Rangkang Cinta Aida
Ibu terlalu cinta kepadaku, namun lupa
menaburkan kasih sayang kepada anaknya......monolog diri Aida hanya
terhibur dengan deraian air mata.
Bagi Aida, Teungku Muda adalah sosok
laki-laki yang menginspirasi jiwanya. Terdapat banyak daya yang terdapat pada
diri Teungku Muda, dan daya tersebut berhasil menanamkan rasa dalam jiwa Aida.
Semenjak Aida melihat Teungku Muda ada harapan yang ingin diraihnya. Harapan
semua wanita yang ingin hidup bahagia dengan pria idamannya.
Harapan dan cita tersebut masih dalam
perasaan yang hanya mampu diungkapkan oleh Aida melalui bait-bait puisinya.
Semenjak itu Aida sering mengutarakan rasa melalui goresan tintanya.
Personifikasi rasa adalah bentuk dari keinginan hati Aida yang menginginkan
cinta dari pemuda sederhana dan terpelajar.
Aceh adalah negeri yang telah menjadi pilihan
Aida untuk melanjutkan studinya. Memperdalam ilmu agama adalah cita-cita orang
tua Aida. Dan inilah latar belakang kenapa Aida begitu teguh hati bertahan di
sebuah dayah sederhana yang telah banyak melahirkan generasi pemikir Islam yang
telah berkiprah pada berbagai ranah publik, baik di Aceh maupun daerah-daerah
lain.
Islam berkembang ke sentro Nusantara berawal
dari negeri yang berada di ujung bagian Barat pulau Sumatra. Provinsi dengan
gelar negeri Serambi Mekkah ini berada di kawasan paling ujung matahari
terbenam.
Di dayah tua yang banyak melahirkan generasi
ulama di Nusantara Aida telah menemukan jati dirinya, sebagai wanita Muslimah
yang bersahaja. Di dayah tua ini juga Aida menemukan laki-laki dambaan hatinya.
Memendam rasa tanpa diutarakan adalah sesuatu
yang buruk bagi seseorang yang mulai mekar cinta dalam dirinya. Rasa yang
tersembunyi pada diri Aida ternyata juga tertanam dalam jiwa Teungku Muda.
Seringanya bertatap dari kejauhan, dan juga tak jarang mata bertemu pandang
yang hanya berbalas senyuman.
Aida telah menjalin rasa paraler dengan
Teungku Muda. Rasa yang mulai menyentuh gelombang asmara ini telah terucap
dengan diam. Diamnya hati yang saling mendengungkan alunan kasih telah
terungkap melalui sepucuk surat ilegal yang dikirim Teungku Muda dengan
memanfaatkan waktu dikala dayah sedang memperingati hari kelahiran Nabi
Muhammad saw.
Mencuri momen Teungku Muda mencoba mendekati
Aida dan menyodorkan sepucuk kertas asmara yang telah terangkai kata-kata
pujangga menggunakan tinta biru.
Sejak Aida menerima sepujcuk surat ilegal
tersebut, kasih keduanya mulai mekar. Cinta dua anak Adam yang masih belum suci
sudah merencanakan arah masa depan yang belum diketahui oleh siapapun, termasuk
oleh ibunya Aida sendiri. Seorang ibu yang telah lama menjanda memiliki
keakayaan warisan dari suaminya yang telah terlebih dahulu berpulang kepada
Yang Maha Kuasa, ternyata telah memilih seorang pengusaha intan untuk menjadi
suaminya Aida.
Menyandingkan posisi dengan pengusaha intan
pilihan seorang ibu, tentunya Teungku Muda tidak ada apa-apanya. Teungku Muda
adalah seorang santri yang sejak kecil sudah yatim piatu akibat dari ganasnya
Tsunami yang telah meluluh lantakkan bumi Aceh.
Namun, dengan takdir Tuhan di dayah tua
itulah keduanya bertemu, dan terhubung paraler rasa yang tumbuh dan mekar,
namun berhadapan dengan ancaman besar, yang tidak disadari oleh Teungku Muda,
dari angkuhnya seorang ibu janda yang kilau melihat dunia.
Sambil menjual es tebu dengan gerobak bantuan
tetangga, Teungku Muda berusaha mencari nafkah disela-sela kekosongan jadwal
belajarnya di dayah tua.
Lamunan Aida dengan deraian air mata,
mengingat rasa yang telah terpendam pada laki-laki pujaan hatinya harus
berakhir dengan keputusan sepihak yang disampaikan ibunya.
Setelah selesai menjajakan es tebunya,
matahari mulai cendrung ke arah Barat, magribpun menyapa, Aida yang sejak tadi
berdiri menunggu Teungku Muda selesai mengemas gerobak tebunya. Dan
Teungku Mudapun menyapa.....hayo kita kembali ke dayah, ajak Teungku Muda, hari
mulai menuju malam, kita harus bersiap diri ke Surau dayah dan setelah sahalat
magrib selesai dilaksanakan kita akan mengikuti mata pelajaran akhlak yang di
asuh oleh Abu pimpinan dayah.
Sambil melangkahkan kakinya Teungku Muda
betanya.....kenapa engkau menangis Aida.......apa yang terjadi.....sambil
berjalan Aidapun menjawab...ibu meneleponku dan mengabari sesuatu......lalu
Aida terdiam sejenak, sebab tidak sanggup menyampaikan pesan ibunya melalui seluler,
jika dia harus segera pulang dan tidak boleh melanjutkan belajar lagi di Aceh,
sebab Aida akan segera ibu nikahkan dengan pengusaha batu intan dari negeri
Borneo pulau Kalimantan.
Bersambung........................
Komentar
Posting Komentar