HAYATI TEMPO PUASA DIKALA WAKTUNYA TELAH PERGI
Sementara kata tempo sering digunakan dalam istilah musik.
Allen Winold dalam buku "introduction to Music Theory" tempo diartikan
dengan kecepatan beat atau ketukan tiap menit pada musik. Pono Bano dalam kamus
musiknya menjelaskan pengertian tempo sebagai waktu dan kecepatan dalam ukuran
langkah tertentu pada musik.
Tempo dalam kamus bahasa Indonesia juga bermakna waktu, masa,
ketika, saat, kesempatan, kelonggaran (untuk berpikir), batas waktu, janji
(waktu yang dijanjikan). Di sini dapat dipahami ramadhan adalah waktu,
sementara puasa adalah temponya atau kesempatan melakukannya. Makanya, disebut
dengan puasa ramadhan, sebab ia memiliki waktu dan tempo yang sama. Puasa juga
dapat dilakukan pada kesempatan yang lain.
Puasa dalam pengertian tempo sebagai musik (aktifitas) ia memiliki rangkaian yang tersusun secara beraturan dan tidak hanya aktifitas raga saja melainkan juga aktifitas jiwa. Datangnya ramadhan dan puasa sifatnya interval dan hukum pelaksanaannya adalah wajib. Artinya, jika waktu ramadhan datang raga berhenti makan dan minum, maka jiwapun ikut melakukannya. Dari sinilah timbul upaya puasa mendidik jiwa.
Dilihat dari segi waktu ramadan memiliki batas pelaksanaannya, secara tempo puasa sebagai aktifitas jiwa tidak pernah berakhir dalam kehidupan manusia. Dari segi tempo (aktifitasnya) puasa mendidik jiwa. Aktifitas jiwa inilah ketika datangnya syawal dipraktekkan dengan baik. Berakhirnya ramadhan bukan berarti tempo puasa berhenti. Satu syawal adalah batas awal praktek lapangan bagi jiwa, yang selama sebulan penuh ditempa dalam laboratorium ramadhan.
Sesuatu yang keliru berlaku di tengah-tengah masyarakat,
ketika ramadhan mulai meranjak pergi bertebaran tagline ekspresi penyesalan
baik di medsos, penyampaian-penyampaian terakhir dengan narasi kekeliruan bahwa
kapal ramadhan akan pergi. Banyak orang merasa sedih, sedih kehilangan momen di
bulan terbaik, dan sedih dengan alasan yang terkadang tidak penting.
Bukan menyesali
puasa akan berakhir, cara berpikir kita yang harus
dirubah/diperbaiki, dan bukan untuk
disesali namun mesti untuk disyukuri
ketika ramadhan akan berakhir, sebab dengan berakhirnya ramadhan disitulah
kualitas diri diuji. Satu syawal adalah babak baru setelah hitungan hari
disempurnakan lalu nama Tuhan diagungkan pertanda peradaban baru dimulai.
Jangan pernah mengira puasa akan pergi dari kita. Artinya, cuma puasa raga saja yang
berlalu. Walaupun makan minum sudah boleh dilakukan, namun puasa dalam upaya
mendidik jiwa selama sebulan penuh harus dipraktekkan dalam jangka waktu
sebelas bulan yang akan datang.
Walaupun latihan satu bulan sudah berakhir, kesempatan
mempraktekkan kerja jiwa masih tetap bisa dilakukan. Sebab puasa itu bukan
semata dimaknai sebagai bulan ibadah saja, tapi bulan menggembleng diri untuk
menjadi lebih baik semasa setahun kemudian dalam berbagai ranah sesuai dengan
tugas kesemestaan masing-masing kita. Dan ini sesuai dengan apa yang sudah
lazim bahwa di bulan ini kita mentadabburi informasi langit untuk dipahami dan
dilaksanakan di bumi.
Merasa
sedih dan merasa pura-pura
sedih ketika bulan ramadhan berakhir, sebab waktu (bulan ramadhan) memang
pergi, tapi temponya (nilai) berpuasa tetap dilanjutkan. Yang berlalu itu
waktu, sementara tempo berpuasa tetap berlaku sepanjang saat. Puasa sebagai
aktifitas raga yang mendidik jiwa harus menanamkan sifat kesabaran dalam diri
kita.
Sabar selalu harus ditegak luruskan dalam setiap apa yang menimpa diri setiap manusia, dengan itu jelas relasi antara Mukmin, puasa, dan sabar dalam menjalani sistem ketaqwaan terlaksana. Berpuasalah, dengan makna puasa yang mendidik kesabaran dalam diri manusia. Karena dengan kesabaran dalam melaksanakan aktifitas hidup itulah manusia membangun peradabannya.
Puasa tanpa penjiwaan kesabaran setelah ramadhan berakhir,
maka puasa itu tidak bermakna sama sekali. Puasa tanpa mendidik jiwa juga
menjadi barometer bahwa kualitas puasa potensinya hanya menahan haus dan dahaga
saja.
Sabar dalam pengertian menahan (imsak mufthirat),
menahan diri untuk tidak korup bagi penguasa, menahan diri untuk tidak curang
bagi pengusaha, menahan diri untuk tidak dhalim kepada sesama manusia, menahan
diri untuk tidak marah-marah, menahan diri tetap membangkitkan kasih dan sayang baik untuk diri,
keluarga, dan orang lain. Serta juga
menahan diri dalam bentuk apapun.
Biarkan ramadhan itu berlalu dan jangan pernah khawatir
dengan itu asalkan jiwamu sudah siap untuk berubah dengan peradaban yang baru.
Ramadhan berlalu hanya waktunya saja, sementara temponya tidak. Dan tempo
itulah yang terus diasah dengan baik sehingga jiwa setiap kita terus menerus
menuju taqwa.
Dengan cara itulah menjadikan puasa tidak pernah pergi dari
kita, sebab ia telah mendidik jiwa
manusia selama hayat hidupnya, sambil berharap kita akan berjumpa lagi dengan
fakultas ramadhan berikutnya, sehingga jiwa kita terus dan terus terupdate
setiap tahunnya dalam sistem kerja ke semestaan.
Fakultas ramadhan
juga melahirkan alumni dengan predikat lulus namun belum tentu medapatkam predikat
ketaqwaan jika puasa tersebut tidak mampu mendidik jiwa. Puasa ibarat siswa/santri/mahasiswa
menyelesaikan studinyaya, ijazah sekilas menunjukkan standar saja, standar
lulus jika kita pernah sekolah, dan sebagai alat untuk menukar posisi.
Setelahnya menjalani kemampuan diri, dan jika elektabilitas kerja mengecewakan
berarti sekolah/ijazah tidak berguna baginya.
Begitu juga
dengan puasa, setelah berakhirnya ramadhan puasa yang telah dilakukan tidak
mampu mendidik jiwa, maka dapat dipastikan puasanya hanya untuk menahan lapar
dan dahaga saja. Ijazah sebagai bukti pernah sekolah bukan bukti pernah
berfikir. Puasa yang berpotensi menahan lapar dan haus saja(gagal mendidik
jiwa) ibarat sarjana yang lulus tanpa melanjutkan kembali akalnya untuk
berpikir.
Perbedaan yang mendasar bulan ramadhan dengan bulan yang lain adalah diwajibkan berpuasa, sementara di bulan yang lain tidak. Di luar ramadhan bukan berarti Muslim tidak boleh berpuasa, bagi yang terikat dengan janjinya, maka berkemungkinan hukum berpuasa juga wajib seperti puasa qadha, puasa nadzar, dan juga dapat melaksanakan puasa-puasa sunat lainnya tanpa harus terikat dengan waktu.
Puasa yang dilakukan selama sebulan penuh hanya dipahami sebagai latihan saja, prakteknya setelah idul fitri tiba sampai ramadhan berikutnya. Modal menggembirakan diri masuknya satu syawal karena kita telah berhasil menggembleng puasa dengan upaya mendidik jiwa, bukan bergembira karena terbebas dari kewajiban untuk menahan dari makan minum.
Bergembira karena masuknya syawal dengan potensi membangun jiwa, maka kita patut bergembira kembali ketika masuknya bulan suci ramadhan yang akan datang. Puasa yang dilakukan setiap tahun merupakan tahapan ke arah yang jauh lebih baik. Seperti jenjang studi yang dari tahun ke tahun meningkat kelasnya, bahkan meningkat stratanya. Strata satu, dua, dan tiga. Di mana setiap strata mengajarkan metode yang berbeda.
Sesuatu yang keliru, bagaimana kita bisa bergembira masuk bulan ramadhan berikutnya, sementara tugas-tugas kesemestaan setelah ramadhan berakhir tidak dilaksanakan dengan baik. Tugas-tugas itu adalah membangun potensi diri untuk menelurkan kemampuan kolektif sesuai dengan tugas kesemestaan masing-masing kita. Menyempurnakan tugas kesemestaan inilah yang membangun peradaban. Mencapai peradaban dengan kemampuan manusia membangun kesabaran dalam dirinya.
Puncak ibadah bagaimana memenej diri untuk sabar dalam tugas
kesemestaan. Dan ini sesuai dengan posisi kata "ash-sabuur" dalam sifat
sifat ketuhanan. Sifat-sifat Tuhan yang terangkum dalam asmaul husna ditutup dengan sifat Tuhan Maha Sabar atas
segala apa yang telah diciptakannya, termasuk karena kesabaran Tuhanlah
orang-orang yang berdosa diampuni oleh karena taubatnya.
Tidak mudah memang, sabar merupakan pekerjaan yang berat. Kata sabar telah disandingkan dalam Alquran dengan kata shalat. Sabar dan shalat sama-sama pekerjaan berat, kecuali bagi orang-orang yang kusyu’. Oleh karena sabar adalah pekerjaan yang berat, maka Tuhan mewajibkan puasa atas manusia untuk menekan keinginan-keinginan yang berlebihan, yang terkadang keinginan tersebut tidak tentu arahnya.
Di samping kata
sabar terdapat kata syukur. Kata asy-syukur berada urutan yang ke tiga puluh lima dalam asmaul
husna, yang berarti Tuhan memiliki sifat Yang Maha Membalas Budi. Arinya,
bersyukur ketika diadopsi oleh manusia ia berterimakasih atas kebaikan yang
telah didapatkan dari orang lain.
Tuhan akan
menambahkan nikmat-Nya kepada orang-orang yang bersyukur dengan nikmat yang
lain. Begitu manusia ketika seseorang berterimakasih atas apa yang telah
didapatkan dari orang lain, maka besar kemungkinan ia akan terus mendapatkan
kebaikan baik dari orang yang sama maupun pada orang lain.
Bersyukur adalah
pekerjaan yang mudah dilakukan, sebab syukur selalu berbicara terkait dengan
kenikmatan-kenikmatan. Berbeda dengan sabar, ini pekerjaan yang berat sebab ia
terkait dengan musibah, bala, kehilangan, dan lain sebagainya.
Walaupun bersabar
pekerjaan yang berat, namun nilainya besar. Tuhan menyukai kebaikan, tetapi Tuhan
tidak bersama kebaikan itu. Berbeda dengan kesabaran, Tuhan bukan hanya
menyukainya, melainkan juga berada bersama orang-orang yang sabar “innallaha ma‘ash
shabirin”.
Di antara kata sabar dan syukur ada kata “harapan” yang selalu membantu manusia menyeimbangi kedua sifat yaitu sifat sabar dan syukur. Bangkit dari kesabaran Tuhan menanamkan harapan ke depan yang lebih baik.
Bertahan dengan rasa syukur Tuhan
juga menanamkan harapan padanya, agar dengan bersyukur manusia sadar akan
keberadaan dirinya, dan sadar atas apa yang dimilikinya dapat bermanfaat bagi
orang lain, dan dengannya ia mendapat kedudukan tinggi baik di dunia maupun di
akhirat.
Sungguh manusia telah berputus asa jika "harapan"
sudah tidak ada. Karena Tuhan menitipkan harapan dalam dada manusia, makanya
kita masih tetap bertahan sampai saat ini, nanti, dan masa yang akan datang.
Betapa banyak di
luar sana telah dicabut harapan dalam dada manusia, mereka berputus asa akhirnya
ia mengakhiri hidupnya, dan mngunci nikmat-nikmat yang telah diberikan padanya
tanpa berniat untuk berbagi pada yang lainnya.
Jepang adalah
negara maju, dan berilmu teknologi tinggi, namun angka bunuh diri (harakiri)
sangat tinggi. Apakah penduduk Jepang tergolong masyarakat terbelakang, tentu
tidak, jepang adalah negara dalam banyak hal negara-negara lain bergantung pada
kemajuan teknologinya.
Pertanyaannya, kenapa
tindakan mengakhiri hidup menjadi tradisi dalam masyarakat Jepang ketika
sesuatu yang tidak diinginkan terjadi, ini semua karena dicabutnya harapan
dalam diri masyarakatnya. Bersabarlah, dan bersyukurlah selagi Tuhan masih
menanamkan harapan dalam dada manusia.
Kesabaran dan
rasa syukur bagi orang yang berpuasa, sehingga ia tidak pernah merasa harus
dihormati dengan puasanya. Bagi yang sedang berpuasa tidak perlu mendapat porsi
yang istimewa dari manusia.
terkadang Tuhan saja mentertawakan puasa kita, ini malah minta dihormati
pada sesama makhluk.
Puasa tidak
dihitung oleh manusia, apalagi mendapatkan balasan dari sesama manusia.
Puasa itu milik-Ku kata Allah, maka Aku (Allah) jua yang membalas ganjarannya.
Tentunya puasa bagi orang-orang yang memperbaiki kualitas puasanya.
Pada dasarnya
puasa adalah ibadah untuk diri sendiri, tapi efeknya tersuguhkan kebaikan penuh
pada orang lain. Karena, puasa merupakan ibadah raga yang mendidik jiwa. Ketika
jiwa terdidik dengan segala potensi seperti menahan diri untuk tidak rakus, mementingkan maslahat bersama, tidak
thamak, dapat merasai bagaimana rasa
lapar, dapat menjiwai
ketidakcukupan pangan bagi orang-orang miskin, dan lain sebagainya.
Puasa yang
dipahami sebagai tempo (aktifitas) tidaklah pernah berakhir, walaupun ramadhan
dipahami sebagai waktu telah berlalu. Berakhirnya waktu ramadhan pertanda tempo
peradaban baru dimulai. Satu syawal merupakan peradaban baru dimulai.
Puasa yang
membangun peradaban setahun ke depan itulah modal utama bagi Mukmin untuk
kembali bergembira menyambut datangnya bulan ramadhan yang akan datang. Berpuasalah
dengan tempo yang baik dan terus menerus diperbaiki. Sehingga waktu ibadah
spiritual mempengaruhi tempo ibadah sosial.
Purwakarta, 1
Mei 2022.
Komentar
Posting Komentar