KEKUASAAN RAJA DAMA LAGE GEULAYANG SINGET TEURAJE

Lage geulayang singet teuraje.....adagium ini begitu populer bagi masyarakata Aceh. Dalam tradisi kritik bagi masyarakat yang berbasis sastra, selalu menggunakan kalimat yang dapat mengantarkan pesan nasehat atau teguran, walaupun bahasanya terlihat ambigu, namun personifikasi geulayang singet teraje dapat dengan mudah dipahami oleh kebanyakan orang.

Memberi nasehat atau teguran sudah menjadi biasa bagi masyarakat yang beradab, namun nasehat itu atau teguran sangatlah berbeda cara penyampaiannya ketika sebuah kritik ditujukan pada sorang penguasa. Apalagi kritik tersebut ditujukan pada penguasa yang dikenal dhalim oleh masyarakatnya. Bukan karena benci terhadap pelaku kekuasaan, namun semua itu dilakukan untuk menjaga keseimbangan anatara kejamnya penguasa dengan semangat kritis yang dibangun.

Masyarakat di kerajaan Dama yang identik dengan sikap masyarakatnya yang santun memainkan peranan dalam komunitas sosial. Masyarakat yang hidup dan dan keberadaannya diapit antara gunung dan laut, dihamparannya terbentang dengan hutan dan sawah. Di setiap hamparannya terdapat perkampungan-perkampungan penduduk yang hidup mereka sangatlah damai, tentram, dan bahagia dengan mata pencaharian beragam, ada sebagiannya jadi petani, kebun, dan pelaut.

Kerajaann Dama telah berdiri selama hampir seperempat abad, merupakan pecahan dari kerajaan yang dulunya dipimpin oleh raja yang menguasai seluruh penjuru angin, dari Matahai terbit hingga matahari terbenam, dari ufuk Timur hingga ufuk Barat. Dikuasai oleh raja yang haus akan kekuasaan, tidak nampak sedikitpun tanda-tanda kemajuan bagi masyarakatnya, kecuali para pejabat istana saja yang kaya raya.

Berdiri sebagai kerajaan baru, menjadikan masyarakat Dama mandiri dalam mengatur segala lini hidupnya. Sama seperti kerajaan-kerajaan lainnya, dipimpin oleh seorang raja. Raja dalam kerjaan Dama berkuasa penuh atas segala kebijakan yang terkait dengan adat atau dalam bahasa sekarang disebut dengan pemerintahan. Namun yang berbeda, sebagai kerajaan yang keberadaannya harus menyesuaikan diri dengan sistem kekuasaan modern, pemerintahan Damapun mengikuti azas perkembangan politik modern.

Raja Dama tidak bekerja sendiri, kekuasaan yang mana sistem pemerintahannya telah terkontaminasi dengan sistem politik modern, maka sistem politik yang diberlakukan juga menganut asas trias polical, di mana kekuasaan dibagi menjadi tiga wilayah kerja masing-masing.

Trias politcal yang kita pahami hari ini, dalam pelaksanaannya, kerajaan Dama tetap mengikuti titah leluhur  mereka, walupun megadopsi sistem politik modern, namun simbol kekuasaan dan nama tetap menggunakan cluester yang telah ada sejak kerajaan Dama berdiri.

Kekuasaan Dama dibagi pada tiga ssitem kekuasaan, eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Eksekutis sebagai pemangku adat (pemerintahan) dipimpin oleh raja sendiri. Raja di sini tetap menggunakan nama Dama di ujungnya. Siapapun yang berkuasa gelar Dama tetap disematkan pada namanya. Di sini, nama Dama lebih mengemuka dibandingkan dengan nama asli raja itu sendiri, dan ini akan berterusan pada kepemimpinan berikutnya, akan digelari dengan Dama I, Dama II, Dama III, dan Dama-dama berikutnya.

Legislatif, dalam kerajaan Dama dipimpin oleh satu pimpinan dan para pembantunya. Kepemimpinan legislatif dalam kerajaan Dama disebut dengan Pengapet Kerajaan, atau disebut juga dengan Apet Nanggroe. Pengapet ini hadir dari kalangan yang dianggap mampu mewakili aspirasi dari tiga wilayah kekuasaan Dama. Dama lhe sago telah membentang sepanjang penjuri negeri yang diapit oleh gunung, hutan, sawah, dan laut. Sementara kekuasaan yudikatif dipimpin oleh pemangku hukum, yang direkrut dari kalang ulama, cendikiawan, dan para fuqaha.

Raja Dama dari periode ke periode, memiliki keunikan masing-masing. Raja Dama pada periode tahun babi dipimpin oleh raja yang kebijakannya sering bertolak belakang dari tujuan kerajaan didirikan. Setiap program kerajaan selalu berbenturan dengan apa yang diinginkan oleh masyarakat kebanyakan, sebab setiap progam yang dicetus selalu berhenti pada ketidakpastian, dan lebih mengutamakan kepentingan pribadi, dari pada kepentingan masyarakat secara umum.

Raja Dama adalah raja yang memiliki kelainan berfikir, entahkah karena terlalu maju atau karena terlalu bernafsu, dalam bahasa sastra cara berfikir raja Dama patut dan layak digelari sebagai raja lage geulayang singet teraje. Di sini muncul sebuah pertanyaan.....apa itu dan bagaimana maksudnya singet geulayang singet teraje...??????.

Lage geulayang singet teraje bermaksud layang-layang yang tali pengaelnya tidak berimbang. Oleh karena teraje singet, maka layang-layang tersebut terbangnya tidak berimbang. Bayangkan saja jika terdapat beberapa layang-layang yang terbangnya secara bersamaan, dengan angin yang sangat kencang, terdapat satu layang-layang teraje singet, maka sudah dapat dipastikan layang singet teraje tersebut akan melilit benang layang yang lainnya.

Ci gata-gatanyo bayangkan dalam pikiran yang sederhana, geulayang ka meikat lam pateng, dengon jumlah lebeh dari siploh boeh geulayang. Tengoh get tat dipetunang dan angen pun tega, metreng beneng geulayang tengoh get tat di ek, sementara saboh geulayang teraje singet, kon di ruwe-ruwe ban sabohnyan, habeh mepalet beneng geulang awak laen, di beneng geulayang singet terajenyanpih beneng ube raya dipasang pajan tapreh putoh geulangnyan, nyo hana putoh geulayang awak laen minimal mesalek lam awan.  

Habeh putoh geulayang awak laen gara-gara saboh geulayang singet teraje.   

Apa hikmah yang dapat ditarik dari kebijakan seorang raja lage geulayang singet teraje. Dapat dipastikan, kebijakan yang diputuskan  oleh raja sudah pasti banyak pihak yang teraniaya dengannya. Baik pihak pembantu raja sendiri, pengapet kerajaan atau Apet nanggroe, rekan kerja atau Utoh Nanggroe, dan rakyat dari berbagai level akan merasakan efek buruk dari kebijakan raja singet teuraje.

Program singet teraje, telah memakan korban banyak orang, mulai dari rakyatnya sendiri, pihak yang terlibat dalam pekerjaan atau Utoh Nanggroe, yang mana dalam bahasa hari ini disebut dengan kontraktor. Kerakusan raja Dama yang paling dominan dirasakan oleh pihak rekanan yang sudah mendapat mandat dari kerajaan untuk mengajukan permohonan kerja kepada raja, dengan mengutip upeti raja, atau dalam bahasa hari ini disebut dengan fi proyek yang ditetapkan secara besar-besaran dari segala lini.

Pungli yang dilakukan oleh raja Dama dengan kekuasaan yang melekat bak tangan besi di tangannya telah membuat seluruh penghuni negeri tidak berkutik, termasuk pihak Apet Nanggroe tidak berdaya dikokang habis oleh raja Dama, mau tidak mau harus mengikutinya, sebab dalam kaedah politik klasik  tunduk pada raja yang dhalem merupakan sebuah keahrusan dibandingkan dengan tidak memiliki penguasa dalam sebuah kerajaan”.

Tidak ada yang dapat diharapkan dari kebijakan raja singet teraje yang hanya melihat kepentingan pribadi, keluarga, dan kelompoknya saja ketika melihat arah pembangunanan bagi kemajuan masyarakat Dama. Tidak ada satu proyek kerajaanpun yang berjalan dengan baik, semuanya locoh ujong, sementara anggaran kerajaan banyak terserap pada program-program pengadaan saja, yang mana keuntungan dari pengadaan segala barang tertuju pada usaha-usaha miliki raja sendiri.

Narasi fiksi ini sepenuhnya milik Alawu Ma E..................

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meraih Gelar Doktor; Muchlinarwati Disabilitas yang Menginspirasi

Melihat Masalah dengan Masalah

SURAT TERBUKA: KEPADA YANG TERHORMAT BAPAK BUPATI ACEH BARAT DAYA