TUNASUSILA PELACUR POLITIK MENGEJAR KUASA
Seorang
pelacur dalam menjajakan dirinya pada lelaki hidung belang modal utama adalah
kemolekan tubuhnya. Tidak ada potensi lain dari diri wanita tunasusila, kecuali
daya tarik yang hadir dari bentuk fisiknya, gaya bicaranya, gemulai geraknya,
genit cara memandangnya, rayuannya, dan lain sebagainya.
Wanita tunasusila adalah penyakit
dalam kehidupan sosial, kehadirannya sangat tidak dibutuhkan oleh masyarakat
sekitarnya, namun keadaan dalam masyarakat tertentu tidak bisa melepaskan diri
dari patologi sosial ini, entahkah karena faktor ekonomi, budaya, dan lain
sebagainya. Kehidupan manusia model seperti ini memang sudah berlaku sejak
dulu, masa jahiliyah zaman bahela. Berdasarkan eksistensi ini, mungkin kehidupan
seperti itu terus dipelihara, disebagian tempat lokalisasi menjadi tempat
pemberdayaan kehidupan tunasusila.
Ranah sosial tidak hanya bicara
wilayah kepelacuran. Apalacur juga berlaku dalam ranah politik. Para pelacur
politik selalu tampil bak gaya wanita tunasusila. Tidak ada potensi yang dapat
dilihat darinya kecuali menampilkan gaya saja. Mobil mewah, pakaian mahal, gaya
jet set melambung, koleganya juga orang-orang tertentu yang dianggap mampu
melambungkan namanya, suka memandang rendah kepada manusia, tidak
sungkam-sungkam berkhianat pada temannya sendiri jika sudah tercapai hasrat dan
keinginannya. Artinya, tidak ada yang dapat diambil manfa'at yang lebih baik
dari pribadi dengan mental pelacuran ini.
Mental manusia tidak mudah memang
untuk dibentuk menjadi baik, namun sepertinya jiwa selektif mesti hadir dari
dalam diri manusia, apalagi memiliih orang-orang yang layak untuk diikuti,
terjebak secara terus-terusan dengan permainan mental pelacur politik adalah
sebuah kesalahan yang sama yang berterusan diulang-ulang.
Mental seperti menjadi makanan
empuk bagi pelacur politik. Birokrat haus dengan pangkat, para pengusaha haus
akan pekerjaan-pekerjaan besar, penganggur mencari kesempatan dan peluang, si
pemalas berusaha untuk memeras, sementara rakyat biasa tetap menjadi sasaran
penggelabuan pelacur politik bersama orang-orang yang haus akan kepentingannya
masing-masing.
Kata para pemikir, pemimpin itu
harus hadir dari kalangan failosof, sementara para fuqaha memahami bahwa,
urusan umat harus dipegang oleh orang-orang yang memiliki tingkat pemahaman
hikmah yang tinggi.
Kenapa harus failosof, sebab
pemimpin harus mampu membaca langkah kedepan yang belum terlihat dengan
pandangan mata dan kenyataan. Lalu kenapa harus ahli hikmah, sebab pemimpin
harus mampu melihat kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dimasa yang akan
datang. Dalam ilmu ketuhanan ini disebut 'alimul ghaib.
Pemimpin tidak hanya mampu memimpin, namun juga harus mampu melihat potensi untuk masa yang akan datang, serta dapat
memberi pencerahan kepada manusia dalam setiap langkah kebijakan yang diambil
darinya. Pemimpin adalah pembina umat manusia. Membina manusia secara ekonomi,
mental, dan potensi akal yang berterusan berkembang.
Perintah pertama bagi manusia,
sebagaimana disebutkan di dalam Alquran adalah menta'ati Allah swt., lalu
kemudian menta'ati Rasulnya, dan yang terakhir menta'ati Ulil Amri. Pesan dari
firman Tuhan ini dapat dilihat pada surat an-Nisak ayat 59, yang artinya
"wahai orang-orang yang beriman ta'atilah Allah, dan ta'atilah rasul,
serta ta'atilah ulil amri di antara kalian".
Ta'at kepada allah swt., merupakan
sebuah sistem politik yang didasari atas prinsip teologis, sementara ta'at
kepada Rasul dimaknai sebagai teo-sosiologis, sementara mengikuti Ulil Amri
merupakan bagian dari aplikatif teologi sosial, yang mana dengannya akan
mengantarkan sebuah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan prinsip
dasar dari bangunan politik yang telah dibangun dari pola pikir sejarah
pemikiran politik Islam.
Politik dalam pandangan Islam
merupakan sebuah upaya mewujudkan serta mengantarkan kesejahteraan bagi umat
manusia. Jika prinsip dasar seperti dasar tauhid, persamaan hak, dan jejaring
persaudaraan yang sesuai dengan ajaran Islam tidak dimaknai dengan baik, maka
keadialan tidak akan hidup dalam masyarakat sosial.
Oleh karena itu, pelacur politik
tidak boleh diberi ruang gerak dalam site of struggle democracy (ruang
pertarungan demokrasi), sebab kenapa?????? pelacur politik ini tidak pernah
menjual program pemberdayaan dalam membangun potensi ekonomi masyarakat yang
besifat kekinian, kecuali hanya menampilkan gaya saja, tanpa mengedepankan
daya.
Pelacur politik hanya banyak gaya,
lalu lupa dengan daya ledak percepatan serta provokasi pembangunan kehidupan sosial.
Pelacuran politik cuma ingin mendapatkan kemuliaan saja dari rakyatnya, namun
lupa memberdayakan ekonomi masyarakat, kecuali memberdayakan masyarakat yang
mengantarkan kepentingan bagi kekuasaannya saja.
Iku mi mekuwet puntong
Iku lutong mekuwet rago
Taikot si apa bakong
Digonggong (dimesulet) memacam bago
Perseh ase let bangke.....
Amfat Es Dot Fil.......Jakarta, 19 Januari
2021
Komentar
Posting Komentar