Melalui Yayasan YAPIS Papua Berkembangnya Imanisasi Pluralistik
Ujian promosi, di mana setiap mahasiswa sangat berharap samapi ke sana, namun hati cemas. Cemas berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan para guru besar, harap-harap cemas!!! Begitulah realnya.
Disertasi yang berjudul “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam Masyarakat Pluralistik: Studi Pada Yayasan Pendidikan Islam Papua. Dan disertasi ini telah diuji oleh para profesor penguji bapak Prof. Dr. Phil. Asep Saeudin Jahar, MA. Prof. Dr. Abuddin Nata, MA. Prof. Dr. Armai Arief, M. Ag. Prof. Dr. Husni Rahim. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Prof. Dr. Sutjipto. pada Rabu, 4 Agustus 2021, via Aplikasi Zoom Cloud Meetings.
Tesisi stekmen dari penelitian ini adalah melihat bahwa semakin metode pendidikan mengadopsi materi agama non-Muslim, maka pembelajaran PAI pada peserta didik plural agama dapat diterima.
Lembaga pendidikan yang melakukan pembelajaran PAI pada peserta didik plural agama dapat terus terlaksana karena tidak dijumpai peserta didik pluralistik mengkonversi agamanya menjadi agama Islam. Pembelajaran PAI pada peserta didik plural agama tersebut dilakukan hanya pada aspek pengetahuan. Pelaksanaan ini dapat terus berlangsung.
Kebijakan Yapis Papua dalam Pembelajaran PAI pada masyarakat pluralistik tidak memperhatikan keagamaan yang dianut para siswa, melainkan hanya mengajarkan agama tertentu terhadap para siswa yang beragam keagamaannya. Namun demikian, cara pembelajaran PAI yang demikian itu dapat berjalan secara efektif atau tidak menimbulkan penolakan atau resistensi.
Hal ini terjadi disebabkan pembelajaran di Yapis Papua tidak bertujuan mengganti keagamaan para siswa, tidak memaksa peserta didik menkonversi agamanya ke dalam agama Islam, tidak mewajibkan penghayatan dan pengamalan pengetahuan agama Islam.
Penerapan pembelajaran ini dilakukan tidak sepenuhnya misi idiologi, tetapi lebih didasari pada pertimbangan misi sosial terutama pengenalan Islam, karena pembelajaran pendidikan agama Islam diberikan kepada siswa non-Muslim tidak menjadikan mereka keluar dari agamanya, justru menjadikan pelajaran pendidikan agama sebagai sarana memperkenalkan agama Islam.
Penerapan pembelajaran PAI pada 3 satuan pendidikan Yapis Papua yaitu Universitas Yapis Papua, SMK Hikmah Yapis dan SMA Hikmah Yapis dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru sebagai ahli yang memegang kontrol selama proses pembelajaran, model teacher centris, strategi pembelajaran ekspositori.
Guru/Dosen sebagai subyek dalam pembelajaran PAI di mana pendidik tidak mengharuskan peserta didik pluralis mengamalkan ajaran agama Islam, memasukkan unsur nilai dan ajaran agama non-Muslim di dalam materi pembelajaran PAI, guru menurunkan nilai standar kriteria ketuntasan minimal bagi peserta didik non-Muslim.
Pada sisi kognitif menyadur agama non-Muslim. Dan pada sisi psikomotorik mereka hanya mengetahui praktek keagamaan namun tidak dilaksanakan. Pada sisi afektif, mengambil nilai-nilai yang sama dengan ajaran agama lain yang sesuai dengan afektif dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Masalah yang muncul di dalam pembelajaran PAI pada masyarakat pluralistik, yaitu peserta didik yang tidak memahami materi ajar, materi pembelajaran yang diberikan tidak sesuai dengan kemampuan awal peserta didik, dan perbedaan keyakinan.
Solusi yang dilakukan oleh YAPIS Papua dengan menjadikan pembelajaran PAI bukanlah misi ideologi bagi peserta didik pluralistik, sedangkan untuk peserta didik Muslim tetap mewajibkan mereka mengamalkan ajaran agama Islam, memberikan waktu tambahan.
Penelitian ini penting karena mengungkapkan cara yang tidak lazim yang dilakukan, yaitu strategi mengajar PAI agar dapat berjalan dengan baik, diterima oleh peserta didik pluralistik, dengan strategi pembelajaran yang tepat, maka pembelajaran akan dapat mencapai tujuannya.
Melalui yayasan YAPIS Papua mampu mengembangkan tali hubungan harmonis antara lembaga pendidikan Islam dengan masyarakat non-Muslim di Papua. Jika masyarakat pluralis terdahulu tidak bisa menghubungkan antara merkea melalui pendekatan keyakinan, oleh karena tidak memiliki perangkatnya. Namun masyarakat masyarakat modern dapat menghubungkan komunikasi itu melalui jembatan ilmu pengetahuan.
Mengajarkan agama kepada orang lain yang telah beragama adalah bibit kekacauan dalam masyarakat pluralis. Akan tetapi, meningkatkan mutu pendidikan ilmu pengetahuan modern merupakan upaya pencerdasan masyarakat yang telah meyakini dirinya bersama-sama menata hidup yang berkemajuan dalam bernegara.
Janganlah engkau memanggil mereka dengan panggilan yang buruk setelah mereka beriman. Begitulah sepenggal ayat yang terdapat dalam al-Quran.
Artinya, mereka yang telah percaya atas keragaman bangsa ini tidak boleh dicurigai, diwanti-wanti, dihina, dipanggil dengan panggilan yang buruk, merendahkan, dan lain sebagainya, sehingga hilangkah kepercayaan setiap untuk menata kehidupan yang jauh lebih baik.
Masyarakat pluralis Papua, melalui Yayasan YAPIS telah menurunkan upaya afektif dan imanisasi keyakinan kepada generasi Papua melalui pencerdasan ilmu Pengetahuan.
Dan ini juga dapat digunakan oleh masyarakat Indonesia secara keseluruhan, serta masyarakat dunia, sehingga keberadaan manusia saling memupuk kepercayaan. Sebagaimana al-Quran telah melarang manusia berpecah belah dengan sesamanya.
Ciputat, 4 Agustus 2021.....
Komentar
Posting Komentar