Islam dan Kebudayaan: Tradisi Dakwah Ulama di Nusantara
Dr.
Hafniati Abd Hadi, S. Pd. I., M. Kom., menjabat sebagai Wakil Rektor I Institut
Agama Islam Al-Ghurabaa Jakarta, adalah wanita pertama yang dinyakatan lulus
pada ujian promosi doktor angkatan 2018 jalur mandiri pada Sekolah Pascasarjana
(SPS) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dalam jangka
waktu tiga tahun, dan lulus dengan predikat Cum Laude.
Intelektual perempuan asal Aceh yang membidangi ilmu Komunikasi Islam ini telah mendedikasikan dirinya sebagai doktor Komunikasi Islam dalam waktu yang singkat. Menyelesaikan studi doktoral selama tiga tahun memiliki kesan tersendiri bagi kandidat doktor, tentunya bergelut dengan waktu adalah pilihan utama. Sebagai ibu rumah tangga hal ini menjadi tantangan tersendiri, namun sebagai tenaga pengajar (dosen) dan pejabat di Perguruan Tinggi banyak menyita waktu, dengan gemulatan ilmu bersama mahasiswa menambah tantangan.
Perempuan kelahiran Banda Aceh, anak pertama dari tiga bersaudara ini menamatkan sekolah di Banda Aceh. Sebagai istri dari abdi negara berpindah-pindah domisili sudah biasa. Mengikuti jejak suami, Nusantara menjadi tempat baginya untuk melanjutkan hidup. Namun, sesuatu yang patut ditiru dari sosoknya, kemanapun tempat bertugas, dan dimanapun tempat domisili melanjutkan studi menjadi budaya dalam hidupnya.
Bersentuhan dengan kharisma Montasik menanamkan jejak mengikuti para pendahulu. Kecamatan Montasik telah melahirkan banyak tokoh dan banyak intelektual yang mana dengan pemikirannya tidak hanya berkiprah di Aceh, namun juga telah mewarnai tingkat nasional.
Tokoh pejuang integrasi kebanggsaan diawal kemerdekaan Indonesia berasal dari Montasik. Dan Dr. Hafniati telah menapaki jejak masa lalu dalam dirinya dalam melanjutkan tradisi intelektual. Tradisi yang tidak mudah untuk dilakukan oleh kebanyakan orang. Mencapai gelar doktor adalah strata pendidikan tertinggi dari standar pengembangan intelektual manusia abad modern. Dan menambah tidak mudah bagi seorang perempuan yang juga harus membagi waktu dalam mengurus keluarga.
Ilmu bagi intelektual adalah nutrisi untuk pikiran, sementara daya imajinasi merupakan inspirasi bagi jiwa, dan interaksi menjadi bagian dari transaksi sosial. Sebagai doktor Komunikasi Islam kajian tentang dakwah dan komunikasi mesti mengangkat sebuah tema dakwah yang mengispirasi bagi umat ini. Dengannya, ia telah merampungkan penelitian berkelas nasional menangkap sebuah fenomena dakwah di negeri ini dengan judul “Dakwah Melalui Budaya: Metode dan Media Dakwah Ustadz Fadzlan Garamatan di Papua”.
Disertasi ini telah diuji pada sidang ujian promosi doktor pada tanggal 31 Agustus 2021 melalui Aplikasi Zoom Cloud Meetings, pada Sekolah Pascasarjana (SPS) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, oleh para profesor penguji Prof. Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, MA., (merangkap ketua sidang)., Prof. Dr. Jamhari, MA., Prof. Drs. Andi Faisal Bakti, MA., Ph. D., (merangkap promotor). Prof. Dr. Murodi, MA., Prof. Dr. H. M. Ridwan Lubis.
Ustadz Fadzlan Garamatan adalah da‘i yang dijuluki dengan nama ustadz sabun mandi, dikarenakan ustadh Fadzlan pada awal dakwahnya menggunakan media sabun mandi pada saat mulai memperkenalkan ajaran dasar dalam Islam yaitu thaharah/bersuci pada masyarakat Papua. Ustadh Fadzlan Garamatan telah memperkenalkan Islam kepada masyarakat Papua dimulai dengan thaharah/bersuci, diawali dengan membersihkan badan dari kotoran sampai pada pembersihan jiwa dari segala bentuk kesyirikan.
Islam adalah agama samawi terakhir yang diturunkan Allah swt. Islam sebagai agama yang disebarkan melalui dakwah, substansi dakwah dalam Islam tidak bermakna sempit, bahkan dakwah dipahami sebagai upaya penyadaran.
Dakwah merupakan proses penyampaian nilai Islam. Dan dakwah bertujuan agar terjadinya perubahan pada diri individu, kelompok, atau masyarakat sebagai objek dakwah. Dalam teori dakwah, hal yang harus diperhatikan oleh seorang da’i adalah bagaimana menentukan metode yang tepat dan efektif dalam menghadapi suatu golongan tertentu dalam suatu keadaan dan suasana tertentu pula.
Kajian ini mengungkapkan sisi unik kiprah dakwah Ustadz Fadzlan Garamatan di Papua telah memperkenalkan Islam kepada masyarakat Papua melalui pendekatan budaya. Semakin memahami budaya masyarakat semakin mudah da’i berdakwah. Agama sebagai jembatan antara komunikasi dan budaya dibuktikan oleh Ustadz Fadzlan Garamatan. Dalam kiprahnya dapat mengkonversikan budaya Papua menjadi budaya islami melalui dakwahnya.
Materi dakwah dikaitkan dengan persoalan yang lebih aktual dalam masyarakat dengan metode yang tepat. Dakwah dijadikan sebagai wasilah dalam upaya mengangkat harkat dan martabat manusia, meningkatkan kesejahteraan (perekonomian) hidup umat, penguasaan ilmu dan teknologi, informasi dan komunikasi, kesehatan jiwa dan mental, ketenteraman dan kedamaian.
Dakwah tidak hanya semata-mata proses mengenalkan manusia kepada Tuhannya, melainkan juga merupakan sebuah proses transformasi sosial, dengan sejumlah tawaran dan alternatif solusi-solusi bagi umat dalam mengatasi masalah kehidupan yang mereka hadapi.
Berdakwah dengan menggunakan media Internet memberi dampak yang signifikan saat ini, Pemanfaatan media sosial sebagai media dakwah menjadi pilihan da’i dalam berdakwah di era digital. Ustadh Fadzlan sebagai dai yang hidup di era digital, di samping mengelola pendidikan melalui kelembagaan, juga memanfaatkan media sosial untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan.
Dakwah melalui budaya adalah tradisi para da’i di bumi Nusantara dalam mengajarkan Islam. Indonesia sebagai bangsa yang masyarakatnya sangatlah heterogen, maka dakwah melalui pendekatan budaya dipahami sebagai komunikasi yang dibangun dengan menjunjung tinggi perbedaan dari latar belakang budaya masing-masing. Perbedaan ini muncul dari berbagai aspek kehidupan baik keberagaman agama, suku, bahasa, dan adat istiadat.
Masyarakat Papua adalah masyarakat yang sangat pluralis. Kemajemukan ini menjadi aset bagi masyarakatnya dalam membangun kekuatan dari segala hal. Terutama sekali membangun potensi ekonomi masyarakatnya. Keanekaragaman ini muncul dari instrumen budaya, adat istiadat, kepercayaan, bahasa, sistem ekonomi, dan letak geografis.
Letak geografis masyarakat Papua tidak menjadi penghambat komunikasi antar sesama. Letak wilayah justru menjadi jembatan dalam mendekatkan pengaruh untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya. Dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat Papua memiliki tiga zona, zona ekologi rawa, zona ekologi dataran tinggi, serta zona ekologi kaki gunung dan lembah-lembah kecil.
Islam sebagai agama dakwah harus disampaikan dengan cara yang baik. Metode dakwah dengan mengedepankan mau‘idhatul hasanah dalam menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat yang pluralis harus menggunakan instrumen budaya.
Ajaran Islam tidak hanya disampaikan pada Muslim semata, namun jauh lebih penting Islam itu diperkenalkan kepada masyarakat non-Muslim. Menyampaikan dakwah tanpa menggunakan instrumen budaya akan melukai kedamaian antar umat manusia. Apalagi berdakwah dengan tujuan menukar kepercayaan lama pemeluknya, dengan kepercayaan yang baru.
Ustadh Fadzlan Garamatan telah menyampaikan dakwah Islam dengan menggunakan instrumen budaya kepada masyarakat Papua. Dengan megedepankan nilai-nilai dalam berdakwah, maka dengan itu Islam dipahami sebagai agama yang ramah dan sangat memperhatikan segala hal, baik kesehatan, pakaian, kebersihan, dan lain sebagainya.
Memahami ajaran agama yang mengatur hal-hal besar sampai pada hal kecil akan membuka logika berfikir terkait dengan kebenaran sebuah agama. Maka dengan itu mengawali dakwah dengan metode thaharah, sehingga dengan ini ia dijuluki dengan ustadh sabun mandi. Thaharah adalah bab yang pertama diajarkan dalam hukum Islam. Memulai dakwahnya dengan menerapkan budaya kebersihan telah membuka pandangan bahwa bagi masyarakat Papua Islam adalah agama yang benar. Dengan pendekatan thaharah telah memancing spiritualitas masyarakat Papua terhadap keberadaan Islam sebagai agama.
Materi dakwah dikaitkan dengan persoalan yang lebih aktual dalam masyarakat dengan metode yang tepat. Dakwah dijadikan sebagai wasilah dalam upaya mengangkat harkat dan martabat manusia, meningkatkan kesejahteraan (perekonomian) hidup umat, penguasaan ilmu dan teknologi, informasi dan komunikasi, kesehatan jiwa dan mental, ketenteraman dan kedamaian.
Dakwah tidak hanya semata-mata proses mengenalkan manusia kepada Tuhannya, melainkan juga merupakan sebuah proses transformasi sosial, dengan sejumlah tawaran dan alternatif solusi-solusi bagi umat dalam mengatasi masalah kehidupan yang mereka hadapi.
Sisi lain yang dicerna dari dakwah ustadz Fadzlan
Garamatan, dengan menggunakan metode pendekatan budaya ia mampu membangun
jembatan komunikasi.
Pola dakwah argumentatif yang dibangun berdasarkan
penekanan hikmah serta mau‘izah yang menyentuh pada nilai kebaikan, dan dengan
membangun dialog yang bersifat mujadalah berdasarkan logika dan retorika
yang tepat mampu mengubah pola pikir masyarakat Papua untuk memahami bahwa,
agama tidak hanya menjadi sebuah keyakinan saja tanpa melibatkan paham yang
kuat terhadap ajaran-ajarannya dapat mempengaruhi tata cara hidup, serta
menolak pola dakwah yang bersifat muʻaqabah bi al-mitsal dengan
melakukan pembalasan serupa pada pelakunya.
Melalui lembaga pendidikan AFKN Nuu War ustadh Fadzlan
mampu mengubah pola dakwah yang sebelumnya dilakukan dalam bentuk dialog
personal dengan Kepala Suku dan masyarakat,
kemudian menjadi pola pendidikan Islam yang dikelola secara kelembagaan.
Melalui kajian ini, dakwah tidak hanya dipahami sebagai
media pengantar teks keagamaan semata, namun juga dipahami sebagai media
menanamkan nilai. Seorang da'i di samping memperkuat kognisi pada umat, juga
memperlihatkan sisi afektif dan psikomotorik. Di sinilah peran ustadh Fadzlan
hadir mengisi ruang dakwah secara terbuka kepada umat.
Terbuka yang dimaksud di sini adalah akses dakwah tidak
hanya bertumpu pada umat Islam saja, namun juga disampaikan kepada non-Muslim
dengan cara mendatanginya. Jika saja umat Islam mudah menerima dakwah, maka
sebaliknya juga bagi non-Muslim dengan cara yang baik menerima ajaran Islam
sebagai agama yang bertauhid pada Tuhan yang satu, dan mampu hadir
menyelesaikan problem kehidupan bagi pemeluknya.
Dakwah melalui budaya, Islam telah dengan mudah diterima
oleh masyarakat Nusantara. Dengan itu, perlu mengedepankan pola dakwah berbasis
fikih kebudayaan.
Mengingat begitu besarnya pengaruh budaya dalam
pembentukan katakter umat, adat istiadat telah mempengaruhi prinsip-prinsip
keagamaan di Nusantara. Dalam hal ini, sebagai seorang da'i tidak hanya dilihat
dari kemampuannya menguasai ilmu-ilmu keislaman semata, namun juga mesti
mengedepankan nilai-nilai kebudayaan.
Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya Muslim.
Islam telah berperan dominan dalam berbagai bidang. Negara dengan asas
Pancasila, kebebasan berbicara (Freedom
of speech) juga menjadi hak dalam menyampaikan pesan-pesan keagamaan, namun bukan
berarti memiliki kebebasan untuk melecehkan agama orang lain, apalagi memaksa
pemeluk agama lain untuk meninggalkan agamanya.
Indonesia sebagai negara yang berkebudayaan, pola dakwah
yang diterapkan oleh ustadh Fadzlan kepada non-Muslim dengan pendekatan budaya
menjadi barometer bagaimana Islam ini disampaikan dengan cara yang baik,
sehingga agama ini diterima oleh masyarakat di luar Islam, bahkan oleh
masyarakat yang pengalaman spiritualnya sangat kental dengan kebiasaan
berdasarkan kepercayaan leluluhur.
Membangkitkan kembali metode dakwah melalui budaya,
sebagaimana yang diterapkan oleh ustadh Fadzlan dalam berdakwah, dengannya
banyak masyarakat Papua memeluk Islam dapat menjadi model dakwah di dunia
Islam, kususnya negara yang memiliki kebudayaan yang beraneka ragam, seperti
halnya Indonesia.
Mengedepankan konfrontasi dalam berdakwah tidak hanya
melukai hati pemeluk agama, namun juga dapat menciptakan permusuhan antar umat
beragama, antar sesama umat beragama, dan sesama anak bangsa.
Pola dakwah yang telah disampaikan oleh Ustadh Fadzlan
tidak hanya memperkenalkan tauhid pada masyarakat non-Muslim di Papua, namun
juga meneruskan dengan pembinaan pada ilmu-ilmu pendukungnya. Mengajari
masyarakat Papua yang telah memeluk Islam dan meneruskannya melalui lembaga
pendidikan sangatlah jarang dilakukan oleh da’i kebanyakan.
Melalui lembaga AFKN bermakna dakwah tidak hanya
mengantarkan ilmu pada pemahaman sekilas saja, namun juga harus diajarkan
secara metodelogis. Dengan itulah, proses dakwah yang pada mulanya mendatangi
para mad’u lalu kemudian diteruskan dengan menjemput mad’u terutama
sekali anak-anak masyarakat di Papua untuk memperdalam ilmu keislaman di
lembaga pendidikan.
Dakwah dengan menggunakan metode pendekatan budaya mampu membangun jembatan komunikasi. Pola dakwah argumentatif yang dibangun berdasarkan penekanan hikmah serta mau‘izah yang menyentuh pada nilai kebaikan, dan dengan membangun dialog yang bersifat mujadalah berdasarkan logika dan retorika yang tepat mampu mengubah pola pikir masyarakat Papua untuk memahami bahwa, agama tidak hanya menjadi sebuah keyakinan semata tanpa melibatkan paham yang kuat terhadap ajaran-ajarannya untuk mempengaruhi tata cara hidup, serta menolak pola dakwah yang bersifat muʻaqabah bi al-mitsal dengan melakukan pembalasan serupa pada pelakunya.
Mengakiri kajian ini berdasarkan analisis data dari penelaahan berbagai sumber, dapat disimpulkan bahwa, metode dan media dakwah ustadz Fadzlan Garamatan mula-mula dilakukan menggunakan studi pengaruh dengan menyampingkan segala bentuk rintangan, seperti susahnya masyarakat Papua menerima keberadaan orang luar. Sasaran utama yang dipengaruhi adalah Kepala Suku masing-masing komunitas. Ustadz Fadzlan berhasil mempengaruhi Kepala Suku hingga keberadaannya diterima oleh masyarakat setempat.
Dakwah selanjutnya adalah dengan menanamkan nilai-nilai tauhid ke-Islaman bagi masyarakat non-Muslim di Papua. Berdasarkan metode pengaruh ustadh Fadhlan Garamatan berhasil membangun jembatan pemikiran pada masyarakat di Papua. Dialog antara agama dengan budaya tidak membenturkan keyakinan yang dianut.
Komunikasi sebagai aktifitas manusia dapat membangun dua hal sekaligus, menata individu dan menata dalam kehidupan sosial. Komunikasi dalam menata individu dapat dilihat dari sikap yang terbangun dari dalam diri manusia. Dan komunikasi ini dapat membangun empat hal yakni, membangun identitas sosial, integrasi sosial, menambah pengetahuan, dan dapat melepaskan diri dari persoalan yang dihadapi. Sementara dalam kehidupan sosial dapat berfungsi sebagai fungsi pengawasan, menghubungkan, sosialisasi, dan menghibur.
Papua merupakan wilayah di Nusantara yang menyimpan berbagai warisan kebudayaan. Masyarakatnya sangat menjunjung tinggi dan sangat kuat dalam melestarikan adat istiadat yang diwariskan dari leluhur mereka. Masyarakat yang begitu taat dengan hukum adat, maka keberadaan Kepala Suku lebih berperan dibandingkan dengan pemimpin keagamaan dalam menata kehidupan sosial, dan bahkan adat budaya yang telah terbangun mampu menata kehidupan individu dan sosial tanpa harus mengikat diri dengan hukum pemerintahan.
Jakarta, 31 Agustus 2021...
Komentar
Posting Komentar