Semangat Muharram: Antara Hijrah dan Menjarah
Peristiwa hijrah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw., berlangsung pada
tahun keempat belas kerasulan. Tepatnya empat belas abad yang lalu, telah
menjadi filosofi perubahan dalam diri masyarakat Muslim. Perpindahan ini
memiliki semangat juang dan dakwah. Semangat juang dimaknai dalam mengatur
strategi, sementara semangat dakwah dimaknai sebagai upaya mengembangkan Islam
pada wilayah yang lebih memungkinkan untuk melanjutkan misi perubahan pada umat
yang jauh lebih besar.
Memindahkan strategi juang bukan berarti kalah. Ini hanya strategi saja. Sebagai
strategi militer dalam melakukan perlawanan terhadap lawan sering
berpindah-pindah tempat pertahanannya. Itulah yang dilakukan para pejuang
bangsa ini ketika merebut kemerdekaan dari bangsa penjajah. Mengusir penjajah
dengan segala kekuatannya adalah sebuah strategi untuk mengatur kemajuan dalam
menata bangsa sendiri.
Hijrah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw., pada mulanya adalah
perpindahan fisik. Dari sini sudah disusun strategi oleh Baginda Nabi. Hijrah
dari tempat yang tidak aman (darul harb) menuju tempat yang meyelamatkan
(dar ar-assalam) sebagai bukti bahwa hijrah yang pertama dilakukan adalah
pindah domisili, dari sebelumnya berada di Mekah lalu menuju Madinah atau
Yastrib.
Gerakan menyusun strategi dalam kondisi tidak aman sangatlah berat dan
butuh pengorbanan. Di sinilah strategi pertama telah diatur dengan sangat apik.
Ali bin Abi Thalib adalah pemuda yang dijadikan sebagai media untuk mengelabui
intaian musuh Qurays. Tidur pada posisi seseorang yang sedang dicari-cari (wanted)
adalah pekerjaan yang sangat beresiko tinggi. Kematian di depan mata, sebab
musuh akan mentargetkan pihak yang dicari-cari antara hidup dan mati.
Strategi yang pertama ini berhasil dilakukan oleh Nabi, dan betapa kagetnya
para pasukan pengintai ternyata tempat yang sebelumnya sudah dideteksi oleh
musuh dan mereka sangat yakin jika itu adalah Nabi Muhammad saw., sedang tidur,
ternyata posisinya telah digantikan oleh Ali bin Abi Thalib.
Langkah-langkah dalam mengelabui musuh dalam peristiwa hijrah tidak hanya
sampai di situ, bersama Abu Bakar as-Shiddiq Nabi keluar melalui jendela, terus
bertolak ke arah Selatan, menuju Yaman,
dan Gua Tsur. Lagi-lagi ini semua tujuannya untuk mengelabui para pemuda-pemuda
Qurays yang telah menutup segala arah jalan menuju Madinah. Para musuh yang
sudah siap melakukan penyergapan ini terkicuh, dan Nabi-pun dapat keluar dari
Mekah menuju Madinah dengan selamat.
Peristiwa hijrah dalam bentuk perpindahan fisik dilakukan oleh baginda Nabi
tanpa memakan korban, baik dari pihak Nabi sendiri maupun dari pihak musuh.
Walaupun terdapat hal-hal kecil, itu hanya sekedar ekses saja dari strategi yang
sedang diatur. Artinya, Nabi Muhammad saw., dalam menyusun strategi sangat
memperhatikan keselamatan jiwa-jiwa manusia, baik dari kelompok Nabi sendiri
(terdiri dari sahabat-sahabat) maupun dari pihak lawan yang sudah tidak
membiarkan lagi mengembangkan misi dakwahnya, padahal pada saat itu musuh
tinggal disembelih saja. Dari sini dapat dipahami, Islam telah membawa rahmat
bagi manusia.
Tibalah Nabi di Madinah. Langkah berikutnya melakukan ishlah sosial, dengan
mempersaudarakan antara dua kelompok yang melakukan hijrah bersama Nabi dengan
masyarakat setempat (masyarakat Madinah). Dua kelompok ini disebut dengan kaum
Muhajirin dan Anshar. Muhajirin adalah orang-orang Mekah yang berhijrah ke
Madinah bersama Nabi. Sementara kaum Anshar adalah penduduk Madinah yang telah
ridha menyambut kedatangan penduduk Mekah dalam peristiwa hijrah. Antara
Muhajirin dan Anshar telah terjalin persaudaraan dua kelompok sosial.
Refleksi dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad saw., dapat diambil pelajaran
pada dua momen. Pertama, peristiwa hijrah adalah perpindahan fisik
manusia, dari wilayah perang menuju wilayah perdamaian. Atau peristiwa
berpindah oleh karena ketidaknyamanan dalam melakukan misi dakwah. Kedua,
peristiwa hijrah adalah berpindahnya strategi konsep dakwah, dari dakwah yang
dilakukan di lingkup kecil, menuju perubahan dengan lingkup yang jauh lebih
besar, terasuk di sini dakwah dalam membangun ekonomi umat. Perpindahan
pertama, misi tauhid menjadi tujuan dasar, sementara perpindahan kedua
membangun dan melakukan terobosan politik dalam mengatur kehidupan. Dan ini
ditandai dengan berdirinya satu konsep politik yang dibangun atas dasar
konstistusi negara Madinah.
Sejarah kehidupan manusia selalu berulang.
Dan sejarah telah menjadi peristiwa penting bagi manusia untuk mendapatkan
pelajaran di dalamnya. Perpindahan umat saat ini tidak lagi berpindah-pindahnya
tempat tinggal, baik berpindah karena perang maupun berpindah karena negeri
yang didiami sedang dalam keadaan perang. Kecuali berpindahnya sebagian orang
dari daerah asalnya ke daerah yang lain dalam rangka membangun misi ekonomi,
dan membangun misi pendidikan.
Adalah bangsa Indonesia yang telah berdaulat atas dirinya sendiri, hijrah
tidak lagi dipahami berpindahnya fisik dan raga, namun hijrah yang harus
dilakukan adalah berpindahnya pola pikir manusia. Di era modern masih sama
keadaannya, bahwa makhluk hidup dan alam merupakan dua kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan. Alam sebagai tempat mendiami, dan manusia sebagai Khalifah di
bumi.
Pola pikir hijrah, pikiran harus merefleksikan peristiwa hijrahnya Nabi
Muhammad saw. Dengan hijrah Nabi telah mempersaudarakan dua kelompok manusia,
dan bukan hanya itu Nabi telah mengikat kelompok-kelompok yang saling bertikai
sesama dalam ikatan persaudaraan. Konstitusi pertama (Piagam Madinah) telah
membawa kedamaian dalam pikiran-pikiran manusia.
Hijrah membaentuk pola pikir baru yang saling membahu menata hidup, bukan
pola pikir menjarah yang saling menindas. Kehadiran Nabi di Madinah, bukan
untuk menjajah dan menjarah masyarakat Madinah, namun lebih pada pengembangan
strategi dakwah dalam rangka membangun umat yang lebih luas lagi. Peristiwa
hijrah telah meninggalkan pesan membangun yang bersifat kebersamaan, dan
memberi hak-hak sepenuhnya atas kemajuan wilayah yang dikuasainya.
Peristiwa hijrah tidak mempraktekkan pola penjarahan. Harta kekayaan
masyaraka Madinah setelah dikuasai oleh Nabi Muhammad saw., sebagai Kepala
Negara bukan berarti Nabi dengan leluasa melakukan penjarahan ekploitasi atas
kekayaan masyarakat Madinah untuk dibawa pulang dan membangun kota Mekah tempat
asal baginda Nabi, sebagaimana penjarahan dan ekploitasi kekayaan alam yang
dipraktekkan saat ini pada satu negara untuk memperkaya negara yang lain.
Politik kapitalisme dalam berbagai level telah mematikan semangat hijrah
Nabi dalam membangun umat manusia. Negara-negara maju yang merasa kuat sendiri
dari berbagai kawasan telah melakukan penajajahan atas bangsa-bangsa yang lain
dengan tujuan menjarah hasil kekayaan sebuah negeri untuk membangun negerinya.
Peristiwa-peristiwa ekploitasi hasil kekayaan alam Indonesia telah
memiskinkan masyarakatnya. Hampir si seluruh negeri dari Sabang sampai Meurauke
kekayaan alam bangsa ini telah dijarah. Dijarah oleh bangsa yang menggelorakan
demokrasi semu atas manusia. Dan dengan semngat peristiwa hijrah ini, bangsa
Indonesia harus berfikir ulang bagaimana menguasai kembali kekayaan bangsa
untuk dinikmati oleh rakyatnya sendiri.
Indonesia sebagai negara berdaulat, memiliki wilayah yang sangat luas, juga
tidak dapat dipungkiri telah melakukan penjarahan terhadap rakyatnya sendiri.
Semangat juang para pehlawan bangsa yang telah memerdekakan negeri ini,
sehingga berdiri sebuah negara kesatuan. Negara yang katanya mengadopsi pola
konstitusi Madinah, akan tetapi mengabaikan prinsip hijrah untuk membangun
kemajuan di setiap wilayah dengan adil dan merata.
Penjarahan dalam penguasaan politik telah mengaburkan semangat kemerdekaan
para pendahulu. Para elit yang menguasai wilayah pemerintahan telah mengabaikan
semangat juang pahlawan. Setelah negara ini dimerdekakan dari penjajahan, bukan
dengan mengangkat senjata lagi melanjutkan cita-cita pahlawan dalam
mengantarkan kesejahteraan bagi masyarakat, namun cukup untuk tidak korupsi
saja negara ini akan sejahtera.
Membangun negara dengan konsep
sentralistik, dengan sendirinya telah melakukan penjarahan terhadap
kesejahteraan bangsanya. Fokus membangun pada satu wilayah saja adalah bentuk
ketidak adilan pemerintah terhadap bangsanya sendiri. Dan ini tidak hanya
terkait dengan persoalan pembangunan saja, termasuk juga menyangkut dengan
hal-hal yang lain, seperti pemerataan ekonomi, pendidikan, industri,
transportasi, lapangan pekerjaan, dan lain sebagainya.
1 Muharram selalu diperingati oleh masyarakat Muslim di negara ini, dan 1
Muharram juga menjadi hari libur nasional. Peristiwa hijrah ini tidak hanya
menjadi momen penting di tingkat kenegaraan, namun juga diperingati oleh
berbagai lapisan masyarakat. Sakralitas Muharram tidak hanya dipahami sebagai
peristiwa keagamaan, namun juga telah menjadi semangat peradaban bagi manusia.
Semangat peradaban ini ditandai dengan ditetapkannya 1 Muharram sebagai
awal tahun Hijriah dengan menggunakan penanggalan bulan. Ini peristiwa penting bagi umat Islam yang
tidak hanya menjadi hari ritual dalam memperkuat cintanya kepada agama, namun
harus melebihi dari itu, bahwa 1 Muharram adalah peristiwa bersejarah, di mana
Nabi Muhammad saw., tidak hanya menghijrahkan fisik dan raganya, namun juga
telah menghijrahkan pikirannya untuk membangun umat ini menuju kemajuan dalam
kebersamaan.
Nabi Muhammad saw., tidak sendiri ketika melakukan hijrah, bersama
sahabat-sahabatnya yang disebut dengan Muhajirin. Dan ketika mendirikan
negara Madinah Nabi juga tidak
mengkultuskan sahabat Muhajirin semata, namun juga membangun peradaban baru
bersama masyarakat setempat yakni Madinah menuju keadilan bersama. Keadilan ini
dituangkan dalam konstitusi politik yang disebut dengan “Piagam Madinah”.
Kekuasaan politik yang telah dibangun oleh Nabi Muhammad saw., bersama-sama
sahabat Muhajirin dan Anshar juga tidak bertujuan untuk memperkaya diri,
keluarga, dan kelompoknya saja. Semangat membangun bersama inilah kekuasaan
yang melekat pada masyarakat Madinah, serta tidak berorientasi pada penjarahan
atas hak-hak rakyatnya, apalagi melakukan ekploitasi terhadap kekayaan alam
bangsanya sendiri.
Menuju kemajuan bersama tanpa penjarahan terhadap hak-hak rakyat.
Memperingati 1 Muharram kali ini, sudah sepatutnya peristiwa hijrah Nabi
Muhammad saw., dijadikan sebagai barometer kerja dalam mengelola kekayaan
negara. Memindahkan fisik dan raga dari penjajahan telah selesai dilakukan oleh
para pendiri bangsa (pahlawan). Dan kini saatnya peristiwa 1 Muharram dan
menyambut hari kemerdekaan Indonesia, semangat hijrah pikiran dalam rangka
memajukan pembangunan bangsa dari berbagai lini harus disegerakan, tanpa
sedikitpun dikorup.
Jakarta, 13 Agustus 2021.......
Komentar
Posting Komentar