Haram Ada Cinta Pada Ibu Kecuali Kasih Sayang
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. Q. S. Luqman/031: 14.
Kata
Cinta dalam bahasa Arab disebut dengan Mahabbah. Cinta merupakan hubungan
perasaan yang terjalin antara dua orang yang saling terpengaruh jiwanya untuk
saling memiliki. Sudah menjadi tabiatnya, sifat yang melekat pada cinta adalah
merasa ingin memiliki.
Memiliki
dengan sepenuh jiwa. Para pencinta sering lupa akan jati dirinya, apalagi cinta
yang dibangun tidak berdasarkan pada penglihatan yang baik. Cinta hanya dibangun
atas dasar kebutaan akan menyakiti jiwanya.
Cinta
yang tidak didasarkan atas rasa menyayangi yang
kuat dan luas akan menyuguhkan rasa yang sangat sempit dalam jiwa
anak Adam. Mungkin melebihi sempitnya lobang jarum, jangankan untuk memasukkan
benang, sekedar untuk dilewati oleh angin saja sangatlah sulit.
Urutan sifat-sifat Tuhan dalam asmaul Husna, ternyata tidak ditemukan di dalamnya ada kata al-hub atau al-muhib. Artinya, al-hub atau al-muhib tidak melekat dalam sifat ketuhanan. Dalam asmaul husna Tuhan Maha Mencintai disebut dengan kata yang lain, sebagai reward kepada hambanya yang telah menaruh segala harapan.
Al-Wadud merupakan cinta yang tidak memiliki keinginan apapun dari hambanya kecuali menebar kasih sayang. Al-Wadud adalah Sang Pemberi harapan. Jika harapan tidak ada sungguh manusia telah berputus asa. Tuhan merupakan Sang Pemilik yang tidak memiliki batas materi. Hanya kepada-Nyalah sebenarnya cinta ditujukan. Sebab, karena cinta manusia menuntut balasan, hanya Tuhan dengan sifat al-Wadud yang mampu membalasnya.
Asmaul
husna yang sifat-sifatnya mencapai sembilan puluh sembilan nama, tidak
satupun tertulis padanya kata dalam pengertian cinta. Namun yang ada melekat
pada-Nya adalah kata ar-Rahman dan ar-Rahim. Ar-Rahman dan ar-Rahim adalah
dua kata yang saling berurutan, terletak di awal pada urutan asmaul
husna. Ar-Rahman bermakna kasih dan ar-Rahim bermakna
sayang.
Kedua
kata ini, walaupun berasal dari unsur kata yang sama yaitu kata “rahmah”
mempunyai output makna yang berbeda. Ar-Rahman bermakna
kasih Tuhan di dunia, sementara ar-Rahim bermakna sayang
Tuhan di akhirat.
Pengertian kasih Tuhan di dunia adalah Tuhan tidak pernah
memilih kasih-Nya di dunia. Siapapun dia, apapun status sosialnya, bagaimanapun
perangai hidupnya, walaupun mempunyai dosa yang amat besar, dan apapun agama
yang di anutnya, namun tetap saja dia akan mendapatkan kasih Tuhan selama nyawa
masih terkandung di badannya.
Tuhan akan memberikan kepadanya rasa kasih melalui
kesehatan badannya, kecukupan kebutuhan hidupnya, hak baginya untuk menghirup
udara yang menyelamatkan dirinya, memenuhi segala kecukupan pangannya, berhak
mendapatkan status sosial dalam masyarakat dan berhak mendapatkan hak-hak yang
lainnya, termasuk di dalamnya mempunyai hak untuk memperoleh kekuasaan politik
atas makhluk yang lainnya.
Sementara
pengertian sayang di akhirat, pada tahapan ini Tuhan mulai mengidentifikasi
kepada siapa sayang yang akan diberikan. Rasa sayang Tuhan di akhirat bersifat
parsial, akan diberikan kepada hamba-hamba yang beriman serta beramal saleh
ketika hidup di dunia. Sayangnya Tuhan dalam bentuk ar-rahim tidak
akan diberikan kepada manusia-manusia durhaka.
Manusia
yang durhaka dengan tauhidnya (syirik), dan juga durhaka dengan amalannya.
Manusia-manusia yang inkar terhadap nikmat hidup, tentunya akan mendapat azab
pada saat hari perhitungan nantinya, akan dihadapkan kepadanya bentuk-bentuk pembalasan yang setimpal di akhirat.
Berbeda dengan rasa sayang dalam bentuk ar-Rahman, urusannya
adalah hak mendapatkan kemuliaan Tuhan ketika masih menjalani kehihidupan di
dunia, sementara rasa sayang dalam bentuk ar-Rahim adalah urusan
mendapatkan kemuliaan Tuhan di akhirat.
Kasih
sayang dalam bentuk fakta kehidupan sosial, Tuhan menaruh perhatian-Nya pada
seorang wanita. Wanita di sini adalah seorang ibu yang telah melahirkan
anaknya. Wanita dalam Alquran mempunyai makna yang sangat istimewa.
Alquraan
mengabadikan wanita dengan memberikan langsung nama salah satu surat yakni,
surat “an-Nisa”. Surat an-Nisa di dalam Alquran terdapat pada
urutan yang keempat. Surat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., setelah
hijrah ke Madinah. Surat an-Nisa terdiri atas seratus
tujuh puluh enam ayat, dan digolongkan dalam surat Madaniyah. Sesuai dengan tempat
diturunkannya surat.
Surat an-Nisa di
dalamnya banyak menjelaskan tentang perihal yang terkait dengan permasalahan
kaum perempuan, oleh sebab itu dinamakan an-Nisa. Namun banyak juga surat-surat
yang lainnya yang menjelaskan tentang perempuan, tetapi tidak sebanyak dan
sedetail penjelasan yang terdapat dalam surat an-Nisa.
Setiap
anak Adam yang lahir ke muka bumi, tidak satupun yang terlepas dari kasih sayang
seorang ibu. Ibu bak malaikat Tuhan yang dititipkan ke bumi untuk menjadi
perawat, penjaga, dan pengayom bagi setiap anak manusia yang sudah ditakdirkan
Tuhan menapaki bumi ini.
Ibu juga orang yang pertama sekali merasa sakit ketika
janin cucu Adam yang dipancarkan melalui zuriat yang akhirnya menjadi
mani-manikam. Dan di rahim ibulah zuriat-zuriat itu berkembang, dan pada
akhirnya menjadi makhluk yang istimewa.
Mani-manikam
ini berkembang menjadi anak manusia yang diberikan batas waktu tertentu. Memiliki hak otonom mendiami tempat yang sudah disediakan Tuhan di dalam perut seorang
ibu. Tempat istimewa
ini adalah sebuah organ yang
disebut dengan rahim atau uterus, untuk mengembangkan dirinya.
Diri
yang berasal dari zuriat anak Adam
menyatu dalam tubuh seorang wanita atau ibu. Pada diri wanitalah terdapat
sebuah organ yang dengan segenap aplikasinya mampu menghadirkan tingkat
protektif yang sangat ditail dan menjadi sistem
pengamanan yang begitu akurat.
Begitu
ditailnya sistem yang dirancang Tuhan dalam rahim, tidak ada salah
perhitungan di dalamnya, semuanya dijalankan dengan
pengaturan yang begitu sempurna. Dimulai dengan tempat penampungan yang begitu
aman dan juga fasilitas yang sangat memadai bagi perkembangan
janin anak manusia.
Apapun
tersedia di dalamnya, mulai dari suplai makanan secara alami dengan sistem terurai sampai dengan pembuangan racun yang mengganggu pertumbuhan janin.
Begitu
sempurnanya Tuhan menciptakan seorang wanita. Tentunya wanita yang sudah
dipersiapkan dan mampu menjadi seorang ibu. Baik ibu yang mampu menyediakan
tempat yang layak bagi bayi di dalam rahimnya (rahimnya tidak bersmasalah
dengan kesehatan kandungan), juga seorang ibu yang mammpu
menghadirkan sikap kasih sayang dalam kehidupan nyata setelah anak itu lahir ke
dunia.
Hal
yang sangat menarik bagi seorang ibu, ketika janinnya berkembang dengan baik.
Sebuah kebahagiaan yang tiada tara bagi seorang wanita,
ketika Tuhan menitipkan benih-benih zuriat anak Adam dan dibiarkan berkembang
dengan baik di dalam rahimnya.
Kebahagiaan
ini akan bertambah nilainya ketika bayi yang dikandungnya mampu berkembang
dengan baik dan lahir ke dunia dengan sehat, selamat, dan
sempurna bentuk.
Lahirnya
bayi ke dunia tidak terlepas dari peran seorang wanita, dan berkembangnya
balita menuju dewasa juga tidak terlepas dari perannya seorang wanita. Dalam
konteks melahirkan, tentunya organ biologis menjadi alat utamanya,
sementara berkembangnya bayi menuju dewasa peran psikologis menjadi
salah satu faktornya.
Dengan itu, berkembanglah anak itu dengan baik, sehingga anak manusia tumbuh menjadi pribadi yang mampu memahami
dirinya sendiri dan diri orang lain yang menyertai hidupnya.
Melalui
proses biologis janin tumbuh dengan sehat, ilmu kesehatan hari ini sudah mampu
memberikan solusi terbaik untuk menjaga kesehatan dan keberadaan janin di dalam
kandungan, pendeteksian dini terhadap kesehatan bayi dan masa aktifnya di dalam
kandungan sudah dapat diprediksi dengan tehnologi mutaakhir, bahkan bisa
diperkirakan jenis kelamin dan kapan bayi itu
akan keluar dari rahim ibunya.
Sementara
melalui proses psikologis bayi yang sudah lahir ke dunia dapat
dirancang perkembangan akalnya sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh seorang
wanita. Seorang ibu merupakan fakultas pertama bagi anak,
sehingga anak mengenal berbagai informasi yang menjadi perangkat dalam
berkomunikasi hidup di dunia.
Simbol-simbol
kehidupan akan diperkenalkan oleh seorang ibu kepada anaknya. Selain
pengetahuan fitrah yang ditanamkan oleh Tuhan kepada bayi tersebut seperti,
bagaimana cara menyusui, menangis, ketawa, serta tersenyum ketika bayi
menangkap fenomena-fenomena alam yang pertama sekali dilihatnya. Tentunya
pengetahuan yang bersifat aktual sangat dominan didapat oleh seorang balita
dari hasil komunikasi aktif antara anak dan ibu.
Menyangkut
dengan kata mahabbah, ar-Rahman, dan ar-Rahim (cinta, kasih, dan sayang) yang telah disebutkan di atas. Kata
cinta tidak boleh melekat bahkan haram pada diri seorang ibu.
Tuhan
tidak menanamkan rasa cinta itu tumbuh pada seorang ibu terhadap anaknya, sebab
kenapa? Kata cinta mempunyai konotasi yang sangat buruk bagi manusia. Bahkan
cinta itu adalah penyakit psikis yang hinggap
dalam diri anak Adam.
Penyakit
cinta ini tidak ada yang mampu meredamkannya, pada saat rasa menccintai dalam
diri sesesorang bergejolak. Satu-satu jalan yang mampu meredamkan rasa cinta
adalah kebencian. Sebagaimana kata para pecinta “cinta dan kebencian itu tidak
bisa dibedakan”.
Pada saat rasa
cinta melekat pada diri anak Adam, dibalik itu, sudah
disiapkan rasa membenci yang sangat kuat dalam hatinya. Membenci karena cinta
akibat dari prinsip dasarnya, bahwa cinta adalah rasa yang bergejolak dalam
jiwa yang tidak bijak memahami kehidupan.
Pertanyaan pokok pada wacana di atas adalah, kenapa Tuhan
tidak menanamkan rasa cinta dalam diri seorang ibu kepada anaknya?, salah satu
jawabannya adalah, sebab Tuhan ingin menjadikan seorang wanita bak
malaikat penjaga bagi anak manusia.
Oleh karena demikian, seorang ibu dirancang menjadi
penjaga bagi anak Adam yang akan dilahirkan ke dunia melalui rahimnya dan
tumbuh, serta berkembang biak kembali. Begitulah seterusnya kehidupan manusia
dari masa kemasa.
Oleh karena demikian, maka rasa cinta tidak boleh melekat
pada diri seorang ibu, sebagaimana tidak adanya sifat cinta yang tertera dalam
urutan asmaul husna pada diri Tuhan.
Tuhan
adalah Maha penjaga atas segala isi alam tidak pantas memiliki rasa cinta
dalam dirin-Nya. Sebab cinta hanya bisa menjadikan pemiliknya terhinggapi rasa mencemburu,
memarahi, dan membenci. Dan tidak pantas bagi diri Tuhan memiliki sifat serendah
itu.
Output dari cinta itu adalah merasa ingin memiliki seutuhnya
terhadap objek yang dia cintai, tanpa memandang keterbatasan yang melekat pada
orang yang dicintainya.
Tuhan
adalah Dzat yang Maha memiliki keagungan dan tidak terdapat cela sama sekali pada
diri-Nya. Ke Maha sempurnaan Tuhan inilah yang menyebabkan tidak pantas melekat
pada diri-Nya rasa cinta, sebab makhluk yang diciptakan-Nya tidak akan mampu
membalas rasa tersebut kepada Tuhannya.
Seandainya saja, dan jika melekat rasa cinta pada diri
Tuhan, maka akan melekat pula rasa mencemburui yang sangat kuat dalam diri-Nya,
dari rasa cemburu tersebut akan melahirkan rasa membenci, dan dari rasa
membenci akan melahirkan tindakan memarahi (murka). Ketika Tuhan mulai cemburu
amarahnya akan menggelora, jika amarah sudah ditabuh maka kebencian demi
kebencian akan terus diantarkan kepada makhluk-Nya di alam jagad raya ini,
tanpa memberi masa sedikitpun untuk bertaubat.
Oleh karena adanya sifat ke Maha Esaan Tuhan, maka sifat yang menjadi dominan baginya adalah ar-Rahman dan ar-Rahim.
Filosofi
kasih dan sayang inilah yang menjadikan Tuhan menyebarkan rahmahnya keseluruh
sentro alam dengan berbagai macam makhluk di dalamnya.
Kata ar-Rahman dan ar-Rahim juga
disandingkan oleh Tuhan pada kalimat "basmallah", ungkapan “bismillahir
rahmanir rahim” sebagaimana kita ketahui bersama merupakan ungkapan awal
ketika Anak Adam memulai aktifitasnya.
Berdasarkan kedua
sifat inilah (ar-Rahman dan ar-Rahim) yang
membuat Tuhan tidak merasa memiliki atas hambanya, walaupun hamba tersebut
Tuhan sendiri yang menciptakannya. Dengan kasih sayang-Nya manusia telah terahmati sebelum
dalam keadaan apapun.
Tentunya
ini berbanding terbalik dengan manusia yang melekat rasa cinta dalam dirinya.
Sebagaimana keinginan para pencinta yang selalu merasa ingin memiliki seutuhnya
objek yang dicintainya tanpa memperdulikan kemampuan rasa membalas cinta timbal
balik dari objek yang dicintainya.
Tuhan
juga menanamkan rasa kasih dan sayang pada diri seorang wanita yang menjadi ibu
bagi anaknya. Tuhan tidak menanamkan rasa cinta pada diri seorang ibu kepada
anaknya, sebab Tuhan menciptakan dan melahirkan seorang anak melalui rahimnya
wanita bukan untuk dimilikinya, melainkan hanya untuk menjaganya sebagai objek
yang dititipi serta mengemban amanah saja, yang mana amanah tersebut akan
diminta pertanggung jawaban di akhirat.
Seandainya, rasa
cinta yang ditanamkan pada diri seorang ibu, maka suatu ketika nanti ibu akan
berkeinginan untuk memiliki anak tersebut. Berkeinginan memilikinya secara
berlebihan.
Di zaman yang
sudah melalui masa post modern ini, berbagai macam cara seorang ibu ingin
memiliki utuh anaknya. Ada yang memiliki
dengan menjual kehormatan anaknya, anak yang ingin memiliki menguasai
sepenuhnya terhadap anaknya, ada yang ingin memiliki dengan menjual anaknya.
Prilaku
yang sangat miris di jaman modern adalah ketika seorang ibu tega menjadikan
anaknya seperti mobil angkutan umum, yang siap menarik sewa dengan setoran
kepada ibunya. Cinta yang melekat pada diri seorang ibu adalah cinta mala
petaka. Terlalu mencintai lalu lupa menyayangi. Cinta yang berharap balas
sepenuhnya.
Seandainya anak tersebut tidak mampu membalas cintanya,
sebab keterbatasan yang melekat pada dirinya, maka pada saat itu juga rasa pada
seorang ibu akan berubah menjadi murka, sebab tidak mendapatkan balasan cinta
sebagaimana yang diharapkannya kepada makhluk ciptaan Tuhan yang
berkembang dan lahir lewat rahimnya..
Melalui
rasa kasih sayang seorang ibu akan menjaga anaknya, dengan tidak melupakan asa.
Usaha untuk menghadirkan rasa kenyamanan bagi anaknya selalu ter-update dengan baik. Apapun akan dilakukan untuk anaknya,
menjaga, mengurusi, mendidik sampai anak tersebut tumbuh menjadi dewasa. Dan
sampai juga anaknya menjadi pasangan hidup orang lain.
Pada
saat anak tersebut bersama pasangannya rasa kasih dan sayang juga tidak pernah
lekang darinya, walaupun anaknya tidak mampu menyuguhkan balasan kasih sayang yang
melebihi atau setimpal kepadanya.
Sampai pada tahap ini, tidak ada rasa cemburu yang
melekat dalam diri seorang ibu kepada anaknya, walaupun anak tersebut memilih
pasangan hidup sesuai dengan seleranya, lalu kemudian menjadi milik orang lain
dan hidup mewah melebihi mewah kehidupan ibunya.
Dengan
rasa kasih sayang inilah anak tumbuh dengan baik. Dan bukan dengan rasa cinta
anak itu akan berkembang. Tidak mungkin dengan rasa cinta seseorang akan mampu
mengekplorasikan dirinya dengan baik.
Sebab sifat cinta menimbulkan sifat cemburu dan kebencian
serta menjadi beban berat bagi yang dicintainya. Oleh karena terbebani dengan
tugas baru, yaitu setiap saat dia harus berpikir bagaimana membalas rasa cinta
dengan baik dan sempurna, agar supaya kebencian tidak hadir dalam diri seorang
ibu yang telah melahirkannya.
Sebuah kekeliruan berpikir, jika saja hidup ini hanya
berpikir bagaimana membalas rasa cinta saja, maka kehidupan yang dilalui hanya mewanti
rasa was-was saja, sambil menunggu rasa cemburu dan sifat kebencian hadir
mengakhiri cerita hidup secara tragis.
Narasi
cinta Tuhan kepada hambanya bersifat hubungan timbal balik. Maksud timbal balik
adalah sebuah penghargaan Tuhan kepada makhluknya sebab sudah melakukan
sesuatu, yang mana sesuatu tersebut mengundang kebaikan pada dirinya sendiri,
makhluk yang lain dan alam jagad raya.
Sebagaimana halnya
Tuhan
berfirman “Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal” dan juga seperti
firman-Nya pada ayat yang lain“Allah mencintai orang-orang yang tidak melakukan
kerusakan di muka bumi”. Cinta Tuhan dalam benntuk ini adalah reward kepada
hamba-hamba yang menyerahkan semua urusan hanya kepada Tuhannya.
Wahai
anak Adam perhatikan baik-baik. Tuhan tidak memiliki sifat mencintai dalam
urutan asmaul husna. Tuhan hanya memiliki sifat ar-Rahman dan ar-Rahim. Artinya, jika saja Tuhan menonjolkan
sifat mencintai dalam diri-Nya, maka Tuhan
juga akan mencemburui hambanya.
Jika
Tuhan sudah cemburu, maka murka terhadap alam ini pasti akan terjadi. Murka akibat dari
objek yang dicintainya tidak mampu membalas rasa cinta tersebut oleh karena
keterbatasan yang melekat pada hamba-Nya.
Tuhan tidak pernah berharap balasan atas dasar cinta kepada makhluk yang diciptakan-Nya,
malah Tuhan menutup sifat-Nya dengan
sifat as-Shabuur, dengan makna Tuhan Maha
bersabar. Tentunya Tuhan bersabar atas prilaku hamba yang telah melakukan dosa, bersabar dengan rasa kasih dan sayang dalam rangka menunggu hamba-hambanya bertaubat atas dosa-dosa yang telah
dilakukan.
Wahai
wanita yang menjadi seorang ibu bagi anak manusia. Tuhan juga tidak menanamkan
rasa cinta dalam dirimu, sehingga kamu tidak pantas mencemburui,
memarahi, membenci,dan memurkai pada anakmu, ketika dia tumbuh dan berkembang, serta hidup dengan pasangannya.
Seandainya saja Tuhan menanamkan rasa cinta kepada
seorang wanita, maka seorang ibu akan meminta balasan cinta itu kepada anaknya.
Ketika anaknya tidak mampu membalas rasa cinta tersebut oleh karena keterbatasan
yang dimiliki olehnya, pada saat itu juga rasa cinta akan berubah menjadi
kecemburuan, lalu muncul sifat amarah, yang kemudian berakhir dengan kebencian,
lalu memurkainya dengan sumpah serapah.
Di saat hinggapnya kebencian, lalu menjadi murka dengan sumpah
serapah seorang ibu, maka seumur masa kehidupan anak yang sudah dititipkan
Tuhan kepadanya tidak akan mendapat perlindungan dan keridhaan dari Tuhannya
sampai akhirat kelak.
Tuhan
Maha
adil, tidak menanamkan rasa cinta dalam diri orang-orang yang penuh hikmah
dalam akalnya. Sehingga tidak perlu ada sifat cemburu pada dirinya. Oleh karena
tidak ada rasa cemburu dalam diri orang bijak, maka tidak muncul dari
pikirannya sifat mencemburui, membenci,
apalagi memarahi. Ini menjadi sebuah bukti orang bijak selalu menasehati
walaupun jiwanya dalam keadaan sedang memarahi. Marah sang pemilik kebijakan mengandung nasihat,
apalagi sang pemilik hikmah menyangi.
Tuhan menanamkan rasa kasih dan sayang pada akalnya
orang-orang yang bijaksana, agar supaya tidak ada sifat amarah dalam dirinya. Sifat
yang menginginkan balasan oleh sebab
keterbatasan kemampuan objek yang dicintainya tidak mampu membalas rasa cinta
yang telah ditanamkan kepadanya.
Sifat cinta itu pada akhirnya akan merubah sifat manusia
dari mencintai akan mencemburui lalu kemudian membenci. Sebab kata orang bijak hakikat mencintai adalah kebencian,
sementara hakikat kasih sayang adalah melahirkan rasa
saling membangun sifat memahami dan perhatian.
Oleh
sebab saling memahami dengan sifat perhatian, setiap masalah yang dihadapi akan
dicari titik seru, bukan titik temu, sebagaimana yang
diinginkan oleh dirinya saja. Perhatiannya sang pemilik kasih tidak pada titik temu, melainkan yang dicari adalah titik seru. Seru mencapai
keinginan bersama dan saling menjauhi sifat mendominasi dalam
diri masing-masing anak Adam.
Janganlah oleh karena engkau tidak menyukai suatu kaum,
lalu memtuskan persaksian yang tidak adil pada dirinya. Dan janganlah karena
tidak ada yang didapatkan sesuatu dari seseorang lalu engkau meniadakan sepenuh
peran atas secuil kebaikan yang melekat padanya.
Mencintailah sebagai reward atas kebaikan yang telah
engkau dapatkan, menyayangilah sebagai tanda pengabdianmu kepada sesama,
memarahi dan membencilah sewajarnya saja sebagai tanda manusia itu memiliki
keterbatasan dalam dirinya.
Menyayanginya si empunya amarah adalah kemurkaan, dan
marahnya siempunya kebijaksanaan adalah karena sayang. Sang pemilik
kebijaksanaan marahnyapun menjadi nasehat atas kehidupan.
Ibu....... Maafkanlah aku anakmu......
Yogyakarta, 2 November 2021.
Komentar
Posting Komentar