Intelektual Religius: Idealnya Pemimpin Negeri Bersyariat

Dr. Ir. Tarmizi Abdul Karim, M.Sc. Birokrat yang berasal dari Aceh ini pernah menjabat gubernur di tiga propinsi, gubernur Kalimantan Timur, gubernur Aceh, dan gubernur Kalimantan Selatan.
Sebelumnya pernah menjabat sebagai bupati Aceh Utara.

Ir. Tarmizi Abdul Karim adalah doktor Ilmu Tafsir Alquran di Perguruan Tinggi Ilmu Quran (PTIQ) Jakarta, salah satu pemimpin setelah dilantik menjabat gubernur Aceh pertama kali menginjakkan kaki di bumi Serambi Mekah bertepatan dengan hari jumat dan kehadirannya berperan langsung sebagai Khatib menyampai khutbah jumat di masjid raya Baiturrahman Banda Aceh.

Intelektual asal Aceh ini idealnya pemimpin negeri bersyariat. Namun, keberadaannya seperti tidak penting dikarenakan kemampuan beragama masyarakat yang begitu kental dengan patron simbolik. Sehingga praktek politik korban demokrasi terbuka tidak memberi ruang pembeda antara yang ideal dengan
arus terjal politik praktis.

Politik demokrasi terbuka sering mengorbankan harapan potensi kepemimpinan di negeri ini. Terbukanya kebebasan dalam partisipasi politik yang tidak dibarengi dengan kemampuan memahami bagi konstituen dalam melihat potensi kepemimpinan membuat Aceh terus terpuruk dengan dirinya sendiri.

Dr. Karim, alumni Universitas Wasington DC Amerika Serikat terpilih sebagai penjabat gubernur tidaklah mudah, apalagi menjadi gubernur di wilayah yang asing dari negeri kelahirannya. Jabatan gubernur yang dipangku dipundaknya merupakan hasil seleksi yang ketat oleh para tokoh profesional di tingkat pusat. Tidaklah terlalu berlebihan jika disebutkan seleksi ini hasil rembukan ahlul hilli wal ‘aqdi di era modern.

Putra terbaik Aceh ini pernah menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Dalam Negeri bidang Ekonomi dan Keuangan. Pengalaman birokrasi sosok yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Bagian Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia tidak diragukan lagi.

Seabed pengalaman kerja dan jabatan yang ditekuninya tidaklah menjadikan sosoknya elit dalam berkomunikasi, kelembutannya dapat dirasakan dengan baik tatkala menyapa.

Buku “Transformasi Nilai Islam Menuju Pemikiran Politik Nasional” merupakan pemikiran tokoh Aceh yang pernah menjabat sebagai gubernur Aceh di awal-awal kemerdekaan Republik Indonesia.


A. Hasjmy menjadi gubernur bukanlah hasil pemilihan umum, melainkan gubernur yang ditunjuk oleh pemimpin tertinggi di negeri ini. Jabatan gubernur yang dipikul olehnya bukan hanya bertujuan untuk membangun negeri yang sudah matang dari segala bidang.

Aceh pasca perang dengan penjajahan Belanda dan Jepang telah menjalani problem politik internal. Pemberontakan Darul Islam merupakan konflik disentegrasi kebangsaan. Ditunjuknya A. Hasjmy sebagai pemimpin negeri yang telah porak-poranda pasca perang memiliki talentanya sendiri.

Aceh sebagai wilayah yang prototipe masyarakatnya sangat kental dengan ke-islaman, negeri peninggalan para raja ini telah kehilangan arah melihat masa depan. Dengan ditunjuknya A. Hasjmy sebagai gubernur Aceh menjadi jalan keluar buntunya arah perdamaian konflik kebangsaan yang terlalu dini memahami bahwa negara Islam jauh dari harapan tatkala Indonesia berdiri berdasarkan ideologi pancasila.

Begitu juga dengan konflik politik sektarian yang dibangun elit ketika kontestasi demokrasi tahunan dimulai pasca perdamaian Mou Helsinki mendatangkan ketegangan pada masyarakat bawah. Perebutan kekuasaan telah membawa suasana permusuhan internal. Konflik ini bukanlah melawan musuh, melainkan melawan dirinya sendiri.

Pasca Aceh damai, letusan senjata sudah dihentikan. Namun ternyata tidaklah berhenti di situ, ketegangan politik antar elit kembali membawa cengkraman, Aceh terbawa emosi yang tersulut bukan karena mempertahankan marwah bangsanya dari musuh, melainkan mempertahankan singgasana kekuasaan antar elit.

Senjata yang seharusnya telah terkubur bersama perdamaian, suaranya hadir kembali bak bisikan hantu yang tidak diketahui bentuknya, namun horornya terbawa bersama manisnya madu dunia, kekuasaan tanpa rasa.

Proses politik pasca perdamaian Helsingki  kembali memunculkan dentuman traumatis bersama suara senjata yang siap mengancam nyawa masyarakat serta lawan politik dikala merebut kuasa.

Pilkada Aceh tahun 2012, ketegangan politik sangat mengemuka. Bukan perang bersenjata, namun perang politik terkait dengan pencalonan gubernur jalur independen. Gemuruhnya politik tingkat elit terbawa kembali asa konflik yang sebelumnya telah tertolak bersama ditanda tanganinya klousul perdamaian.

Suasana ini bagaikan terulangnya konflik disentegrasi kebangsaan diawal kemerdekaan. Sehingga dengannya Pemerintah Pusat perlu mengambil langkah ishlah internal di dalam negeri. 

Dengannya dilantiklah A. Hasjmy sebagai gubernur refresentatif masyarkat Aceh yang nota bene adalah Muslim yang taat dan menjadikan agama sebagai penempuh jalan keluar dari segala persoalan, termasuk persoalan perang.  

Mengemukanya konflik politik demokrasi terbuka pasca perdamaian Helsinki memancing kembali peran Pemerintah Pusat untuk mengambil langkah agar pertarungan politik tingkat elit dapat diredamkan dengan hadirnya sosok pemimpin baru yang menyejukkan hati setiap orang yang bertikai, dan dengannya mengantarkan ketentraman.

Melalui Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 5/P/2012, pada Tanggal 10 Februari 2012, Dr. Abdul Karim dilantik menjabat gubernur Aceh oleh Mendagri Gamawan Fauzi, di gedung Kemendagri di Jakarta.

Kehadiran “Penjabat Gubernur” sifatnya hanya sementara, untuk mengawal jalannya pemerintahan agar tetap kondusif dan juga mensukseskan pelaksanaan pemilukada agar berlangsung secara aman, tertib, dan demokratis.

Walaupun pejabat gubernur bersifat sementara, namun dengan kehadiran sosok yang menyejukkan telah merubah ketegangan politik yang sebelumnya dipahami sebagai ajang perebutan kekuasaan menjadi ajang pertarungan program.

Dan tidaklah berlebihan penulis menyimpulkan. Prof. A. Hasjmy dan Dr. Tarmizi Abdul Karim telah membawa pesan damai dalam sejarah konflik di Aceh. A. Hasjmy hadir sebagai tokoh peredam konflik disentegrasi kebangsaan, sementara Dr. Tarmizi Abdul Karim hadir sebagai sosok yang mengantarkan kesejukan di tengah ganasnya kepentingan elit dalam memahami kontestasi politik pasca perdamaian Helsinki.

Buku yang saat ini telah berada di tangan Dr.Tarmizi Abdul Karim adalah “pemikiran politik” tokoh penting Aceh yang telah membawa konsep wasatiah dalam memahami politik kebangsaan.

Prototipe negara Islam menurut A. Hasjmy tidak sepenuhnya bersifat integral, dan juga tidak bersifat sekuler, namun keberadaannya adalah moderat (symbiotik).

Moderasi politik Islam perlu dipertegas. Dengan itulah buku ini hadir untuk menunjukkan kepada dunia bahwa moderasi politik Islam telah dimulai dari Aceh sejak sebagian tokoh di negeri ini mulai membenturkan antara Islam dan negara, atau politik diawal kemerdekaan.

Dengan demikian, kehadiran buku ini sangatlah penting untuk menjawab problem kebangsaan yang sepertinya masih belum tuntas diperdebatkan.

Jak lon timang putik rambot
Beungoh seupot lon peumano
Beurijang rayek bintang kutob
Ek taleugot dumna nanggroe.


Jakarta, 29 Desember 2021.



 


Komentar

patricelamonica mengatakan…
Gambling in Tennessee: Learn about gambling in Tennessee
This state 김제 출장마사지 is the only state that is in the state where online 충청북도 출장안마 casino 양주 출장샵 gambling is legal. There 충주 출장샵 are some online gambling What is the best state in the world to gamble in?Who 광주 출장샵 can bet at a casino online?

Postingan populer dari blog ini

Meraih Gelar Doktor; Muchlinarwati Disabilitas yang Menginspirasi

Melihat Masalah dengan Masalah

Logika Politik: Beri Kabar Gembira Bukan Kabar Sedih apalagi Duka