Datuak Majo Nan Sati: Idul Fitri Lekat Silaturrahim Dalam Menata Diri
ِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ
لِأَنْفُسِكُمْ ۖ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا ۚ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ
لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ
مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا
Artinya,
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan
jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila
datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang
lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid,
sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan
sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai”. Q. S. Al-Isra/017: 7.
1
Syawal 1442 H., menjadi pelajaran baru bagi penulis sendiri.
Pepatah yang begitu populer di masyarakat kita "jauh berjalan banyak yang
dilihat, lamanya hidup banyak yang dirasakan". Sepertinya pepatah ini
bukan hanya menjelaskan sebuah fenomena, namun lebih dari itu, seluruh dari apa
yang dilihat akan menjadi pengetahuan baru dalam sejarah
kehidupan manusia.
Setelah
menjalani prosesi ibadah shalat 'idul fitri bersama jamaah yang lainnya.
Mengingat masa pandemi sebagian masyarakat Jakarta melaksanakan ibadah shalat
'id dilaksanakan di rumah masing-masing. Dan ini juga yang dilakukan oleh
Datuak Majo Nan Sati.
Pelaksanaan
ibadah shalat 'id sesuai dengan peraturan kesehatan yang dikeluarkan oleh
pemerintah dimasa pandemi. Dan begitu juga perintah agama melalui penyampaian
para ulama bahwa, melakukan shalat 'id di rumah bersama keluarga selama
masa pandemi dibolehkan dengan cara berjamaah. Jamaah di sini dapat
dipahami dengan jumlah peserta jamaah lebih dari dua orang.
Dihari pertama
‘idul fitri, tepatnya pada hari kamis 13 Maret 2021, setelah shalat
'id dilaksanakan, lalu dilanjutkan dengan kutbah 'idul fitri. Dalam pesannya
khatib menyampaikan bahwa, dengan berakhirnya Bulan Suci ramadhan, bukan
berarti berakhir pula kita menahan diri. Berhentinya makan disiang hari
tanda pendidikan pada raga sudah selesai.
Menahan
diri dalam bentuk tidak makan dan minum setelah ramadhan juga bagian dari makna
"fitri". Artinya, dihari nan fitri kita diperbolehkan untuk makan dan
minum kembali. Namun bukan berarti kita melepaskan segala yang sudah
dilarang selama ramadhan. Setelah ramadhan berakhir kita masih harus menahan
diri dari sifat-sifat buruk yang melekat dalam jiwa. Seperti, thamak, rakus,
amarah, emosi, dengki, hasud, iri, simbong, angkuh, dan lain sebagainya.
Khatib
melanjutkan, manusia ibarat mesin komputer yang memiliki dua perangkat. Pertama,
dinamakan dengan perangkat keras (hardware). Kedua, dinamakan dengan perangkat
lunak (software). Kedua perangkat ini saling mempengaruhi untuk
mengantarkan pesan kerja kepada manusia.
Hardware di
sini merupakan anatomi yang meliputi seluruh tubuh manusia,
sementara software segala sifat rohani yang melekat pada jiwa.
Kedua perangkat ini, baik perangkat keras dan perangkat lunak sama
fungsinya sebagaimana alat kerja mesin yang mana keberadaannya juga saling
mempengaruhi. Perangkat keras sebagai indra peraba dan pada raga,
sementara perangkat lunak sebagai indra perasa pada jiwa.
Momen
puasa telah mendidik dua perangkat dalam diri manusia. Dengan berpuasa dapat
menyehatkan raga, dan juga dengan berpuasa dapat meningkatkan nilai
spritual dalam jiwa, sehingga dengannya akan mendidik dan
membangkitkan dalam qalbu manusia untuk merasa. Merasa bagaimana simiskin
hidup dalam serba tidak berkecukupan. Ibadah puasa juga melatih jiwa dalam
menahan diri dari sifat-sifat tercela.
Sama
seperti keluarga yang lainnya ketika memasuki bulan syawal, tradisi tahunan
berlaku bagi keluarga Bani Saleh. Selayaknya aktifitas kebanyakan orang ketika
datangnya hari lebaran tradisi berkumpul adalah momen bagi segenap keluarga
untuk bersilaturrahmi. Jika pulang ke kampung halaman tidak bisa dilakukan
oleh karena satu dan lain hal, bukan berarti pulang ke rumah orang tua atau
orang yang dituakan tidak dilakukan juga.
Datoak
Majo Nan Sati Dr. Suherman Saleh, Ak. MSc. CA., adalah sosok yang dituakan
dalam keluarga Bani Saleh. Sebagai orang tua dan yang dituakan dihari nan
fitri, momen yang paling ditunggu-tunggu bagi seorang Datuak adalah
berkumpulnya satu keluarga besar.
Bersama
keluarga besar dihari ‘idul fitri bagi umat Islam bukan hanya untuk saling
memaafkan satu sama lain, akan tetapi dapat juga bermakna jauh dari itu. Jika
hanya sekedar meminta dan memberi maaf cukup dilakukan dengan lisan dan
berjabat tangan saja.
Namun
sangatlah berbeda jika ‘idul fitri dipahami sebagai perjalanan manusia
menyongsong pengelolaan hidup baru, tentu memberi dan meminta maaf tidaklah
cukup, jika tidak diperjelas dengan makna-makna yang harus dipahami oleh
seseorang yang telah berhasil mencapai kemenangannya.
Momen
inilah yang dimanfaatkan oleh keluarga Bani Saleh, datang untuk bersilaturrahmi
bukan hanya sekedar untuk meminta dan memberi maaf kepada yang lain, akan
tetapi penting juga dilakukan seruan untuk penguatan diri. Dan penguatan diri
ini akan lebih bermakna jika disampaikan oleh orang yang dituakan.
‘Idul
fitri juga dipahami sebagai refleksi akhir tahun atas apa yang telah dilakukan
selama setahun yang telah berlalu. Dan inilah yang dilakukan oleh Dr. Suherman
Saleh yang memiliki tanggung jawab besar mendidik generasi berikutnya.
Bahwa,
hidup ini adalah sejarah panjang yang tidak akan habisnya. Jangankan masa yang
telah berlalu, pertemuan hari inipun akan menjadi sejarah bagi kita untuk masa
berikutnya, bahwa kita pernah berkumpul untuk merenungi bersama apa yang sudah
dilakukan dan sejarah apapula yang kita ukir pada tahun berikutnya.
Memulai
prosesi perenungan awal tahun syawal 1442 H., pasca umat Islam merayakan hari
kemenangannya. Peristiwa yang paling bahagia yang dirasakan oleh seorang Datuak
adalah ketika ia mendengar cucu-cucunya dapat membaca dengan baik dan
melantunkan ayat suci Alquran. Satu persatu cucu-cucunya dipanggil dan diminta
untuk membacakan surat-surat pendek, yang disaksikan oleh orang tua dan sanak
sodaranya yang lain.
Setelah
beberapa dari anak cucunya diminta untuk melantunkan ayat suci al-qur’an,
masing-masing dari mereka selesai menghafalkan surat-surat pendek, baru lah
sang Datuak mulai mengulang momen yang sangat bahagia yang pernah
dirasakannya.
Semua
kalian yang hadir pada hari ini harus tahu, ketika suatu hari dulu saya shalat
yang di-imami oleh cucu saya, perasaan ini tidak dapatkan saya luwahkan kepada
siapapun. Rasanya bermain-main dengan seorang cucu saja sudah sangat bahagia
bagi saya, dan sangatlah berbeda ketika kita shalat dan imamnya adalah cucu
kita sendiri.
Mendengar
ungkapan ini semua yang ikut hadir dari kalangan anak dan cucu Datuak Majo Nan
Sati tidak bisa mengekpresikan apapun kecuali terdiam, dan berbisik dalam hati
betapa penting dan mulianya bacaan Alqur’an itu, dengannya sudah mendatangkan
kebahagiaan tersendiri bagi seorang Datuak.
Momen
ini di luar dugaan yang dilontarkan oleh sosok yang selalu hadir dalam perkara
apapun yang terjadi di dalam keluarga, saat memulai penguatan diawal syawal.
Bukan hanya untuk keluarganya, keterlibatan beliau juga hadir dalam
masalah-masalah yang dihadapi oleh sanak sodara, qarib, dan para
sahabat-sahabatnya.
Sahabat
lintas generasi, termasuk juga sahabat seangkatan dengan beliau pada program
Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Terutama
sekali dalam hal percepatan penyelesaian studi.
Silaturrahim
keluarga yang dipandu oleh sosok Datuak, dengan menyuguhkan nasehat-nasehat
penting. Hal yang paling ditekankan adalah setiap yang hadir pada momen
silaturrahim idul fitri kali ini siapapun dia, semua dari kita harus
meningkatkan peran takwa pasca berakhirnya ramadhan.
Syawal
bukan berarti merdeka dari segalanya, berhenti berpuasa dari makan minum iya,
tapi untuk meningkatkan potensi diri tidak boleh berhenti. Terutama sekali
dalam hal berbuat kebaikan dan berbaik sangka kepada orang lain, serta berbaik
sangka atas apa yang menimpa atas diri kita.
Semua
yang hadir pada momen ini tidak boleh berburuk sangka kepada siapapun, termasuk
kepada saya sendiri Datuak Kalian semuanya. Di sini perlu untuk disampaikan
bahwa, di antara sesama tidak boleh membeda-bedakan. Manusia diperintahkan
untuk berbuat baik. Dan ini sesuai dengan perintah agama sebagaimana telah
disampaikan oleh baginda Nabi Muhammad saw., yang artinya, “sebaik-baik
manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain”. “khairunnas anfa’u
linnas”.
Kata
yang digunakan dalam hadis tersebut adalah “khairunnas” bukan “khairul Muslim”,
dan juga bukan “khairul Mukmin”, serta bukan juga “khairul Muttaqin”. Artinya
apa, untuk menjadi baik jangan tunggu harus terlihat tanda-tanda sebagai
Muslim, Mukmin, dan Muttaqien terlebih dahulu. Cukup terlihat baik saja pada
seseorang, dengan demikian engkau tidak perlu bertanya lagi apa agamanya,
begitu kata KH. Abdurrahman Wahid.
Memulai
dengan pembacaan surat-surat pendek bagi cucu-cucu seorang Datuak bukan karena
seremoni saja, dan bukan karena ingin memperlebar materi pencerahan dalam
silaturrahim kali ini. Namun semua itu menurut Reza Saleh adalah sebuah
penanaman semangat kepada yang sudah menjadi orang tua dari cucu-cucu seorang
Datuak, bahwa generasi penerus dari agama ini adalah generasi yang dekat dengan
al-Quran.
Oleh
karena itu, perhatian yang paling utama terhadap pendidikan generasi berikutnya
adalah mempersiapkan generasi yang menguasai Ilmu Pengetahuan dengan landasan
Islam yang kuat, yaitu pengetahuannya tentang al-Qur’an harus ditanamkan sejak
dari sekarang. Dan pengetahuan mereka terhadap dunia ini harus berdiri tegak
lurus sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam Islam.
Setiap
tibanya momen syawal tradisi pulang kampung adalah kebiasaan bagi masyarakat
perantauan. Pulang kampung menurut Hotmatua Paralihan, sebagaimana
disampaikannya dalam pidato tunggal pada acara silaturrahim bersama keluarga
Bani Saleh bahwa “pulang kampung adalah mudik yang mengangkat derajat manusia”.
Bagaimana tidak dengan pulang ada rindu yang terlampiaskan di sana. Datang
menghadap kepada yang lebih tua adalah sebuah kemuliaan adab dalam tradisi
masyarakat kita.
Hari
ini kita telah pulang secara hakikat. Di sini kita telah berkumpul di rumah
orang tua kita. Walaupun bukan pulang ke kampung halaman yang jauh
di sana, oleh karena seleksi alam memaksa kita untuk tetap di sini.
Dengan
adanya momen silaturrahim ini, ada dosa yang melebur dengan sendirinya, ada
maaf yang terlebih dahulu diberikan sebelum tangan berjabat, ada hati yang
saling memperkuat, ada pikiran yang saling terhubung, ada keinginan yang
disampaikan, ada rasa yang terpahami secara mendalam, ada maaf yang diharapkan,
ada pengampunan atas kesalahan yang diberikan, ada kesal yang diungkapkan, ada
kekecewaan yang diutarakan, dan ada kasih sayang yang dibangun dari relung hati
yang dalam.
Perintah
utama dari agama ini terhadap manusia adalah mengantarkan paham pada sesama.
Al-Quran menyebutnya dengan bahasa “lita’arafu”. Pahamilah dan layani sesamamu
dengan baik, dan hindari disparitas dalam membangun komunikasi kepada
sesama.
Jauhkan
perbedaan di antara kita, tidak ada bedanya antara tuan rumah dengan yang
datang bersilaturrahim. Perbedaan ini hanya terletak pada posisi saja. Dan
posisi adalah kesempatan bagi kita untuk belajar menata diri ke arah yang jauh
lebih baik. Dengan perbedaan posisi, jangan pernah kalian merasa lebih tinggi
dan lebih rendah dari yang lainnya.
Sebagai
seorang Datoak tidak boleh dan tidak pernah berfikir untuk membeda-bedakan
dalam memperlakukan sanak sodarnya. Perbedaan hanya diperlihatkan dalam hal
yang terkait dengan pembinaan dan pendidikan untuk menuju proses hidup yang
jauh lebih baik. Sebab setiap orang memiliki karakter yang berbeda, dan ini
harus dipahami benar oleh seorang Datuak.
Jangan
pernah merasa rendah dengan pekerjaanmu, dan jangan pernah merasa
diri sebagai pembantu ketika kita harus saling mengisi dalam melakukan sesuatu.
Bekerjalah sesuai dengan posisi dan kemampuan kita masing-masing. Dalam hal
usaha, setiap manusia adalah buruh.
Buruh
secara keseluruhan bagi manusia keberadaannya adalah sebagai hamba yang
diciptakan Tuhan untuk beribadah kepada-Nya. Dalam keadaan terpaksa dan senang,
manusia sebagai hamba haruslah patuh terhadap ajaran-ajaran yang telah
dituntunkan oleh al-Quran.
Setiap
kita adalah hamba, setiap kita adalah pembantu, dan setiap kita adalah buruh.
Ada buruh sebagai pekerja dan ada buruh sebagai pemilik. Sebagai pemilik
manusia telah menjalani sunnatullahnya.
Ada
buruh sebagai pemilik otoritas kekuasaan (pemimpin), ada buruh sebagai pemilik
profesi, ada buruh sebagai pemilik mandat, dan ada buruh sebagai pemilik usaha.
Jika kamu belum mampu menjadi buruh sebagai pemilik atas apa saja, maka jadilah
buruh sebagai pekerja. Dan dengan pekerjaannya sebagai buruh, manusia dapat
menghidupi dirinya, serta tidak menjadi orang yang meminta-minta.
Datuak
Majo Nan Sati, telah mengajarkan pola pikir sederhana bagi keluarganya.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Kang Yuyus, pengusaha sukses ini berbicara
sebagai perwakilan dari para “seumando” yang telah menjadi bagian dari keluarga
Bani Saleh. Seumando adalah istilah masyarakat Minang untuk
menyebutkan orang yang telah menjadi suami atau istri dari sebuah keluarga.
Pengalaman
yang begitu menarik diawal pertemuan dengan seorang Datuak dengan seabet
jabatan melekat pada dirinya, sebagai pejabat negara di jajaran perpajakan
hanya mengajukan pertanyaan sederhana. Sebagai laki-laki sanggupkah kamu
menyediakan dua liter beras dalam sehari, jika sanggup nikahilah dia sebagai
istrimu.
Pertanyaan
ini menurut Kang Yuyus terlihat sangatlah sederhana, tapi mengandung pelajaran
yang mendasar, sebesar ini rumah yang saya datangi, cukup dua liter beras saja
sudah memenuhi syarat untuk mempersunting wanita dari keluarga Bani Saleh. Dua
liter beras adalah simbol tanggung jawab, dan telah menjadi pelajaran yang
bermakna bagi kang Yuyus, bahwa tanggung jawab bagi seorang laki-laki itu
begitu sederhana di mata seorang Datuak.
Pertanyaan
dari seorang datuak, "apakah kamu sanggup menyediakan dua liter beras
dalam satu hari". Pertanyaan ini sederhana, dan sekaligus menjadi semangat
baru bagi Kang Yuyus untuk melangkah lebih maju menyunting gadis pujaannya dari
keluarga datuak. Dua liter beras saja sudah cukup. Artinya, dengan dua liter
beras sudah bisa untuk hidup. Dan kebutuhan dua liter beras sudah cukup berakal
dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Menjadi
baik bukanlah perkara yang mudah untuk ditanamkan dalam diri seseorang. Sukses
dalam pekerjaan adalah keinginan setiap hamba. Tidak perlu harus menunggu
pintar terlebih dahulu untuk melakukan sesuatu. Tidak ada orang cerdas, dan
tidak ada orang sukses di dunia ini, yang ada hanyalah orang yang selalu
memulai sesuatu dengan rasa cinta. Dan ini adalah pekerjaannya para
failosuf.
Mencintai
Ilmu Pengetahuan adalah jalan utama bagi manusia untuk memperoleh kemuliaan.
Baik kemuliaan di dunia dan kemuliaan di akhirat. Tutup Hotmatua Paralihan,
mahasiswa doktor pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan
juga sebagai dosen Filsat Islam di Universitas Islam Negeri Sumatra Utara.
Pekerjaan
yang mulia adalah pekerjaan yang dilakukan dengan tangannya sendiri. Setiap
kelelahan dari upaya manusia mencari dan memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia
akan menjadi perisai baginya mendapatkan ampunan dari Tuhan.
Pada penghujung uraian Datuak Majo Nan Sati, Dr. Suherman Saleh, Ak. MSc. Ak., menekankan, dengan berakhirnya ramadhan tugas kita sebagai hamba adalah menyambung serta melanjutkan misi pembelajaran yang didapatkan selama melakukan ibadah puasa dengan tindakan nyata.
Maka dengan itu, untuk mengisi
hari-hari selama setahun ke depan haruslah menjadi manusia yang bermanfaat bagi
orang lain. Manusia yang selalu menebarkan keselamatan dan kebahagiaan bagi
manusia. Dengannya terciptalah keharmonisan sosial dalam masyarakat yang lebih
luas. Tutup sosok yang sering dipanggil dengan nama Uda Herman oleh sahabat
qaribnya.
Jakarta,
13 Mei 2021...............
Komentar
Posting Komentar