AKU PUN BERFATWA: DISERTASI BUKANLAH ALQURAN






Sekuat-kuatnya hafalan seseorang akan ayat-ayat al-Quran, dia tidak memiliki kapasitas untuk menambah dan mengurangi satu hurufpun dari firman-firman itu. Dan selemah-lemahnya pemahaman mahasiswa terhadap unit analis disertasinya, dia harus menambah atau mengurangi konten dari apa yang sedang diteliti dalam penelitiannya.

Jangan pernah sedikitpun berfikir dalam menulis disertasi sebaik mungkin. Sangking berupaya baik tulisannya, ada yang menginginkan disertasi tersebut, setelah selesai ditulis langsung jadi seperti al-Quran. Dan ini juga berlaku untuk skripsi, tesis, artikel, serta karya-karya ilmiah yang lainnya.

Ini tidak mungkin akan terjadi, sebab kenapa? tidak mungkin Tuhan itu ridha atas rencana tersebut. Oleh karena Tuhan tidak ridha, maka Tuhan akan menggunakan kapasitas ketuhanannya untuk menghalangi disertasi tersebut selesai, dengan caranya sendiri. Bisa jadi dengan cara dibingungkan penulis memetakan masalahnya, bahan yang tidak valid,  terhalang dengan bimbingan dan ujian, serta terhalang dengan berbagai persoalan lainnya.

Dan Tuhan juga tidak menginginkan ada tulisan yang lain, yang akan menandingi al-Quran. Maka dengan itu, tulislah disertasi sebagai karya ilmiah saja. Dan jangan pernah berharap disertasi akan menjadi Kitab Suci. Sebab, jika menginginkan disertasi seperti kitab suci, sudah pasti penulisnya akan berhadapan dengan Tuhan, bukan dengan promotor apalagi penguji.

Dengan itu, sederhanakan penulisannya agar kita tidak merasa benar dengan apa yang mau ditulis, ikuti saran promotor dan para penguji saja, serta sesuaikan dengan standar karya ilmiah. Dan tulislah apa yang didapat, jangan pikirkan apa yang belum ada. Kumpulkan pelan pelan, lama lama akan jadi banyak. Yang diuji pada ujian disertasi adalah apa yang ditulis, bukan apa yang dipikirkan. Dengan itu, tulislah dan jangan dipikirkan.

Menulis disertasi, tentu banyak lika-liku yang akan dilalui oleh mahasiswa dalam menyelesaikannya. Ada cerita yang berbeda-beda. Sangking seriusnya pengurusan disertasi banyak memakan korban. Korban perasaan, dan juga korban waktu, pikiran, dan juga banyak mengahbiskan biaya. Dan waktu terhoror adalah tibanya batas yang ditentukan bagi penerima beasiswa negara atau lembaga lainnya.

Berbagai macam masalah memungkinkan terjadi. Ada mahasiswa di tengah jalan pengujinya mengundurkan diri, namun mahasiswa tidak kehilangan semangat dalam melanjutkan tulisannya, dan langkah-langkah selanjutnya tetap dilaksanakan. Artinya apa, mahasiswa tetap tidak kehilangan akalnya.

Ada yang promotornya mengundurkan diri. Ini tahapan krusial yang dihadapi mahasiswa. Bagaimana tidak, 70 % disertasi otomatis akan dirubah sesuai dengan keinginan dan metodelogi promotor yang baru. Bayangkan saja jika promotornya mengundurkan diri setelah ujian pendahuluan selesai dilaksanakan, satu langkah lagi menuju promosi. Dan titik kulminatnya tidak lulus saat diuji. Poooooniiiing aku baaaaaah.....kata seorang sahabat.

Ada yang calonnya mengundurkan, karena tidak sabar menunggu proses disertasi. Namun bukan menjadi urusan ditunggu atau tidak, sebab tidak ada korelasi antara munakahat dengan munaqasah ujian disertasi. Bunga tidak setangkai, madu tidak setetes.

Munakahat dalam keadaan perang sedang berkecamukpun masih bisa dilaksanakan, namun berbeda dengan disertasi butuh konsentrasi, kecerdasan berfikir, ketenangan jiwa, sabar, cerdas memahami masalah, manut dengan  saran-saran para penguji dan promotor, serta fokus dalam menetapkan lacuna dan novelty-nya. Dan rajin-rajin berdiskusi, coloqium kata masyarakat ilmiah.

Yang paling seksi dan menjadi aib bagi mahasiswa tidak selesainya penulisan disertasi disebabkan karena ada yang mengundurkan diri dari peredaran. Orang lain menemukan jodohnya masak dia yang kehilangan akalnya. Dan Yang lebih menakutkan serta mengkhawatirkan lagi, jika terlalu berlama-lama mengurus disertasi pasangan yang di rumah mengundurkan diri, karena jablai, sebab terlalu lama ditinggalkan.

Belajar itu sama seperti beribadah kepada Tuhan. Jika saja ibadah shalat, puasa, haji, dan yang lainnya, sebagai hamba disaat menunaikan ibadah tidak berdasarkan ilmu yang cukup dalam pelaksanaannya, lalu hampir saja tertolak ibadah tersebut, namun tentunya kita berharap kepada Tuhan agar supaya ibadah yang kita lakukan diterima karena Tuhan melihat kesungguhan kita beribadah pada-Nya..

Begitu juga dengan disertasi, jika saja penelitian tidak seapik dan tidak sebagus yang diharapkan oleh promotor, dikarenakan keterbatasan ilmu dan pengetahuan kita dalam menulis, dan menjawab soalan-soalan yang dilontarkan oleh profesor penguji, minimal mereka menerima dan meluluskan disertasi kita karena mereka melihat adanya kesungguhan dalam mengerjakan penyelesaian disertasi sampai selesai.

Ekplicit knowladge.....tidak menjadikan satu ilmu untuk mengukur sesuatu yang lain. Menutupi pengetahuan dengan menggunakan satu kacamata ilmu akan menutupi pengetahuan yang lain.  Maka, dengan itu pikiran akan sempit memaknai alam cosmos yang setiap detik bergerak. Begitulah adanya dengan disertasi, ditinjau dari berbagai aspek dan pendekatan untuk memahami sebuah tema dibedah dari berbagai sisi ilmu pengetahuan. Dan ini dikenal dengan istilah penyelesaian masalah menggunakan metode multi-disipliner ilmu.

Multi-disipliner ibarat menyelam samudra lepas. Kelompok pencintah hikmah akan melihat alam sebagai sumber dari segala inspirasi. Dengan ilmu hikmah mereka mengungkap fakta yang tersembunyi dari alam ini.

Dr. Ainuddin (Allah Yarham) pada satu kesempatan memberi penjelasan bahwa,  pada level Meta-Filsafat, para filosof bagaikan burung Elang melihat daratan dari ketinggian angkasa.  Semua objek entitas di alam semesta merupakan satu kesatuan integral  yang mempunyai keterhubungan antar satu objek dengan objek lainnya. Para Ulama- filosof tidak puas hanya  melihat dunia sebagai objek entitas faktual yang ada di alam empiris saja,  tetapi mereka berupaya melihat dunia sebagai objek entitas logis hingga objek entitas supra-logis.

Sedangkan seorang ahli satu disiplin ilmu saja,  bagaikan kura-kura melihat dunia di hutan belantara dari kerendahan secara horizontal. Sehingga, yang terlihat hanya alam empiris saja secara kuantitif dan kalkulatif. Cara seperti ini akan menjadikan manusia mengalami split personality.

Percayalah pada kata-kata yang diucapkan oleh mereka yang menguasai ilmu hikmah, sebab hikmah tidak hanya melihat dan mengutarakan sesuatu berdasarkan satu cabang ilmu. Para failosuf memahami sesuatu berdasarkan metode berfikir yang konplek, sehingga mereka tidak mudah percaya dengan pengakuan tanpa ilmu. Sebab yang berilmu belum tentu punya pikiran yang lurus, jika ilmunya hanya berorientasi pada ukuran materi semata.

Kata yang diucapkan tidak semua dapat mewakili apa yang dipikirkan oleh pikiran. Rasa yang diapresiasikan pada jiwa tidak dapat mewakili apa yang dirasakan oleh qalbu manusia. Suara yang dikeluarkan mewakili isi hati, namun tidak semuanya dapat mengantarkan pesan yang utuh dari apa yang dipikirkan.

Dan Tidak perlu risau dengan keterwakilan kata yang tidak utuh menjelaskan tentang rasa, jika masih bisa dilakukan dengan kegembiraan, maka semuanya akan terwakili ketika kata-kata yang diucapkan terbawa bersama dengan senyuman. Disertasi yang telah berhasil mengurai kata menjadi kalimat akan mengurai maksud dan tujuan dari apa yang diungkapkan.

Biarkan kata-kata itu semraut saat ditulis dan diucapkan, ketika nada mampu berjalan beriringan, maka sebanyak apapun kekurangan itu akan tertutupi dengan instrumen yang tersuguhkan dengan baik. Tersenyumlah wahai hati yang sedang risau memilih kata terbaik untuk mengungkapkan rasa yang tersembunyi dalam pokok-pokok pikiran disertasi. Percayalah, para profesor penguji akan meluruskan kebuntuan itu. Dengan itu, ujian disertasi dalam berbagai level bukanlah sebuah hukuman, melainkan sebuah pelurusan masalah.

Setiap ujian ada maqamnya. Ujian pendahuluan adalah pesta bagi para profesor penguji. Para penguji memiliki hak untuk mengaju pertanyaan, sekaligus mengutarakan pernyataan, dan juga berhak mengkritisi, menyarankan, meluruskan, jika tulisan-tulisan yang sudah dirangkum masih dianggap keliru.

Ujian tertutup adalah ibarat pesta bagi para penguji, sementara promosi adalah pesta bersama antara promotor, para penguji, dan promovendus. Maka dengan itu, mahasiswa yang diuji dalam ujian tertutup tidak boleh memasang wajah sedih, dan tidak boleh merespon horor pada pesta orang lain. Sementara saat promosi boleh bergembira dan boleh bersedih bersama, sebab itulah pesta terakhir antara promotor, para penguji, serta mahasiswa yang diuji. Dan berbahagialah bagi mereka yang sudah melewati pesta bersama, yakni promosi doktor disertasi.

Ciputat, 4 Agustus 2021........ 


Komentar

Sahabat SPs 2018 mengatakan…
Untaian kalimat yang sangat indah Pak Doktor, penuh makna dan hikmah..Jadi semangat ingin segera pesta bersama dalam promosi doktor disertasi..syukron
Mukhtar Amfat mengatakan…
Aku terharu membacanya komentarnya. Ketika saya menulisnya tidak pernah terfikir jika ini terkesan ada motif semangat. Tujuan dasar penulisan ini untuk mengabarkan kepada kita-kita bahwa disertasi ini bukanlah kitab suci, sehingga penulisannya harus dipandang rumit. Tulis saja apa adanya, setelah terserah pada promotor dan para penguji. Terima kasiiiiiiiiiii,,,,sahabat SPs 2018.

Postingan populer dari blog ini

Meraih Gelar Doktor; Muchlinarwati Disabilitas yang Menginspirasi

Melihat Masalah dengan Masalah

SURAT TERBUKA: KEPADA YANG TERHORMAT BAPAK BUPATI ACEH BARAT DAYA