ANJING DAN TIGA NASEHAT KEHIDUPAN BAGI MANUSIA
فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ الْكَلْبِۚ اِنْ
تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ اَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْۗ
Artinya, “Maka
perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan
jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). Q. S.
Al-A’raf/007: 176.
Anjing salah
satu binatang yang diharamkan dalam Islam. Perdebatan kenapa anjing haram tentu
mempunyai 'ilatnya sendiri. Ada yang mengatakan karena air liur mengandung
kuman yang dapat menyebabkan penyakit berbahaya bagi manusia, ada juga yang
mengatakan karena makanan yang dikonsumsi oleh anjing merupakan kotoran, atau
bangkai. Apapun alasannya, Islam telah mengharamkan untuk mengkonsumsi daging
anjing.
Namun perlu
untuk diketahui, setiap makhluk yang diciptakan Tuhan memiliki manfa'at dan
fungsinya masing-masing. Begitu juga dengan anjing, binatang yang disebutkan
dalam Alqur'an memiliki sifat-sifat yang dapat dijadikan sebagai simbol nasehat
bagi manusia. Terdapat tiga nasehat yang dapat dipetik dari penciptaan anjing
oleh Yang Maha Kuasa.
Pertama, anjing adalah makhluk yang setia. Kesetian anjing
bersifat materialis. Anjing akan bersikap loyal dan empati kepada orang-orang
yang telah berjasa atas dirinya, berjasa di sini adalah dalam bentuk penyediaan
konsumsi. Artinya, anjing hanya setia kepada tuannya yang saban hari
menyediakan makanan untuknya. Ketika makanan atau dalam bentuk apapun tidak
diberikan kepadanya, maka anjing akan kehilangan proteksi kepada tuannya.
Peristiwa-peristiwa
yang mengadopsi sikap anjing dalam kehidupan manusia, terus akan terjadi secara
berulang-ulang sepanjang sifat anjing tidak disadari oleh manusia. Sifat
materialisme anjing ketika diadopsi oleh manusia, maka sifat seseorang akan
lebih brutal dibandingkan anjing itu sendiri. Anjing hanya memakan bangkai yang
diberikan tuannya, sementara manusia akan memakan apa saja, termasuk memakan
hak-hak sesama manusia sendiri. Anjing tahu makanannya adalah bangkai, dan
tidak akan memakan ubi, sebab ia tahu, ubi adalah makanannya babi.
Materialisme
telah memisahkan manusia dari sifat dasarnya, sifat yang pada awalnya
penciptaannya telah dibentuk secara fitrah tidak memalingkan pandangannya pada
keberadaan Tuhan.
Ikrar pertama
dalam diri manusia ketika ruh ditiupkan ke dalam raganya, ketika manusia
manusia bersemanyam di alam rahim. Pernyataan ini dikenal dengan ikrar tauhid,
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Artinya, inilah kemerdekaan universal dalam
diri manusia, tidak ada sesuatu yang ada dalam pikirannya, kecuali memerdekakan
sikap tauhidnya, baik sikap tauhid yang bersifat esetoris dan eksetoris.
Sikap loba
yang tertera pada diri anjing, telah menginspirasi manusia yang memiliki mental
yang sama. Anjing hanya setia dan loyal pada tuannya yang telah memberikan
sesuatu padanya. Pada kondisi seperti ini, anjing-anjing itu akan melakukan apa
saja.
Kelompok-kelompok
orang yang bermental anjing ini, ketika berada dalam lingkungan kekuasaan
penguasa yang suka memelihara anjing, akan dimanfa’atkan untuk memberi
gonggongan semata, tanpa diberi peran yang memadai. Anjing-anjing kekuasaan ini
tidak menyadari, jika kesetiaannya kepada penguasa anjing hanya dibalas dengan
penyediaan sebongkah bangkai, yang jika dimakan tidak akan kenyang, dan jika
disimpan tidak akan menjadi kaya.
Kedua, anjing akan menjulur-julurkan lidahnya ketika dia dalam
keadaan beristirahat ataupun sedan berjalan santai. Sikap anjing yang kedua ini
tidak terlihat dari kesetiaan pada tuannya yang telah banyak mengorbankan
sesuatu untuknya. Akan tetapi, lebih pada sikap yang melekat dalam diri anjing
sendiri. Sikap ini tanpa disadari oleh anjing telah menjadi konotasi buruk bagi
dirinya. Bagaimana tidak, aktifitas menjulur-julurkan lidah bukan sikap yang
baik bagi makhluk hidup yang berakal.
Prilaku
menjulur-julurkan lidah ini, adalah sebuah sikap menjengkelakn jika ini ada pada
diri manusia. Manusia tidak akan menjulur-julurkan lidahnya sepanjang waktu
dalam pengertian mengeluarkan lidah dalam bentuk fisik. Namun, prilaku ini akan
dipraktekkan oleh manusia dengan sikap buruknya. Persis sama seperti anjing
yang menjulur-julurkan lidahnya ketika dalam keadaan diam.
Manusia akan
mengadopsi sifat ini dalam bentuk pencemoohan, penghinaan, menghina,
merendahkan, mengejek, membuli, atau dalam bahasa Aceh disebut
dengan menyet-nyet. Sifat yang menceme’eh seringa diucapkan dengan mimik wajah,
atau mimik lidah yang dibantu oleh mulutnya. Sehingga tersirat kata bagi kita
masyarakat Timur “bagi orang Barat anjing bisa dijadikan teman, teman dikita
teman bisa seperti anjing”.
Keberadaan
sang penceme’eh selalu melihat sisi-sisi kekurangan yang dimiliki oleh
seseorang. Jika pelakunya adalah orang yang berpendidikan, maka cara
menceme’ehnya adalah dengan menggunakan kacamata ilmu yang dikuasainya untuk
merendahkan pemahaman orang lain. Jika sikap ini dimiliki oleh orang awam, maka
sikapnya tidak menerima sebuah kebenaran yang hadir berdasarkan prinsip ilmu
pengetahuan.
Sikap
menceme’eh atau menghina, "dalam bahasa Aceh disebut dengan
menyet-nyet" jika duduk dalam jiwa orang kaya, maka wajahnya akan selalu
melihat rendah kepada orang-orang yang memiliki kemampuan ekonomi di bawahnya.
Tidak jarang sifat anjing dalam bentuk menjulur-julurkan lidah ini hinggap pada
diri manusia, ketika dia merasa memiliki atas apa yang tidak dimiliki oleh
orang lain.
Prilaku ini telah Allah swt., sampaikan dalam
firmannya “ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melapaui batas,
karena melihat dirinya serba cukup”. Q. S. 096. Al 'Alaq/096:
6-7.
Manusia yang
telah ditakdirkan Tuhan berkembang dalam bentuk yang beragam, tidak lain dan
tidak bukan untuk terciptanya keseimbangan bagi kehidupan makhluk hidup itu
sendiri, dan juga untuk terciptanya kesimbangan alam.
Berdasarkan
takdir penciptaannya, manusia sebagai makhluk yang berakal, tentunya harus
mempertontonkan sikap yang menghargai naturalistik kehidupan makhluk di alam
ini, sesuai dengan kemampuannya masing-masing, tanpa harus ada sikap yang
selalu memberikan benturan sikap yang tidak menghargai satu sama lain.
Ketiga, anjing suka menggonggong, anjing akan menggonggong
ketika mendeteksi sesuatu, dan juga akan menggonggong ketika perutya dalam
keadaan lapar, dan juga akan menggoggong ketika mendapat keadaan yang tidak
menguntungkan dirinya, atau hal yang terlihat tanda-tanda akan mengancam
dirinya. Gonggongan anjing ini akan merubah sunyi menjadi riuh, tenang menjadi
kacau. Sikap seperti ini mengganggu ketentraman alam.
Sikap anjing
yang ketiga ini jika ditiru oleh manusia, maka keberadaannya hanya menimbulkan
kekacauan dalam masyarakat sosial. Dalam keadaan dan posisi apapun, keberadaan
orang yang suka menggonggong tidak akan mengantarkan keseimbangan dalam
kehidupan manusia.
Sifat ini
hanya menampilkan keberadaan manusia sebagai pemangsa atau predator bagi
manusia yang lainnya. Bagaiman tidak, hasrat orang-orang seperti ini tidak
tercapai, maka sasarannya akan digonggongi, baik digonggongin dengan mulutnya,
maupun digonggongin dengan sikapnya. Menggonggongkan dengan mulutnya, dia akan
mengeluarkan kata-kata sumpah serapah kepada yang dianggap penghalang
keinginannya akan tercapai.
Pepatah
mengatakan, “jika harimau yang ada dalam dadamu, maka keluarkanlah kambing
lewat mulutmua” artinya, tidak semua apa yang ada dalam hatimu ketika
memahami pihak lain dikeluarkan sepenuhnya dengan mulutmu.
Lidah sering
melukai, mulut sering menggiris rasa, kedua oragan tubuh manusia yang sering
digunakan untuk menyampaikan pesan kepada yang lain harus dijaga dengan baik.
Dan ini juga disampaikan dalam bahasa nasehat yang dinyanyikan oleh Rafly
kande ‘oh tamehoi beuna takawoh, ‘oh tayu piyoh beutaleng ingka, ‘oh
tasurak meubek bek tat riyoh, ‘oh tacemarot su bek raya.
Manusia juga
akan menggonggong dengan sikapnya ketika hasrat dan keinginananya tidak
tercapai, baik keinginan untuk memiliki sesuatu seperti harta, benda,
kekuasaan, pangkat, jabatan, kedudukan, dan pekerjaan. Apapun akan dilakukan
oleh manusia jika keinginannya tidak tercapai.
Jangankan
menghalalkan segala macam cara, untuk memusuhi manusiapun akan dilakukannya,
untuk mewujudkan apa yang diinginkannya. Anjing akan berhenti menggonggong
ketika bangkai sudah didapati dan masuk ke dalam perutnya. Manusia yang
mengadopsi sifat gonggongan anjing juga akan melakukan hal sama, ketika
keinginannya belum tercapai, tidak peduli melanggar sifat-sifat kemanusiaan,
termasuk melenyapkan jiwa dan kehormatan manusia
Sebinatang-binatangnya
anjing, keberadaannya telah mengantarkan pesan hikmah bagi manusia.
Seburuk-buruk rupa dan sikap anjing hadirnya telah menjadi teman bagi manusia
sejak manusia belum menemukan mesin kenderaan untuk memobilisasi hasil produksi
yang diperjual belikan antar kota tempo dulu.
Sematre-matrenya
anjing, anjing tetap menunjukkan kesetiaan dan loyalitas untuk tuannya.
Sesering apapun anjing menjulu-julurkan lidahnya, dan sesering apapun anjing
menggonggon, dia akan berhenti menjulur lidah dan menggonggong ketika apa yang
diinginkan sudah didapati, walaupun hanya untuk mengganjal perutnya pada satu
waktu.
Syahdan........ Sematre-matrenya anjing, anjing tidak pernah selamanya
menjulur-julurkan lidahnya, dan tidak akan terus menggonggong untuk
memperturutkan hawa nafsu dan keinginannyan untuk menyimpan materi dengan
mengahalakan segala macam cara sampai tujuh turunan......
Jakarta, Amfat
Es Dot Fil, 10 Maret 2021......
Komentar
Posting Komentar