapan para chef-chef yang sehari-harinya bergelimang dengan segala resep masakan. Allah menciptakan dari diri Adam seorang hawa Hawa. Di sini dapat dilihat bahwa fungsi Hawa bagi Adam bukan hanya sekedar pasangan semata, namun juga menjadi pakaian bagi keduanya. Hawa diciptakan dari Adam, bukan berarti Hawa adalah Adam, namun dalam diri Adam unsur hawa (nafsu) lebih menonjol padanya.

Laki-laki dan perempuan diibaratkan seperti pakaian, berfungsi untuk menutupi aurat, tentunya yang dimaksud di sini adalah pakaian dalam bentuk kain pembalut badan. Hal ini, berbeda dengan pakaian yang disebut dengan zaujah. 

Zaujah adalah pakaian yang menutupi aurat batin berupa nafsu syahwat. Menetaplah keduanya dalam pakaian kedamaian yang telah diciptakan Tuhan dengan pasangan-pasangan yang serasi. Pasangan yang serasi dalam bahasa Alquran disebut dengan az-zaujah. Filosofinya, kedamaian yang dicapai oleh keduanya, damai dalam rasa, dan damai dalam memahami atas keduanya.

Jodoh sudah ditentukan Tuhan, namun ini tetap sajja menjadi misteri. Jika terdapat para pemuda yang masih suka keluyuran, maka nikhakanlah dia ucap Kiai Danial. Menikah di sini berarti bermakna sebuah penjagaan diri dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Kenakalan pemuda dapat diredam dengan menikah. Pasangan yang baik adalah pasangan yang menganugerahi rasa yang mampu membangun perasaan yang sebelumnya buruk, mendapati rasa yang jauh lebih baik. Menghormati pasangan adalah satu anugerah terbesar dalam hidup seseorang. Berdamailah suami dengan wanita dalam konsep zaujah, bukan perempuan dalam konsep mar’ah.

Laki-laki adalah pemimpin. Ini menjadi alasan utama bagi suami, sehingga arogansi sikap mengemuka dalam dirinya. Perempuan yang analogikan, diciptakan dari tulang rusuk Adam, bukan berarti perempuan dianggap bagaikan makanan siap saji, dan harus diperlakukan seperti pembantu di rumahnya sendiri.

Wanita yang dinikahi akan menampakkan kasih sayang dalam diri suami, berbeda dengan menikahi perempuan. Perempuan belum tentu bakal bersikap seperti wanita, an-nisak, apalagi menjadi ummi bagi anak-anaknya. Keberadaan perempuan, wanita, an-nisak, dan ummi memiliki pengertian tersendiri. Perbedaannya buka pada jenis kelaminnya, namun lebih pada sikap yang melekat dalam dirinya.

Wanita yang baik adalah ketika suami menatap wajahnya, menampakkan keceriaan. Bukan marah yang ditonjolkan dan wajah masam yang disuguhkan kepada suaminya. Cerita ini dapat diambil ibrah dari kisah Umar yang dimarahi istrinya. Sahabat datang bertamu ke rumah Umar, dan Umar sedang dimarahi oleh istrinya, dan Umar hanya diam ketika merespon marahnya sang istri, Umar tidak marah, apalagi membantah lebih keras terhadap istrinya. Di sini menjadi bukti bahwa diamnya suami merupakan aksi nyata, bahwa wanita tidak selalu harus disalahkan. Apalagi sampai menceritakan aib istri kepada orang lain. Ustadh Danial menekankan “jangan engkau ceritakan aib istrimu kepada orang lain, sesungguhnya aib istri merupakan aibmu juga”.  

Cuplikan kisah Umar di atas, bukan berarti menjadi alat bergumentasi bagi istri untuk terus marah dan marah.

Istri yang baik adalah istri yang tidak suka berdebat dengan suaminya, jika ada sebuah pesan yang membuat sang istri kecewa dengan sikap suaminya, bukan debat kusir yang tonjolkan, namun bertanya dengan baik, kenapa sikap itu harus diterima, padahal kamu sudah ditakdirlan menjadi pakaian bagiku. 

Bukankah pakaian itu berfungsi untuk menutupi segala kekurangan di antara kita. Bermasalah hal yang lumrah dalam hidup, namun bagaimana masalah itubdiselesaikan dengan baik, tanpa harus mengeraskan suara dalam menuturkannya. 

Istri tidak dilarang mendemontrasikan aspirasi batinnya kepada suami, asalkan aspirasi tersebut disampaikan dengan bahasa yang baik, bukan bahasa buruk, bak gonggongan anjing. Anjing adalah binatang yang selalu hadir dalam dua tindakan, jika tidak menggonggong anjing akan menjulurkan lidahnya. Dalam keadaan diam anjing akan menjulurkan lidahnya, dalam keadaan meronta anjing akan bergonggong dengan suaranya.

Memuji sang istri merupakan perbuatan yang baik, namun juga harus dengan pujian yang baik juga, bukan dengan cara berbohong. Memujilah dengan cara menyemangati, bukan memuji dengan cara membohongi, sekali berbohong maka seterusnya engkau akan memuji dengan kebohongan. Memujilah dengan pandangan mata yang baik.

Perempuan yang baik adalah perempuan yang mampu menjaga pandangan suaminya. Bukan hanya menjaga pandangan semata, namun juga akan mejaga hal-hal yang lain, termasuk menjaga marwah suaminya dan menjaga hartanya.

Usatadh Danial mengutip Imam al-Ghazali dalam kitabnya berjudul Al-Adab fid Din dalam Majmu'ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, halaman 442) menjelaskan tentang adab seorang suami terhadap istri sebagai berikut yakni “berinteraksi dengan baik, bertutur kata yang lembut, menunjukkan cinta kasih, bersikap lapang ketika sendiri, tidak terlalu sering mempersoalkan kesalahan, mema’afkan jika istri berbuat salah, menjaga harta istri, tidak banyak mendebat, mengeluarkan biaya untuk kebutuhan istri secara tidak bakhil, memuliakan keluarga istri, senantiasa memberi janji yang baik, dan selalu bersemangat terhadap istri.

Berbahagialah wanita yang dinikahi oleh laki-laki yang memiliki kriteria sebagaimana disebutkan oleh imam al-Gazali. Dan berbahagialah laki-laki yang memiliki istri berbaik budi.

Istri yang baik adalah wanita yang ketika ditatap  medatangkan kebahagian bagi suami.......tutup Kiai Muda asal Makasar ini.

Purwakarta, oleh: Amfat Es Dot Fil, 12 Desember 2020

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meraih Gelar Doktor; Muchlinarwati Disabilitas yang Menginspirasi

Melihat Masalah dengan Masalah

SURAT TERBUKA: KEPADA YANG TERHORMAT BAPAK BUPATI ACEH BARAT DAYA