Alhammadun: Hamba Yang Bersyukur dalam Keadaan Apapun
Alhamdulillahi
rabbil ‘alamin adalah awal dari surat alfatihah. Surat al-Fatihah adalah induk
dari segala surat. Memiliki kemuliaan tersendiri. Surat yang selalu
diulang-ulang dalam pelaksanaan shalat lima waktu. Dan juga sering diucapkan
oleh seseorang diakhir doa yang dipanjatkan. Segala puji bagi Tuhan atas apa
yang menimpa manusia di dunia, baik duka maupun bahasgia.
Kalimat
“hamdalah” inilah yang menjadi point penting dari penyampaian KH. Yusuf
Muhammad dalam pengajian takziah dari meninggalnya ibunda Yusmanilis binti
Idroes “Allah Yarham”. Yang disampaikan melalui Zoom Meeting, yang
dihadiri langsung oleh anak, sanak, sodara, dan kolega-kolega Uda Datuak Majo
Nan Sati Dr. Suherman Saleh, pada tanggal 14 Juli 2021 pukul 21.30 WIB.
Manusia dalam
keadaan apapun dituntut menetapkan syukur dalam dirinya. Ucapan syukur telah
dikabarkan kepada manusia adalah dengan mengucapkan kalimat “alhamdulillah”.
Kalimat ini adalah upaya penyadaran diri jika keberadaan manusia sebagai hamba
dalam keadaan apapun adalah pihak yang menerima segala kebaikan.
Ucapan
alhamdulillah diucapkan sebab Allah swt., adalah zat yang Maha terpuji. Atas
segala pujiannya hamba diuji dengan segala hal, baik diuji dengan duka
kematian, maupun diuji dengan duka atas peristiwa-peristiwa tertentu yang
menimpa seorang hamba.
Manusia sering
tidak mampu memahami sifat qadha dan qadarnya Tuhan, oleh karena itu, hamba
merasa berat mengucapkan kalimat “hamdalah” saat mengalami duka. Dalam keadaan
duka saja mesti mengucapkan “alhamdulillah” apatah lagi jika dalam keadaan
sedang berbahagia.
“Alhamdulillahi
‘ala kulli hal” segala puji kepada Tuhan dalam keadaan apapun. Kalimat
“hamdalah” ini adalah sebuah ungkapan keridhaan atas apa yang menimpa manusia.
Dalam keadaan apapun hamba harus mengucapkan kalimat “alhamdulillah”.
Segala puji
bagi Tuhan atas apa yang menimpa hamba-hambanya. Ucapan
alhamdulillah diserukan oleh Nabi Muhammad saw., untuk diucapkan dalam keadaan
duka, baik duka yang bersifat berpisahnya di dunia dengan orang-orang yang kita
cintai (kematian), maupun duka atas peristiwa-peristiwa tertentu yang menimpa
atas hamba.
Kematian atas
hamba adalah duka yang sangat dalam bagi sanak keluarga. Duka yang memutuskan
kenikamatan dunia bagi yang berpulang kepada Tuhannya.
Tidaklah
berlaku kematian bagi seseorang terkecuali sudah tertera padanya jika Allah
swt., telah menganggap amal ibadahnya telah cukup, maka dengannya kita
mengucapkan “alhamdulillah” dikarenakan Tuhan telah menyiapkan
balasan kebaikan kepada hamba-Nya atas amal-amal yang telah dilakukan semasa
hidup di dunia dengan balasan yang jauh lebih baik dari apa yang ada di dunia,
maka dengannya kita mengucapkan “alhamdulillah”.
Keterbatas
dalam memahami keputusan dan ketetapan yang telah Tuhan tetapkan kepada hamba,
menjadikan hamba tidak mampu mengucapkan “alhamdulillah” dalam keadaan duka.
Padahal Rasulullah menyerukan kepada umatnya agar mengucapkan “alhamdulillah”
pada setiap hal apapun.
Nabi Muhammad
saw., menganjurkan untuk mengucapkan alhamdulillah dalam keadaan apapun agar
kita masuk dalam kelompok “alhammadun”. Siapakah kelompok “alhammadun” itu.
dalam hal ini Rasulullah saw., menjelaskan dalam sabdanya, “Siapa
al-Hammadun itu?” tanya para sahabat. “Mereka adalah orang-orang yang
bersyukur kepada Allah swt., dalam
keadaan bagaimanapun.” (dalam hadist lain disebutkan ,”Mereka adalah
orang-orang yang bersyukur kepada Allah swt., dalam kesempitan dan
kelapangan”).
Alhammadun sebagaimana disampaikan oleh Nabi Muhammad saw., adalah
orang yang pertama dipanggil oleh Allah swt., untuk masuk syurga diakhirat
nanti. “Alhammadun” adalah orang yang selalu mengucapkan “alhamdulillah” baik
dalam keadaan duka maupun bahagia, atau dalam keadaan lapang maupun dalam
keadaan sempit.
Muncul
pertanyaan yang sering kita pertanyakan. Apakah setelah seseorang hamba yang
telah meninggal dunia masih akan dipertemukan dengan orang tua atau anaknya.
Jawabannya sebagaimana disampaikan oleh KH.Yusuf Muhammad dengan mengutip
firman Tuhan dalam Alquran sebagai berikut.
وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا
وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِاِيْمَانٍ اَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ
وَمَآ اَلَتْنٰهُمْ مِّنْ عَمَلِهِمْ مِّنْ شَيْءٍۚ كُلُّ امْرِئٍ ۢبِمَا كَسَبَ
رَهِيْنٌ
Artinya, “Dan
orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam
keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan
Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang
terikat dengan apa yang dikerjakannya”. Q. S. Ath-Thur/052: 21.
Menutup kajian
ini, Ustadh Yusuf Muhammad menyampaikan, hanya dengan memelihara ketakwaan,
anak-anak manusia akan dikumpulkan kembali dengan orang tuanya. Dan
hal yang sama telah disampaikan juga oleh Prof. Gunadi, beliau menyampaikan
“peliharalah ketakwaan, sebab dengan ketakwaan itulah yang akan mempersatukan
seorang anak dengan orang tuanya kelak di syurga nanti.
Orang-orang
yang termasuk “alhammadun” adalah orang-orang yang memiliki ilmu, iman, dan
semangat jihad. Ada tiga hal yang menyebabkan seseorang untuk mengucapkan
kalimat alhamdulillah.
Pertama, ucapan alhamdulillah merupakan kalimat yang dianjurkan
(seruan) oleh Nabi Muhammad saw.
Kedua, apapun yang menimpa seorang hamba, baik duka maupun
bahagia adalah datangnya dari Tuhan dan tidak dipahami sebagai keburukan,
walaupun yang datang itu musibah, baik kematian maupun musibah atas peristiwa
tertentu yang menimpa hambanya.
Ketiga, kalimat “alhamdulillah” diucapkan agar hamba termasuk
kelompok “alhammadun”, yaitu kelompok orang-orang yang selalu bersyukur atas
apa yang menimpa hambanya. wassalaamu'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.......
Jakarta, 14
Juli 2021......
Komentar
Posting Komentar