Manoe Pucoek: Tradisi Lokal di Tengah Gempuran Budaya Global
Tren tajak mano
Dara baro tren tajak mano
Aleh mano lake seunalen
Ija yang laen seunalen mano.
Syair yang dilantunkan oleh seorang syaikh (tarian ini biasanya dinyanyikan oleh seorang perempuan atau ibu). Peran ibu yang mengabarkan pengantin perempuan yang telah dinikahkan.
Manoe Pucoek merupakan tradisi pemandian pengantin baru sebelum wanita
tersebut disandingkan atau dibawa oleh suaminya, terlebih dahulu telah
disucikan.
Manoe Pucoek dilakukan di tempat umum atau tempat yang mudah dilihat orang
banyak. Ini juga bagian dari pemberitahuan kepada kaum kerabat lingka dan dunia
bahwa anak gadisnya telah dipersunting orang.
Di antara upacara adat yang lainnya, pemanoe pengantin termasuk acara yang
ditunggu-tunggu oleh masyarakat setempat.
Dikarenakan tradisi pemanoe ini di samping sebagai hiburan juga sebagai
pesan nasehat bagi pengantin tatkala awal rumah tangga akan dibangun.
Tidak hanya itu, tradisi pemanoe juga pendidikan bagi pengantin terutama
sekali dalam hal bersikap bagi pengantin baru, bagaimana cara bersikap kepada
kedua orang tua, saudara, dan kaum lingka.
“Subhanallah....Allah
walhamdulillah anek metuah.. Allah balah
guna ma. Subhanallah...
Allah walhamdulillah.. anek metuah,
wahe dara baro ma”.
Syair yang diutarakan oleh seorang syaikh diawali dengan kalimat
puji-pujian kepada Tuhan. Mensucikan Tuhan terlebih dahulu merupakan bagian
dari tauhid, di mana keberadaan manusia sebagai makhluk yang rentan dengan dosa
dan khilaf, serta setiap apa yang dilakukan unsur ketauhidan menjadi dasarnya,
termasuk dalam memeriahkan acara pernikahan.
Unsur keagamaan yang melekat pada masyarakat Aceh telah dengan sendirinya
pada saat mengawali sesuatu mengagungkan kesucian dan keesaan Tuhan menjadi
wajib, sebab tiada langkah dan upaya bagi orang-orang beriman yang tidak
terlepas dari faktor takdir dan qadha Tuhan.
Siputik mancang... bungong keumang katroh
selangke..
Euu bungong pade lake gata bak poma... Beudoh
hai anek, beudoh rijang mesandeng hai puteh licen sajan ngon judo gata.
Pada bagian ini ungkapan seorang ibu kepada anaknya, mengabarkan bahwa telah datang penghulu adat meminta anak perempuannya dipersunting oleh laki-laki. Laki-laki ini boleh saja sudah dikenal sebelumnya oleh mempelai wanita ataupun belum sama sekali.
Seorang ibu tetap mengabari anaknya sebagai takdir yang harus dijalani anak adam, kelak setiap anak manusia seberapa cinta orang tua pada anak tiba masa harus melepaskannya untuk hidup bersama orang lain. Dan ini merupakan hukum alam yang harus dijalani.
Adapun khabar ini dapat dipahami dua. Pertama, khabar kebahagian setelah anaknya dipersunting orang. Kedua, khabar kesedihan, dengan peristiwa meminang tersebut telah tiba anak berpisah dengan ayah dan ibunya.
Tiada kata yang dapat diungkapkan, tiada bait yang bisa dilantunkan, tiada ungkapan yang mampu menjelaskan, tiada syair yang mudah menyimpan rasa ini, orang tua mana yang dapat begitu saja melepaskan anaknya. Namun, takdir atas kehidupan manusia harus diterima.
Pada saat anak perempuan dipersunting oleh pria lain, disaat itulah
persepsi terakhir muncul dibenak seorang ibu. Merasa terakhir kali mengurus
anaknya di pelaminan. Seorang ibu tidak pernah merasa akhir hidupnya tatkala
anak itu dilahirkan, walaupun nyawanya dipertaruhkan hidup dan mati.
Ini semua disebabkan oleh karena melahirkan menyambut kedatangan buah hati,
sementara membawa anaknya ke singgasana pelaminan sama dengan melepaskan
kepergiannya bersama pria lain yang dulunya asing baginya dan bagi anaknya.
Berharap cemas atas peristiwa ini adalah manusiawi. Menghitung kemungkinan
sangatlah lumrah. Menimbang apakah bahagia yang akan dihadapi anaknya ataukah
sengsara. Walaupun berharap diberi kebahagiaan, namun was-was atas apa yang
memungkinkan terjadi menghantui jiwa seorang ibu.
Was-was dan cemas ini tidak hanya sebatas itu, melainkan juga menimbang takdir
atas dirinya. Usia yang bertambah, umur yang menuju pendakian maut menghampiri.
Maka tradisi peumano juga dipahami sebagai bentuk kasih sayang seorang ibu yang
terkahir kali kepada anaknya sebelum ajal menjemput.
Berdasarkan naluri kematian, trdisi pemanoe Pucoek pada puncaknya adalah
pemapahan terakhir seorang ibu pada anak perempuannya sebelum sepenuhnya dibawa
oleh laki-laki yang telah menjadi suaminya.
Bukankah nasehat kematian sangatlah sakral dari akhir kehidupan anak
manusia. Itulah yang dirasakan oleh orang tua dikala anak yang lahir dari
rahimnya meneruskan takdirnya.
Pasang surut kemampuan masyarakat dalam memahami kebudayaan yang berkembang
selalu menghadirkan perdebatan panjang pada tataran ide. Benturan dengan ajaran
agama telah memposisikan tradisi Manoe Pucoek dipahami budaya yang bertentangan
dengan nilai-nilai Islam.
Sakralitas keagamaan terbawa arus puritanisme. Profanitas yang berkembang
sebagai tradisi lokal sering dicurigai dapat merusak tatanan kehidupan
beragama.
Menganggap budaya yang sudah mapan dengan struktur sosial masyarakatnya
sebagai musuh, sementara budaya luar datang begitu cepat merubah tatanan sosial
lokal untuk mengikuti budaya global yang membuat masyarakat kita akan
kehilangan jati dirinya.
Pada saat jati diri hilang, maka budaya baru akan leluasa menggempur
tradisi yang sebelumnya mapan. Munculnya tradisi-tradisi baru dalam pesta-pesta
di Aceh akibat kekosongan yang sedang membentuk jati dirinya. Budaya lokal
dimusuhi, sementara tradisi luar diminati.
Maka, tidaklah jarang kita dapati pada acara-cara pesta memutar musik atau
menampilkan group band, orkestra, keybord, dan lain sebagainya mengisi ruang
profanitas baru yang kosong.
Seni-seni tutur yang disampaikan melalui syair-syair nasehat, dan dibungkus
dengan nada yang indah dapat mengantarkan pesan dalam jiwa anak manusia. Dari
sini terlihat sangatlah indah tradisi Manoe Pucoek, di mana nasehat disampaikan
dalam tutur seni yang begitu indah.
Mengadu tradisi Manoe Pucoek dengan alasan bertentangan dengan agama suatu
kekeliruan, sebab pelaksanaan Manoe Pucoek filosofinya adalah mengantar pesan
nasehat orang tua kepada anaknya yang diwakili kepada orang lain.
Mungkin pertanyaan yang mendasar adalah kenapa harus disampaikan oleh
perempuan, dan penarinya juga dari kalangan perempuan juga. Tradisi Manoe
Pucoek adalah nasehat yang disampaikan kepada anak perempuan. Jika yang
melantunkan syair dan penarinya laki-laki, maka ini pantas digugat.
Pesan yang disampaikan melalui syair dinyanyikan oleh perempuan (wanita yang
sudah berumur/ibu), keberadaan perempuan yang disebut dengan syaikh
menyampaikan syairnya dengan bahasa yang baik, nada yang baik, dengan suara
yang baik pula.
Pertunjukan Manoe Pucoek bukanlah dilakukan oleh wanita-wanita yang
memiliki performa seksi, goyangan yang menghadirkan syahwat bagi yang
melihatnya, tidak mengumbar aurat, pelaksanaannya tidaklah di tempat yang
sunyi, dilakasanakan di depan orang banyak.
Berdasarkan ini peluang terjadinya keburukan dalam tradisi Manoe Pucoek
sangatlah rendah. Sebab ia bukanlah tradisi yang mengundangkan syahwat bagi
kaum laki-laki. Tradisi ini merupakan penyambung lidah pesan seorang ibu untuk
anak perempuannya.
Syair-syair yang disampaikan dilantunkan oleh seorang wanita, sebab pesan
yang menyentuh itu selalu datang dari seorang ibu. Dan pesan ibulah yang dibawa
oleh syeh perempuan dengan nada dan syair yang menyentuh jiwa anak manusia.
Syair-syair yang disampaikan merupakan petuah-petuah kehidupan.
Menikah bagi anak perempuan telah mengubah pola hidupnya. Hidup yang selama
ini sangat bergantung pada orang tua, maka setelahnya dialih fungsikan kepada
orang lain. Laki-laki yang dulunya asing dalam hidupnya dan asing juga bagi
orang tuanya. Beralih fungsi inilah membuat hati orang tua (ibu) cemas dengan
keadaan anaknya nanti.
Pada dasarnya menikahkan anak perempuan bagi seorang ayah dan ibu terdapat
kebahagiaan dan terdapat pula kekhawatiran, khawatir jika anaknya nanti tidak
mendapatkan seperti apa yang didapati dari orang tuanya. Dan ini juga menjadi
alasan kenapa calon suami mesti melalui proses seleksi yang ketat bagi keluarga
perempuan.
Bagi laki-laki yang telah menikahi seorang wanita tidak sepenuhnya peran
suami yang dibutuhkan oleh istri, namun juga peran sosok ayah penting untuk
ditunjukkan padanya.
Bagaimana seorang ayah memanjakan anaknya seperti masa kecil dulu, dan
hal-hal seperti ini akan selalu dirindukan oleh seorang anak perempuan walaupun
ia sudah menjadi istri bagi laki-laki yang lain.
Jika keadaan sebaliknya, mendapati laki-laki yang hanya menuntut wanita
sepenuhnya peran istri, maka apa yang dulunya pernah dirasakan oleh istri pada
orang tuanya tidak didapatinya lagi saat ia bersama laki-laki yang lain, sebab
peran istri berbeda dengan peran seorang anak.
Suami tidak boleh mengambil sepenuhnya hak sebagai suami dengan mengekang
segala gerak istri, apalagi sampai ia sulit untuk mengurus orang tuanya.
Walaupun agama memberi peluang untuk semua itu, namun tidak sepenuhnya
harus dipraktekkan, sebab manusia penuh rasa dalam dirinya. Apalagi rasa yang
tertanam dalam jiwa kedua orang tua pada anak perempuannya.
Rasa sebagai orang tua yang ingin selalu bersama anaknya tidak dapat
dipisahkan dengan sebuah akad pernikahan. Jangan pisahkan seorang anak dengan
orang tuanya. Anak ayam saja tidak boleh dipisahkan dari induknya, apalagi anak
manusia.
Demikian, bukan berati harus tinggal bersama orang tua selamanya. Silakan
dibawa pada tempat yang lain, namun ingat jangan menutup ruang dan jangan
memberi jarak bagi istri dan orang tuanya untuk bersama mengenang masa-masa
kecil mereka di mana tidak satupun dari orang lain yang mengurus dan menjaganya,
kecuali kedua orang tua.
Manoe Pucoek adalah nasehat terakhir orang tua pada anaknya. Mungkin saja
terkhir untuk selamanya. Maka dengan itu, silakan engkau membawa istrimu ke
mana saja, namun jangan pernah lupa engkau bawa dan memberi izin ia pulang dan
bermanja-manja kembali dengan kedua orang tua dan sodara-sodaranya, sebagaimana
masa kecil dulu mereka bermanja dengan ayah dan ibunya.
Manoe Pucoek dan kemampuan syeh melantunkan syair dengan lagu yang memiliki hipnoterapi pada anak
perempuan yang sudah dipersunting laki laki lain. Tradisi ini sangat populer di
pantai Barat Selatan Aceh.
Nada dan syairnya memiliki unsur
mistis yang dapat menekan emosi ketika mendengarnya. Suasana seketika hening
pada saat tradisi Manoe Pucoek
mulai dipertunjukkan. Tidak jarang di antara mereka akan mengurai air mata, mengingat perjalanan
hidup ini begitu panjang dan keadaan dimasa yang akan datang tidak dapat
ditebak.
Seorang syeh akan menyampaikan pesan-pesan kehidupan sebagai nasehat awal
bagi mereka yang hendak membangun Rumah Tangga. Memiliki rumah sendiri bukan
berarti hak kepemilikan orang tua berubah atas anaknya. Maka dengan itu perlu
diingatkan agar mereka memahami ketika kedua orang tuanya datang menjenguk
supaya tidak dianggap orang asing bagi keduanya.
Ketika kedua orang tua masing masing
berkunjung ke rumah anaknya tidaklah dianggap asing. Kedua
orang tua masing masing harus dianggap sebagai pemilik yang datang bukan orang
yang menumpang tinggal.
Tradisi Mano pucoek sering dianggap bertentangan dengan Islam oleh kaum agamawan yang
tidak setuju suara perempuan melantunkan syair di depan umum. Dengan anggapan
tersebut banyak masyarakat tidak memberi ruang lagi pada acara seperti ini.
Keberadaannya hampir punah di tengah-tengah risaunya umat terhadap gempuran
budaya Barat yang semakin dibiarkan semakin menjauhkan ingatan kita akan
masa-masa dulu, ketika dilaksanakan kanduri kawen tradisi tren tajak manoe sangatlah
populer..
Mempersoalkan integritas keimanan hanya dengan suara perempuan dan gerak
tari yang tidak eksotis sangatlah tidak layak. Apalagi selama berlangsung
tradisi ini tidaklah mengajak orang lain untuk berkhalwat dengan dirinya.
Di sinilah RAM keimanan setiap kita harus selalu di-update agar tidak terlalu mudah goyah dan cepat curiga terhadap apa yang dilihat.
Melihat gerak sekelompok perempuan yang berjalan memutar seperti tawaf
mengelilingi dara baro tanpa mengumbar aurat dan melantunkan syair nasehat dari
seorang ibu yang umurnya juga tidak muda lagi dianggap dapat menggoyahkan iman,
suatu kesimpulan yang tidak tepat.
Menghilangkan tradisi Manoe Pucoek sama dengan menghilangkan nasehat seorang ibu dalam sebuah pernikahan.
Ibu bagian terpenting dalam kehidupan
manusia, perannya sangatlah dominan dalam membentuk karakter anak. Apalagi anak
perempuan secara kultur sangat dekat dengan ibunya. Jangankan peran kepedulian
kehadirannya saja sudah memberi ketentraman bagi seorang anak.
Syurga terletak di bawah telapak kaki ibu. Oleh sebab itulah pesan seorang ibu sangatlah penting dalam segala hal. Teruntuk pernikahan seolah dipahami momen terakhir bagi seorang ibu menasehati anaknya. Melepaskan kepergian anak perempuannya untuk orang lain pada dasarnya adalah momen terberat dirasakan oleh ibu.
Keberadaan anak tidak terlepas dari peran seorang ibu, maka dengan itulah nasehat ibu begitu penting dalam pernikahan. Nasehat yang diwakilinya pada orang lain, melalui tari Manoe Pucoek pesan-pesan tu disampaikan dengan sangat baik.
Ibu menginginkan anaknya diayomi oleh laki-laki yang tepat. Laki-laki yang
memiliki integritas tanpa eksploitasi.
Suami yang menjadikan istri sebagai partner dalam hidupnya. Partner di sini
tentunya berlaku hukum bisnis di mana partner kedudukannya dipahami setara.
Walaupun setara, keberadaan suami tetap mendominasi, namun tidaklah
semena-mena. Sebab akad walaupun diucapkan oleh laki-laki, setelah diserahkan
kepada Tuhan akad itu akan menjadi milik bersama, pada kondisi tertentu boleh
diambil kembali oleh kedua belah pihak. Baik suami maupun istri jika memenuhi
kriteria diperbolehkan untuk menggugat pernikahannya
Tarian Manoe Pucoek adalah seni tutur yang mengandung mistis yang kuat
dalam menanamkan pesan kepada anak manusia. Itu menandakan jiwa seni Aceh
tidaklah dibangun secara serampangan.
Nada dan syairnya menyampaikan pesan kepada dunia dengan bahasa meditasi yang
terkadang tidak mudah dipahami oleh kebanyakan orang.
Tarian memutar mengelilingi dara baro, bukankah tarian yang dilakukan
seperti orang thawaf mengelilingi titik koordinat. Koordinatnya di sini adalah
pengantin wanita.
Artinya, perempuan harus dilindungi. Namun pada banyak tempat perempuan
tidak diperlakukan secara ber-integritas bahkan keberadaan di eksploitasi.
Dari sini dapat dilihat, tarian Manoe Pucoek adalah bentuk ekspresi yang
diperlihatkan kepada pihak mempelai laki laki dan keluarganya bahwa anak
perempuan kami harus dilindungi, sebagaimana orang tuanya melindungi dia dari
sejak kecil hingga dipersunting orang yang dulunya asing.
Apalagi jika orang tua mempelai wanita sudah terlebih dahulu berpulang
menuju Tuhannya. Perempuan yang sudah yatim sejak kecil ia selalu akan
merindukan sosok ayah hadir dalam kehidupannya. Sebagai suami engkau menjaga
hatinya, tatkala berperan sebagai ayah engkau menjaga seluruh jiwa, raga, dan
segala kehormatan atas dirinya.
Suasana yang selalu dirasakan berbeda dikala menghadiri pernikahan wanita
yang tidak sempat didampingi oleh seorang ayah sebab sudah terlebih dahulu
berpulang menuju Rab-nya.
Terkadang ekspresi kesedihan hanya bisa diurai dengan tetesan air mata.
Wahai laki-laki, tatkala engkau menikahi seorang wanita tidaklah peran suami
yang selalu dituntut, tapi peran seorang ayah selalu dirindukannya.
Mak peleh gata ngon i mata me ile... Sesak lam hate wahe dara baro ma..... Kadang
hai anek tuboh poma han ekle.... Reubah
meugule newo nesawe poma.
Jakarta, 19 Januari 2022.
Komentar
Posting Komentar