BUDAYA LEBARAN: BUKTI KELUESAN MUSLIM DI INDONESIA
Dr. KH. Mohamad Mahrussilah, MA
Editor: Mukhtar Amfat
Saat suara takbir menggema tanda kedatangan Idul Fitri istimewa, untaian kata “Minal Aidin Wal Faizin, Taqobbalallahu minna wa minkum” terucap gembira hampir semua lisan mulia, antar kaki berjalan saling menghampiri, antar tangan saling menjabat, antar prilaku masa lalu saling menginsafi, antar hati saling memaafkan, dan rasa syukur atas rahmat serta karunia Tuhan tertanam dalam lubuk ruhani.
Katakanlah, dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan" Q. S. Yunus 58).”
Semoga Allah swt., menjadikan kita kembali ke suci dan memperolah kemenangan, dan Allah swt., menerima kita semua dan kalian, terimalah wahai Dzat Maha Mulia.
Ucapan "Minal Aidin Wal Faizin" merupakan pengembangan dari syari seorang penyair bernama Shofiyuddin Al Halyy di Andalusia yang dalam beberapa lirik sya’irnya seringkali dianggap sebagai pengikut faham Syiah.
Sedangkan kalimat "Taqobbalallahu minna wa minkum" adalah tradisi ucapan sahabat di hari raya yang diajarkan Rasulallah saw.
Penggabungan dua kalimat ini merupakan bukti keluesan muslim Indonesia terkait pemaknaan bid’ah sesuai dengan apa yang diajarkan para ulama terdahulu, seperti Imam Izzuddin Abdus Salam, Imam Suyuthi bahkan Imamuna As-Syafi’i.
Namun tidak mengherankan jika para kaum tekstual tidak menyukai tradisi ucapan Minal Aidin Wal Faizin, karena hal itu dianggap sebagai bid’ah, dan setiap bid’ah dipahami perkerjaan sesat.
Pemeluk Islam di Nusantara tetap menjaga kelestarian, keterpeliharaan, kontinuitas kebudayaan warisan leluhur yang selaras dengan syari’at dan hakikat ajaran Islam.
Gaya dakwah Islam di bumi surga dengan cara pendekatan budaya, tidak dengan doktrin yang kaku dan keras. Dakwah yang merangkul budaya, melestarikan budaya, menghormati budaya, tidak memberangus budaya.
Padarincang, 4 Mei 2022.
Komentar
Posting Komentar