Politisi Potensial: Menyorot Alur Pikir Usahawan Aceh Barat Daya
Zulkarnaini, SE...... Sering juga dipanggil dengan nama kebesaran “Sang Ketua”, sosok politisi yang mampu berperan akomodatif di dunia politik ini, telah meraup suara mencapai batas yang ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum, sehingga pantas seorang “Sang Ketua” menduduki kursi Dewan Perwakilan rakyat Aceh Barat Daya periode 2014-2017, Partai Gerindra sebagai kenderaan politiknya.
Politisi lintas partai ini, menandakan beliau bukanlah
orang yang kaku dalam memaknai konsep politik kepartaian. Jika di Jakarta ada Ruhud Sitompul, di Abdya ada “Sang Ketua”.
Bayangkan
saja dua Partai Politik Nasional Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa “Sang
Ketua” mampu mewarnai dan bahkan menjadi kader terbaik. Dan saat ini telah dipercaya
melanjutkan estafet kepemimpinan sebagai ketua Partai Kebangkitan Bangsa Aceh
Barat Daya.
Sebelum berkiprah sebagai politisi, tokoh ini adalah wira-usahawan
tergolong sukses, sebagai pedagang kelontong, juga merambah dijalur kontraktor,
pertambangan, dan perkebunan.
Bidang
ini membuat “Sang Ketua” memudahkan berkomunikasi dengan birokrat, para politisi,
dan masyarakat secara umum. Komunikasi yang terbangun melalui dunia usaha telah
membawa “Sang Ketua” mencoba peruntungan dijalur politik.
Jalur ini telah menjawab karakter yang dulunya kritis dan
argumentatif, melalui jalur politik ini membuat teman-temannya merasa “Sang
Ketua” memang sudah berada di dunianya, berdasarkan karakter kritis yang telah
terasah dari masa mudanya sebagai kaum terpelajar.
Pengalamannya di dunia politik sudah tidak dapat
diragukan lagi, sepak terjangnya sudah mencapai “serambi ‘arys asy-siyasah”
perpolitikan daerah.
Sang
Ketua adalah tokoh yang jeli dan sangatlah lunak dalam memahami konsep
politik. Menjadi kepercayaan partai politik nasional. Dua
Partai Politik nasional berhasil merekrut dirinya, dan dipercayai menduduiki
posisi penting. Namun pada pemilu 2019 harus kandas di tengah
kencangnya laju perolehan suara dari rekan separtai dengannya sang petran
politik, penguasa dapil satu, juara bertahan Abdya mampu menahan
langkah pria yang populer dengan nama “Ukra” harus kandas
pada hitungan angka Rap Meunang.
Angka Rap Meunang juga sering dipahami sebagai bentuk rasa teu ceh ceh. Artinya, angka Rap Meunang dan teu ceh ceh tetap saja gagal memperoleh suara batas maksimal yang ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum.
Sang
Ketua adalah sosok yang dari semenjak menempuh pendidikan menengah atas sudah berani
menyampaikan pendapatnya, pribadi yang sangat mengedepankan sisi dialektical
argumentatif, tidak hanya berargumentasi, namun juga memberikan
pendapat-pendapat baru.
Sifat
kritisnya membawa pada prilaku yang mudah menerima pikiran-pikiran baru, dan
tidak merasa sungkan menceburkan pikirannya untuk bergumul dengan
argumentasi yang dibangun orang lain.
Sifat keberanian membentuk karakternya sebagai sosok yang
sudah parlente semenjak muda, dengan “Sepatu vantofel” hitam ceper, dan jam
tangan berwarna kuning keemasan yang selalu melingkar di tangan kirinya,
"tidak sembarangan orang yang memakai jam tersebut di zaman itu”, kecuali
aktor petran India Amithabbacan, ketika merayu Zenath Aman.
Pribadi yang
humoris dan juga serius,
sehingga seorang Sang Ketua mudah bergaul dengan orang di sekitarnya. Gaya
parlente selalu menjadi perhatian teman-teman sejawatnya dimasa-masa sekolah dulu.
Lalu kemudian tidaklah mengherankan, muncul candaan-candaan yang
nyeleneh sebagai ungkapan pengakuan bahwa, sosok ini benar-benar menjadi
objek yang menghibur bak seorang bayi yang belum tergores tanda-tanda dosa
di wajahnya. Dikala remaja, pribadi yang parlente
ini sering disebut dengan nama panggung “Zoel Kriteng” oleh teman-teman
sejawat dengannya, dimasa itu.
Aceh
Barat Daya, adalah kabupaten yang diungkap
dengan singkatan "ABDYA". Wilayah teritorial hasil pemekaran
dari Kabupaten Aceh Selatan. Aceh Barat Daya sebagai hasil pemekaran bukanlah
merupakan akibat dari reformasi pada tahun 1998.
Meskipun
perubahan pemerintahan nasional saat itu mempercepat pemekaran, namun wacana
untuk pemekaran itu sendiri sudah berkembang sejak sekitar tahun 1960-an.
Kabupaten ini memiliki banyak sebutan di antaranya: Tanoh
Breuh Sigupai, Bumoe Teungku Peukan, Bumi Persada, Tanoh Mano Pucok, Bumi Cerana,
Alue Malem Dewa, dan beberapa nama lainnya.
Kabupaten baru yang telah dipimpin oleh enam pejabat
bupati, dan tiga pejabat definitif bersama wakilnya, yang dipilih langsung
melalui proses demokrasi terbuka pada ajang Pilkada yang dimulai
semenjak tahun 2007-2017.
Perubahan yang terjadi selama ini lebih terlihat dalam
konteks administrasi semata, yang dulunya tidak ada kantor bupati dan gedung
dewan perwakilan rakyat, sementara kini, kantor bupati dan beberapa kantor pelayanan
lainnya sudah bisa didatangi dengan waktu yang tidak begitu lama.
Artinya,
perubahan yang dirasakan hanya menyangkut
dengan pelayanan administrasi yang dirasakan kehadirannya
oleh masyarakat Aceh Barat Daya. Sementara pelayanan dalam konteks
mengantar kesejahteraan hidup, belum begitu dirasakan oleh masyarakatnya.
Kesejahteraan yang belum diraskan ini, dikarenakan belum
hadir seorang pemimpin yang benar-benar mampu mengoptimalkan potensi yang sudah
ada, seperti masih belum sempurna tergarap komoditas-komoditas asli daerah
seperti potensi di bidang pertanian, perikanan, dan pariwisata.
Kabupaten Aceh Barat Daya, juga terletak diapit dengan
keberadaan gunung dan laut, sementara wilayah daratannya di kelilingi dengan
areal pertanian dan perkebunan yang cukup memadai untuk memberi manfaat, atau
nilai tambah bagi inkam perkapita masyarakatnya.
Perkebunan
yang merentang seluas jauh mata memandang, luas kira-kira mencapai tiga puluh
ribuan hektar, dengan areal tanam belasan ribuan hektar, dan dua
puluh ribuan hektar sebagai lahan cadangan yang siap dimanfaatkan. Ditambah
luas lahan pertanian mencapai dua puluh ribuan hektar, dengan areal tanam
mencapai angka belasan ribu hektar juga, dan dengan sisa lahan cadangan mencapai angka
empat ribuan hektar.
Sementara
bentangan wilayah kehutanan dibatasi dengan hutan lindung mencapai tiga puluh ribuan
hektar yang bisa dimanfaatkan untuk perkebunan inti rakyat.
Konservasi
alam Taman Gunung loser mencapai angka enam puluh dua ribuan hektar. Sementara
hutan produksi terbatas mencapai angka tiga puluh enam ribuan hektar.
Dan terakhir kabubaten Aceh Barat Daya juga dibatasi laut dan
darat dengan budi daya air payau mencapai angka puluhan ribuan
hektar, sementara budi daya air tawar mencapai angka dua puluh ribuan
hektar.
Daerah
dengan hasil pertanian, yang saban tahun menghasilkan gabah dari lahan yang
mencapai sepuluh ribuan hektar tanaman padi, yang tersebar dari
sembilan kecamatan. Setiap masa panen petani selalu terkendala dengan
persoalan harga gabah.
Kurangnya respon Pemerintah Kabupaten dalam melakukan pengendalian
harga, sehingga para petani lebih memilih hasil panennya dijual kepada
pengusaha-pengusaha luar daerah, terutama pengusaha dari Medan Sumatra Utara,
yang mampu membeli gabah secara kontan, walaupun belum menjamin keuntungan yang
memadai para petani.
Ketidak responan Pemerintah Kabupaten, muncul
akibat harga jual gabah dianggap terlalu tinggi, dibandingkan dengan harga
beli yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pada akhir tahun 2018 pihak bulog sendiri mengakui
bahwa, belum bisa menyerap gabah petani, meskipun musim panen raya
terus berlangsung, dan pihak pemerintah masih saja bersikukuh dan menjadikan
harga jual petani menjadi kendala.
Harga yang ditetapkan oleh pemerintah, dirasa kurang
menguntungkan bagi petani, sehingga petani lebih memilih untuk menjual hasil
panen kepada pengusaha luar dengan harga tinggi dan dalam kondisi gabah basah.
Bertani
dengan lahan persawahan adalah sebagian besar aktivitas masyarakat Aceh Barat
Daya, mata pencaharian sebagai petani menjadi mayoritas jika strata kehidupan
mereka rata-rata berkutat dengan angka kemiskinan.
Miskin
yang dimaksud di sini adalah kurangnya penguasaan lahan bagi petani. Miskin
dalam artian penghasilan, dan fakir dalam artian ketidak adanya lahan.
Menjadi hal yang sangat mudah kita dapati, jika masyarakat yang hidup di wilayah yang diapit dengan areal persawahan tidak memiliki lahan untuk bercocok tanam. Menjadi petani yang menggarap lahan milik orang lain adalah solusi bagi masyarakat arus bawah.
Sebuah
kabar gembira bagi masyarakat ketika bupati definitif pertama Aceh Barat Daya
merancang program membuka lahan baru bagi petani, kususnya petani yang bergerak
di bidang
perkebunan sawit.
Angin
segar ini, dijawab oleh para petani dengan berbondong-bondongnya untuk menjemput
lahan yang sudah dijanjikan. Lahan tersebut, dapat dimiliki seluas dua
hektar per-orang. Ketika itu, masyarakat merasa sudah memiliki
lahan baru, masing-masing dua hektar perorang. Tentunya sebagai
kelompok masyarakat yang sudah berpartisipasi menghadirkan pemimpin
defenitif pertama, menjadi bangga dengan terobosan pemimpin
pilihannya.
Bagaimana
keadaannya kini, lahan yang dulunya sudah dibagi-bagi kepada masing-masing
masyarakat tani Aceh Barat Daya?????? lahan yang begitu luas hari ini, sudah
ditanami banyak sawit, dengan jumlah ribuan hektar, sejauh mata memandang.
Sebuah
kebahagiaan bagi kita bahwa hari ini, dari program pemerintah periode defenitif
pertama, masyarakat yang tadinya mengalami fakir lahan sudah mendapatkan tanah
sebanyak dua hektar per-orang. Dengan adanya tanaman sawit bagi masyarakat Aceh
Barat Daya, penghasilan para petani menjawab kemiskinan. Sementara adanya
lahan atas milik dan nama pribadi menjawab fakirnya masyarakat akan penguasaan
lahan di negeri
sendiri. Dan kini, dengan berkembangnya petani sawit, hadirnya industri
pengelolaan sawit (PKS) menjadi pendongkrak penghasilan hasil panen sawit
bagi petani perkebunan.
Pertanyaannya hari ini, adakah rakyat arus bawah
benar-benar memiliki lahan per-orang mencapai dua hektar kebuan sawit,
sebagaimana yang sudah dijanjikan dulu......hanya masyarakat yang bisa
menjawabnya.
Kabupaten
Aceh Barat Daya tidak hanya memiliki potensi pegunungan, perkebunan, dan
pertanian, akan tetapi juga memiliki potensi perikanan yang melimpah. Di bidang
perikanan mampu mendonkrak perekonomian ribuan keluarga nelayan, yang menyebar
di beberapa kecamatan, mulai dari kecamatan Manggeng, Tangan-Tangan, Suak
Setia, Susoh, dan sebagainya di kecamatan Kuala Bate, dan Babahrot.
Aceh
Barat Daya juga menjadi daerah transit bagi masyarakat kepulauan Simeulu, yang
mana keberadaannya berada pada wilayah zona lintas perdagangan antar
kabupaten. Julukan kota dagang bukan hanya sebatas jargon semata, melainkan
juga sebagai pusat transaksi usaha antar daerah, yang
terhubung tidak hanya wilayah Barat Selatan Aceh semata, akan tetapi
juga terkoneksi dengan wilayah Aceh bagian tengah, meliputi Aceh Tenggara,
Takengon, dan Bener Meuriah.
Secara
letak geografis Kabupaten Aceh Barat Daya bisa menjadi daerah transit bagi
masyarakat kepulauan Simeulu sebagai wilayah transit suplai
kebutuhan pokok masyarakat Simeulu. Keberadaan pulau Simeulu dengan jumlah
penduduk mencapai ratusan ribu, dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi Aceh
Barat Daya.
Jika
saja potensi kedunia usahaan di manfaatkan dalam bentuk transaksi ekonomi
berkepentingan. Aceh Barat Daya tidak hanya menjadi wilayah penyediaan
barang dalam bentuk skala besar untuk masyarakat kepulauan, akan
tetapi juga menjadi wilayah transaksi ekonomi ritel bagi
masyarakat disekitarnya.
Selain sebagai penghasil perikanan, laut juga dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan sektor pariwisata yang berpotensi mendatangkan
PAD terhadap PEMKAB ABDYA, dan juga menjadi peningkatan ekonomi masyarakat yang
hidup disepannjang garis pantai.
Sektor
wisata juga menjadi bagian dari nilai tawar akan keberadaan laut. Pinggir
pantai dengan aroma pandang yang menyegarkan jiwa bagi siapa saja yang
sudah pernah berkunjung.
Keberadaan Pantai Jilbab, Pantai Bali,
dan beberapa tempat yang lainnya sepanjang laut yang membentang garis pinggir
Aceh Barat Daya. Serta tidak kalah menarik kehadiran pulau gosong yang
berada pada posisi sekian mil dari pinggir pantai, yang mempunyai
daya tarik tersendiri.
Keberadaan
taman tepi laut, sektor wisata menarik perhatian masyarakat luar daerah
untuk berkunjung. Dengan jumlah kehadiran masyarakat luar daerah tentunya
menambah inkam bagi masyarakat yang bergerak di bidang
wisata.
Semua
sektor ini, yang telah disebutkan di atas, tidak akan menjadi penunjang
peningkatan ekonomi masyarakatnya, apabila tidak didukung atau difasilitasi
oleh pemerintah kabupaten Aceh Barat Daya secara maksimal.
Dengan
usaha yang bertalian fungsi secara simbiosis mutualisme dengan sistem
ekonomi berjaringan kemasyarakatan. Oleh karena demikian adanya, maka sosok
yang mungkin dibutuhkan untuk bisa melihat dan mengoptimalkan peluang ini
adalah jiwa yang mempunyai visi dan latar belakang pebisnis. Maka sangat tepat
sosok pebisnis potensial menakhodai Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya.
Sosok
Sang Ketua, pendiri, pemilik, dan juga sebagai Direktur CV. UKHRA
JAYA, yang mana salah satunya bergerak di bidang
Perusahaan Air Minum IE ABDYA. Keberadaan perusahaan air minum ini, tidak hanya
hadir sebagai tempat usaha bisnis semata, namun juga bersedia berbagi minuman
gratis pada even-even tertentu.
Dengan
seabet pengalaman di dunia usaha, dan track record enterpreneurship telah
membentuk jiwa kepemimpinan yang berkarakter dalam dirinya.
Melihat dari proses dan pengalaman tersebut, maka Sang
Ketua memenuhi unsur pra-syarat untuk menjadi sosok harapan dan berpotensi untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat arus bawah, yang hidup diapit
dengan keberadaan gunung, persawahan dan laut serta letak geografi yang dikenal
dengan wilayah perdagangan.
Harapan
masyarakat yang sangat merindukan sebuah perubahan yang nyata ada di
pundaknya......InsahAllah.
Jakarta, 18 November 2021.....
Komentar
Posting Komentar