HAYATI TEMPO PUASA DIKALA WAKTUNYA TELAH PERGI


Ramadhan adalah nama bulan, sementara puasa adalah aktifitasnya. Terdapat beberapa nama sebutan untuk ramadhan di antara nama-nama bulan ramadhan disebut dengan bulan Alquran, bulan puasa, bulan shalat malam, bulan doa, dan bulan sedekah.

Puasa menurut Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dalam Sirarul asrar menjelaskan puasa dapat dilaksanakan secara syariat dan juga dilaksanakan secara thariqat. Puasa syariat lebih dominan pada aktifitas menahan makan dan minum, puasa thariqat menahan diri dari segalah sifat yang membatali nilai puasa. Puasa syariat berlaku waktu selama bulan ramadhan sementara puasa tariqat bermakna tempo dan dapat berlaku kapanpun baik di dalam ramadhan maupun di luar ramadhan. Berakhirnya ramadhan dan masuknya syawal kembali berpuasa dengan jalan tariqat di mana puasa dimaknai dengan temponya.

Ramadhan terkait dengan waktu, sedangkan puasa berbicara tempo. Pengertian waktu menurut kamus bahasa Indonesia adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan, berada atau berlangsung. Waktu informasinya sangatlah rahasia, walaupun sesuatu hal dapat direncanakan, namun tetap saja tidak ada yang tahu apa yang terjadi dimasa yang akan datang.

Beberapa kata yang sering digunakan terkait dengan waktu seperti "berwaktu" yakni mempunyai waktu tertentu, "pewaktuan" yakni yang berkenaan dengan waktu, "sewaktu" bermakna ketika atau saat itu atau sama waktunya, "sewaktu-waktu" bermakna tidak tentu waktunya, kapan-kapan atau bilamana.

Sementara kata tempo sering digunakan dalam istilah musik. Allen Winold dalam buku "introduction to Music Theory" tempo diartikan dengan kecepatan beat atau ketukan tiap menit pada musik. Pono Bano dalam kamus musiknya menjelaskan pengertian tempo sebagai waktu dan kecepatan dalam ukuran langkah tertentu pada musik.

Tempo dalam kamus bahasa Indonesia juga bermakna waktu, masa, ketika, saat, kesempatan, kelonggaran (untuk berpikir), batas waktu, janji (waktu yang dijanjikan). Di sini dapat dipahami ramadhan adalah waktu, sementara puasa adalah temponya atau kesempatan melakukannya. Makanya, disebut dengan puasa ramadhan, sebab ia memiliki waktu dan tempo yang sama. Puasa juga dapat dilakukan pada kesempatan yang lain.

Puasa dalam pengertian tempo sebagai musik (aktifitas) ia memiliki rangkaian yang tersusun secara beraturan dan tidak hanya aktifitas raga saja melainkan juga aktifitas jiwa. Datangnya ramadhan dan puasa sifatnya interval dan hukum pelaksanaannya adalah wajib. Artinya, jika waktu ramadhan datang raga berhenti makan  dan minum, maka jiwapun ikut melakukannya. Dari sinilah timbul upaya puasa mendidik jiwa.

Dilihat dari segi waktu ramadan memiliki batas pelaksanaannya, secara tempo puasa sebagai aktifitas jiwa tidak pernah berakhir dalam kehidupan manusia.  Dari segi tempo (aktifitasnya) puasa mendidik jiwa. Aktifitas jiwa inilah ketika datangnya syawal dipraktekkan dengan baik. Berakhirnya ramadhan bukan berarti tempo puasa berhenti. Satu syawal adalah batas awal praktek lapangan bagi jiwa, yang selama sebulan penuh ditempa dalam laboratorium ramadhan.

Sesuatu yang keliru berlaku di tengah-tengah masyarakat, ketika ramadhan mulai meranjak pergi bertebaran tagline ekspresi penyesalan baik di medsos, penyampaian-penyampaian terakhir dengan narasi kekeliruan bahwa kapal ramadhan akan pergi. Banyak orang merasa sedih, sedih kehilangan momen di bulan terbaik, dan sedih dengan alasan yang terkadang tidak penting.

Bukan menyesali puasa akan berakhir, cara berpikir kita yang  harus dirubah/diperbaiki, dan bukan untuk disesali namun mesti untuk disyukuri ketika ramadhan akan berakhir, sebab dengan berakhirnya ramadhan disitulah kualitas diri diuji. Satu syawal adalah babak baru setelah hitungan hari disempurnakan lalu nama Tuhan diagungkan pertanda peradaban baru dimulai.

Jangan pernah mengira puasa akan pergi dari kita. Artinya, cuma puasa raga saja yang berlalu. Walaupun makan minum sudah boleh dilakukan, namun puasa dalam upaya mendidik jiwa selama sebulan penuh harus dipraktekkan dalam jangka waktu sebelas bulan yang akan datang.

Walaupun latihan satu bulan sudah berakhir, kesempatan mempraktekkan kerja jiwa masih tetap bisa dilakukan. Sebab puasa itu bukan semata dimaknai sebagai bulan ibadah saja, tapi bulan menggembleng diri untuk menjadi lebih baik semasa setahun kemudian dalam berbagai ranah sesuai dengan tugas kesemestaan masing-masing kita. Dan ini sesuai dengan apa yang sudah lazim bahwa di bulan ini kita mentadabburi informasi langit untuk dipahami dan dilaksanakan di bumi.

Merasa sedih dan merasa pura-pura sedih ketika bulan ramadhan berakhir, sebab waktu (bulan ramadhan) memang pergi, tapi temponya (nilai) berpuasa tetap dilanjutkan. Yang berlalu itu waktu, sementara tempo berpuasa tetap berlaku sepanjang saat. Puasa sebagai aktifitas raga yang mendidik jiwa harus menanamkan sifat kesabaran dalam diri kita.

Sabar selalu harus ditegak luruskan dalam setiap apa yang menimpa diri setiap manusia, dengan itu jelas relasi antara Mukmin, puasa, dan sabar dalam menjalani sistem ketaqwaan terlaksana. Berpuasalah, dengan makna puasa yang mendidik kesabaran dalam diri manusia. Karena dengan kesabaran dalam melaksanakan aktifitas hidup itulah manusia membangun peradabannya.

Puasa tanpa penjiwaan kesabaran setelah ramadhan berakhir, maka puasa itu tidak bermakna sama sekali. Puasa tanpa mendidik jiwa juga menjadi barometer bahwa kualitas puasa potensinya hanya menahan haus dan dahaga saja.

Sabar dalam pengertian menahan (imsak mufthirat), menahan diri untuk tidak korup bagi penguasa, menahan diri untuk tidak curang bagi pengusaha, menahan diri untuk tidak dhalim kepada sesama manusia, menahan diri untuk tidak marah-marah, menahan diri tetap membangkitkan kasih dan sayang baik untuk diri, keluarga, dan orang lain. Serta juga menahan diri dalam bentuk apapun.

Biarkan ramadhan itu berlalu dan jangan pernah khawatir dengan itu asalkan jiwamu sudah siap untuk berubah dengan peradaban yang baru. Ramadhan berlalu hanya waktunya saja, sementara temponya tidak. Dan tempo itulah yang terus diasah dengan baik sehingga jiwa setiap kita terus menerus menuju taqwa.

Dengan cara itulah menjadikan puasa tidak pernah pergi dari kita, sebab  ia telah mendidik jiwa manusia selama hayat hidupnya, sambil berharap kita akan berjumpa lagi dengan fakultas ramadhan berikutnya, sehingga jiwa kita terus dan terus terupdate setiap tahunnya dalam sistem kerja ke semestaan.

Fakultas ramadhan juga melahirkan alumni dengan predikat lulus namun belum tentu medapatkam predikat ketaqwaan jika puasa tersebut tidak mampu mendidik jiwa. Puasa ibarat siswa/santri/mahasiswa menyelesaikan studinyaya, ijazah sekilas menunjukkan standar saja, standar lulus jika kita pernah sekolah, dan sebagai alat untuk menukar posisi. Setelahnya menjalani kemampuan diri, dan jika elektabilitas kerja mengecewakan berarti sekolah/ijazah tidak berguna baginya.

Begitu juga dengan puasa, setelah berakhirnya ramadhan puasa yang telah dilakukan tidak mampu mendidik jiwa, maka dapat dipastikan puasanya hanya untuk menahan lapar dan dahaga saja. Ijazah sebagai bukti pernah sekolah bukan bukti pernah berfikir. Puasa yang berpotensi menahan lapar dan haus saja(gagal mendidik jiwa) ibarat sarjana yang lulus tanpa melanjutkan kembali akalnya untuk berpikir.

Perbedaan yang mendasar  bulan ramadhan dengan bulan yang lain adalah diwajibkan berpuasa, sementara di bulan yang lain tidak. Di luar ramadhan bukan berarti Muslim tidak boleh berpuasa, bagi yang terikat dengan janjinya, maka berkemungkinan hukum berpuasa juga wajib seperti puasa qadha, puasa nadzar, dan juga dapat melaksanakan puasa-puasa sunat lainnya tanpa harus terikat dengan waktu.

Puasa yang dilakukan selama sebulan penuh hanya dipahami sebagai latihan saja, prakteknya setelah idul fitri tiba sampai ramadhan berikutnya. Modal menggembirakan diri masuknya satu syawal karena kita telah berhasil menggembleng puasa dengan upaya mendidik jiwa, bukan bergembira karena terbebas dari kewajiban untuk menahan dari makan minum.

Bergembira karena masuknya syawal dengan potensi membangun jiwa, maka kita patut bergembira kembali ketika masuknya bulan suci ramadhan yang akan datang. Puasa yang dilakukan setiap tahun merupakan tahapan ke arah yang jauh lebih baik. Seperti jenjang studi yang dari tahun ke tahun meningkat kelasnya, bahkan meningkat stratanya. Strata satu, dua, dan tiga. Di mana setiap strata mengajarkan metode yang berbeda.

Sesuatu yang keliru, bagaimana kita bisa bergembira masuk bulan ramadhan berikutnya, sementara tugas-tugas kesemestaan setelah ramadhan berakhir tidak dilaksanakan dengan baik. Tugas-tugas itu adalah membangun potensi diri untuk menelurkan kemampuan kolektif sesuai dengan tugas kesemestaan masing-masing kita. Menyempurnakan tugas kesemestaan inilah yang membangun peradaban. Mencapai peradaban dengan kemampuan manusia membangun kesabaran dalam dirinya.  

Puncak ibadah bagaimana memenej diri untuk sabar dalam tugas kesemestaan. Dan ini sesuai dengan posisi kata "ash-sabuur" dalam sifat sifat ketuhanan. Sifat-sifat Tuhan yang terangkum dalam asmaul husna ditutup dengan sifat Tuhan Maha Sabar atas segala apa yang telah diciptakannya, termasuk karena kesabaran Tuhanlah orang-orang yang berdosa diampuni oleh karena taubatnya.

Tidak mudah memang, sabar merupakan pekerjaan yang berat. Kata sabar telah disandingkan dalam Alquran dengan kata shalat. Sabar dan shalat sama-sama pekerjaan berat, kecuali bagi orang-orang yang kusyu’. Oleh karena sabar adalah pekerjaan yang berat, maka Tuhan mewajibkan puasa atas manusia untuk menekan keinginan-keinginan yang berlebihan, yang terkadang keinginan tersebut tidak tentu arahnya.

Di samping kata sabar terdapat kata syukur. Kata asy-syukur berada  urutan yang ke tiga puluh lima dalam asmaul husna, yang berarti Tuhan memiliki sifat Yang Maha Membalas Budi. Arinya, bersyukur ketika diadopsi oleh manusia ia berterimakasih atas kebaikan yang telah didapatkan dari orang lain.

Tuhan akan menambahkan nikmat-Nya kepada orang-orang yang bersyukur dengan nikmat yang lain. Begitu manusia ketika seseorang berterimakasih atas apa yang telah didapatkan dari orang lain, maka besar kemungkinan ia akan terus mendapatkan kebaikan baik dari orang yang sama maupun pada orang lain.

Bersyukur adalah pekerjaan yang mudah dilakukan, sebab syukur selalu berbicara terkait dengan kenikmatan-kenikmatan. Berbeda dengan sabar, ini pekerjaan yang berat sebab ia terkait dengan musibah, bala, kehilangan, dan lain  sebagainya.

Walaupun bersabar pekerjaan yang berat, namun nilainya besar. Tuhan menyukai kebaikan, tetapi Tuhan tidak bersama kebaikan itu. Berbeda dengan kesabaran, Tuhan bukan hanya menyukainya, melainkan juga berada bersama orang-orang yang sabar “innallaha ma‘ash shabirin”.    

Di antara kata sabar dan syukur ada kata “harapan” yang selalu membantu manusia menyeimbangi kedua sifat yaitu sifat sabar dan syukur. Bangkit dari kesabaran Tuhan menanamkan harapan ke depan yang lebih baik. 

Bertahan dengan rasa syukur Tuhan juga menanamkan harapan padanya, agar dengan bersyukur manusia sadar akan keberadaan dirinya, dan sadar atas apa yang dimilikinya dapat bermanfaat bagi orang lain, dan dengannya ia mendapat kedudukan tinggi baik di dunia maupun di akhirat.

Sungguh manusia telah berputus asa jika "harapan" sudah tidak ada. Karena Tuhan menitipkan harapan dalam dada manusia, makanya kita masih tetap bertahan sampai saat ini, nanti, dan masa yang akan datang.

Betapa banyak di luar sana telah dicabut harapan dalam dada manusia, mereka berputus asa akhirnya ia mengakhiri hidupnya, dan mngunci nikmat-nikmat yang telah diberikan padanya tanpa berniat untuk berbagi pada yang lainnya.

Jepang adalah negara maju, dan berilmu teknologi tinggi, namun angka bunuh diri (harakiri) sangat tinggi. Apakah penduduk Jepang tergolong masyarakat terbelakang, tentu tidak, jepang adalah negara dalam banyak hal negara-negara lain bergantung pada kemajuan teknologinya.

Pertanyaannya, kenapa tindakan mengakhiri hidup menjadi tradisi dalam masyarakat Jepang ketika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi, ini semua karena dicabutnya harapan dalam diri masyarakatnya. Bersabarlah, dan bersyukurlah selagi Tuhan masih menanamkan harapan dalam dada manusia.

Kesabaran dan rasa syukur bagi orang yang berpuasa, sehingga ia tidak pernah merasa harus dihormati dengan puasanya. Bagi yang sedang berpuasa tidak perlu mendapat porsi yang istimewa dari manusia. terkadang Tuhan saja mentertawakan puasa kita, ini malah minta dihormati pada sesama makhluk.

Puasa tidak dihitung oleh manusia, apalagi mendapatkan balasan dari sesama manusia. Puasa itu milik-Ku kata Allah, maka Aku (Allah) jua yang membalas ganjarannya. Tentunya puasa bagi orang-orang yang memperbaiki kualitas puasanya.

Pada dasarnya puasa adalah ibadah untuk diri sendiri, tapi efeknya tersuguhkan kebaikan penuh pada orang lain. Karena, puasa merupakan ibadah raga yang mendidik jiwa. Ketika jiwa terdidik dengan segala potensi seperti menahan diri untuk tidak rakus, mementingkan maslahat bersama, tidak thamak, dapat merasai bagaimana rasa lapar, dapat menjiwai ketidakcukupan pangan bagi orang-orang miskin, dan lain sebagainya.

Puasa yang dipahami sebagai tempo (aktifitas) tidaklah pernah berakhir, walaupun ramadhan dipahami sebagai waktu telah berlalu. Berakhirnya waktu ramadhan pertanda tempo peradaban baru dimulai. Satu syawal merupakan peradaban baru dimulai.

Puasa yang membangun peradaban setahun ke depan itulah modal utama bagi Mukmin untuk kembali bergembira menyambut datangnya bulan ramadhan yang akan datang. Berpuasalah dengan tempo yang baik dan terus menerus diperbaiki. Sehingga waktu ibadah spiritual mempengaruhi tempo ibadah sosial.

Purwakarta, 1 Mei 2022.



  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meraih Gelar Doktor; Muchlinarwati Disabilitas yang Menginspirasi

Melihat Masalah dengan Masalah

SURAT TERBUKA: KEPADA YANG TERHORMAT BAPAK BUPATI ACEH BARAT DAYA