PANDANGAN MATA MENIPU CINTA MANUSIA
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمٰنُ وُدًّا
Artinya, “Sungguh,
orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, kelak (Allah) Yang Maha
Pengasih akan menanamkan rasa kasih sayang (dalam hati mereka)”. Q. S. Maryam/019: 96.
Kasih sayang adalah aktifitasnya orang-orang yang beriman
dan beramal shaleh. Adanya sebab dengan amal shaleh yang mereka kerjakan, maka
dengan itu Tuhan menanamkan rasa dalam hatinya. Wujud kasih sayang tidak hadir
melalui pandangan mata, tapi ia terbentuk oleh karena aktifnya indra perasa lunak
dalam jiwa. Iman semata tanpa bergerak untuk memahami, maka kasih mustahil
akan ada.
Amal shalehlah yang menyebabkan seseorang hidup dengan
jiwa menyayangi. Artinya, kasih sayang merupakan upaya yang dibentuk karena amal
kebaikan. Pada ayat yang lain, Tuhan menyebutkan, lembutnya hati seseorang
dalam memahami sesamanya, disebabkan karena rahmat Tuhan tercurah dalam
qalbunya.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ
لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ
حَوْلِكَ ۖ ......
Artinya, “maka
berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekitarmu. Q. S. Ali-“Imran/003: 159.
Rasa cinta yang dimunculkan Tuhan pada bagian terakhir ayat
di atas sebagai reward kepada manusia, sebab hatinya sudah bertawakkal. Karena itu,
Tuhan ingin membalas rasa cinta hamba pada Tuhannya. Dengan demikian, ini
menjadi tanda bagi alam bahwa, rasa cinta itu hanya layak ditujukan pada Tuhan
bukan pada manusia, sebab manusia tidak mampu membalasnya. Setimpalpun tidak
mampu dibalasnya, apalagi jauh lebih baik.
Rasa cinta Tuhan sebagai balasan yang setimpal kepada
hambanya, oleh karena sifat takwa yang melekat dalam diri hambanya. Maka dengan
alasan inilah, rasa cinta hanya ditujukan kepada Tuhan, sebab Tuhanlah yang
mampu membalasnya. Dengannya rasa cinta itu tidak menimbulkan kebencian dalam
diri manusia, namun hanya mengahrapkan balasan yang jauh lebih baik dari
Tuhannya.
Ungkapan tentang “cinta datang dari mata turun ke hati”
begitu populer diucapkan oleh orang yang tertipu dengan perasaannya. Bagaimana mungkin
mata bisa memahami, sementara perannya hanya menangkap fenomena saja. Pandangan
mata sering menipu karena kemampuan menangkap gambar dari jarak dekat saja. Dalam
ungkapan inggris terdapat beberapa kata sepadan yang menyebutkan tentang
menyayangi, pity, love, dear, dan darling.
Pemahaman bahwa, pandangan mata dapat mengantarkan cinta,
menurut Gus Miftah adalah pandangan yang keliru. Mata hanya mampu melihat wujud
benda, dan mata tidak mampu mengantarkan rasa. Mata tidak mungkin sepenuhnya
bisa membaca apa yang dilihat. Kemampuan mata hanya mampu menangkap gambar dan
tidak mampu menanamkan pesan.
Memahami kata cinta adalah sesuatu yang absurdity
bagi manusia. Hal ini, disebabkan karena sudah menjadi sifatnya cinta yang
selalu berharap balasan yang setimpal bahkan melebihi dari apa yang
disuguhkannya, tanpa melihat kemampuan manusia untuk mewujudkannya. Cinta yang
berlebihan malah mendatangkan kebencian secara emosional bagi pemiliknya.
Gus Miftah memahami bahwa cinta itu, hadirnya tidak
mungkin dapat dipahami berdasarkan pandangan mata. Jika saja rasa cinta wujud
dari apa yang dilihat oleh manusia, lalu bagaimana manusia bisa menaruh rasa
pada Tuhannya. Bukankah belum ada satupun manusia yang dapat melihat Tuhan di
dunia ini, namun dengan sendirinya ada kehadiran Tuhan dalam diri manusia.
Begitu banyak ungkapan para pujangga dalam memahami
cinta. “Hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga”, begitulah kata musisi
ternama mengungkapkannya dalam syairnya. Roma Irama telah megungkapkan tentang
cinta dalam banyak lagunya. Cinta bak taman bunga yang butuh banyak air untuk
menyegukkannya.
Begitu juga dengan Ipank yang tak sengaja bertanya dalam
sya’irnya “apakah itu cinta”. Menurut Ipank cinta adalah perasaan yang
datang secara tiba-tiba. Ada upaya diri dalam merintis rasa cinta, cinta tidak
berharap untuk dinodai, rindu akan selalu menghantui bagi anak Adam yang sudah
menjatuhkan jiwanya dalam rasa yang dalam. Cinta itu suci sehingga pernah
berharap adanya noda-noda yang menghantuinya.
Perasaan yang datang tanpa adanya kabar ini, akan hanyut
dalam bisikan merindu yang tidak mampu untuk dijelaskan pada sispapun. Merindu,
menginginkan untuk bersama, berharap kesempurnaan datang untuk dirinya. Ketika
rasa cinta menuntut kesempurnaan, di situlah muncul masalah.
Mesti dipahami cinta akan memunculkan nada-nada
kekecewaan dalam hati agar mengingat bahwa cinta bukanlah milik manusia, dia
hanya milik sang pencipta. Ketika hatimu terkhianati dengan rasa yang menipu
itu, maka ingatlah bahwa manusia tercipta dari unsur tanah yang tidak pernah
tahu di bumi mana engkau akan dikembalikan nantinya.
Tuhan tidak menanamkan rasa cinta dalam sifat-Nya. Semua itu,
sebab Tuhan lebih memahami bahwa menanamkan rasa cinta dapat menimbulkan
kekecewaan terhadap ciptaan-Nya, kususnya manusia. Tidak dapat dibayangkan,
jika sifat cinta menonjol dalam diri Tuhan dalam memahami manusia, maka
tamatlah keberlangsungan hidup manusia di bumi. Cinta akan menimbulkan
kemurkaan atas manusia.
Dominan sifat yang dimunculkan Tuhan untuk memahami
manusia diakumulasikan dalam sifat “rahmah”, yang mana dari kata “rahmah”
ini mewujudkan dalam dua sifat utama bagi-Nya. Dan sifat utama ini menjadi
pembuka asmaul husna dengan sebutan ar-Rahman dan ar-Rahim.
Dua kata sifat diawalnya menjadi generator bagi manusia untuk secara
terus-terusan memperbaiki dirinya.
Cinta bisa datang dan cinta juga bisa hilang. Dan ini
terjadi secara berulang-ulang dalam diri manusia. semua itu terjadi karena rasa
cinta yang datang dimunculkan dari pandangan mata saja, bukan dari respon hati.
Pandangan mata akan selalu menipu rasa. Jangan pernah
percaya dengan cahaya yang sengaja memantulkan dirinya. Jangan pernah percaya dengan
cinta, karena ia adalah tunas kebencian jika tidak dipahami dengan benar objek
yang dicintainya. Cinta ibarat fatamorgana yang terpancar dari cahaya-cahaya
semu. Ia bukanlah sifat asli dari panas itu sendiri, kehadirannya hanyalah
pantulan dari ketidak sanggupan bumi melindungi dirinya dari panasnya
Matahari.
Seharusnya yang perlu dihidupkan dalam diri manusia
adalah rasa menyayangi, bukan rasa mencintai. Rasa menyayangi akan medatangkan
paham terhadap sesama, sementara rasa cinta akan melahirkan kebencian bagi
pemiliknya, ketika cinta merasa tidak terbalas oleh manusia.
Sifat ketuhanan yang diperkenalkan kepada manusia adalah
sifat ar-Rahman dan ar-Rahim, sebab dengan kedua sifat tersebut
Tuhan memahami manusia sebagai makhluk yang membutuhkan kasih sayang dari-Nya,
dan bukan makhluk yang menginginkan angkara murka dari Tuhannya.
Rasa mengasihi datangnya dari hati, dan begitu juga
dengan rasa memahami, merupakan wujud lunak dari respon qalbu. Walaupun tidak
bertatap wajah, sebagaimana manusia memahami sang penciptanya. Walaupun mata
tidak melihat wujud nyata Tuhan itu sendiri, namun kehadirannya dapat dirasakan
oleh manusia melalui file lunak yang terbaca oleh qalbunya.
Berdasarkan konteks rasa manusia memahami Tuhannya,
begitulah seharusnya hati memahami sesama. Jika sudah menghidupkan rasa kasih
dalam hati, maka apa yang dilihat oleh pandangan mata bukan lagi menjadi
penghalang bagi manusia untuk menghidupkan rasa menyayangi. Pandangan mata
sering tertuju mata materi yang dimiliki, baik berupa harta, benda, dan rupa. Sementara
pandangan hati melihat potensi yang hidup.
Hati dan qalbu akan mengirim rasa yang tidak pernah
didorong oleh apapun. Sebagaimana fatamorgana, kehadirannya oleh karena bumi
tidak sanggup mengontrol panasnya cahaya. Jika rasa sudah terwujud berdasarkan
sifat kasih, maka tidak akan muncul kebencian di dalamnya. Apapun yang berlaku,
dan apapun hal yang menimpa atas dirinya, akan dipahami sebagai wujud dasar
dari keberadaan manusia sebagai makhluk yang lemah, dan rentan melakukan
kesalahan.
Cinta dan kebencian, sangking dekat keberadaannya terisi
pada halaman yang sama di alenia yang berbeda. Semantara kasih dan sayang
adalah upaya manusia memahami dalam satu jiwa yang saling mengantarkan paham
atas rasa yang terpatri dalam hati anak manusia.
Jika terlanjur menaruh rasa cinta yang muncul dari
pandangan mata, maka bersiaplah untuk terluka. Dan jika ingin merasakan bahagia,
maka hadirlah rasa kasih dalam jiwamu, sehingga dengan rasa sayang itu mudah
bagimu untuk memahami kekurangannya. Namun jika rasa cinta yang engkau taruhkan
pada manusia, ketika merasa cintamu tidak terbalas oleh karena keterbatasan
yang melekat padanya, maka engkau akan membencinya.
Menyayangilah, sehingga kehadiranmu menghadirkan
ketenangan dalam jiwanya. Seperti tenangnya air ketika berada pada muara yang
luas dan dalam, lalu keberadaannya mendatangkan banyak manfaat bagi setiap
makhluk yang mendiami alam semesta ini.
Akhirnya, sampai pada tahap memahami, sebagaimana
disampaikan oleh Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, bagi yang sudah megikat kasih
dengan ikatan pernikahan, maka ikat rasa itu dengan tiga tali temali, yaitu
cinta (mahabbah), kasih (mawaddah), sayang (rahmah), dan amanah.
Cinta adalah sikap pertama yang harus diwujudkan oleh
keduanya, dengan cara menunjukkan sifat-sifat yangg baik dan menyenangkan bagi
yang memilikinya, yaitu sifat-sifat yang pernah diperlihatkan pada awal
berkenalan dahulu. Jika saja sifat-sifat sudah saling diperlihatkan dan
dipertahankan maka cinta keduanya akan menuju lestari.
Pada sa’at sifat-sifat itu mulai berkurang dari salah
satu pemiliknya, maka rasa cinta dari yg lainnya ikut berkurang. Jika itu
terjadi pada pasangan mu, maka gunakanlah sikap yang kedua untuk mempertahankannya,
menggunakan sikap kasih (mawaddah). Mawaddah, artinya cinta di atas
cinta, cinta yang menunjukkan rasa.
Sifat mawaddah akan membuat pemiliknya dapat
menghilangkan sifat-sifat buruk yang ada di dalam dirinya. Dengan sifat mawaddah
pemilik kasih akan merasakan bahwa, apa pun kekurangan atau kelebihan keduanya,
dia adalah kekasih hatiku.
Lihatlah kekurangan pasanganmu sebagai riak, alunan dan gelombang dalam kehidupan rumah tangga. Setiap pasangan harus memahami bahwa kekurangan suatu keadaan yang mesti ada padanya. Jika terdapat beberapa kelebihan, itulah kelebihan pasanganmu. Mawaddah adalah sikap atau tali untuk mempertahankan diri jika setiap pasangan memiliki kekurangan.
Pasangan hakiki yang menyayangi, dia akan berkata "aku
menyayangimu, dengan sayang yang tiada taranya”. Ungkapan “belahlah dadaku”
bukanlah semangat mencintai. Tanda menyayangi itu dengan menunjukkan tindakan
implementatif ketika engkau mendapatkan ketidakmampuannya dalam memahami. Tugas
yang dibebankan kepada pasanganmu bersifat sunnatullah, seperti perempuan
mengandung, melahirkan, menyesui, dan mengasuh. Akan tetapi dibalik sunnatullah
itu, ada tanggung jawab kemitraan di dalamnya, itulah yang disebut dengan
pemilik kasih adalah mitra yang setara denganmu.
Komentar
Posting Komentar