Aceh: Serambi Mekah Periode Penuh Konflik
Aceh dijuluki propinsi Serambi Mekah, julukan tersebut disebabkan telah berkembang Islam secara pesat di kawasan ini. Islam telah menjadi ideologi kehidupan masyarakatnya. Hampir di seluruh pelosok negeri simbol-simbol keislaman menancap dalam komunitasnya. Namun, Serambi Mekah seperti gagal membangun peradaban di eranya.
Bergerak maju merupakan cita-cita setiap bangsa, apalagi masyarakat post-modern yang telah mengikat dirinya secara
organisatoris dalam menata kehidupan bangsa. Walaupun hidup bernegara telah
dipraktekkan oleh manusia puluhan abad yang lalu, namun perobahan yang signifikan sangatlah
terlihat di era modern, di mana kehidupan tidak hanya diatur secara organik
namun juga didukung oleh teknologi.
Perubahan terjadi ketika manusia membangun peradabannya. Peradaban
dalam dunia Islam telah dibangun sejak Nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah. Dan
ini dikenal dengan peradaban Madinah atau peradaban Madani. Madani adalah
perubahan mental, dari konflik menuju kedamaian. Dari damai inilah manusia akan
membangun kehidupannya dari berbagai sektor.
Di samping itu juga
terjadinya konflik politik antara elit. Ketika dakwah Islam yang dilakukan oleh
Nabi Muhammad saw mulai
diendus oleh penguasa Mekah, maka permusuhan pertama diilakukan oleh elit Qurays adalah
pada Nabi yang dianggap hendak menukar keyakinan para petinggi, dan
ujung-ujungnya mengganggu penguasaan politik bagi para petinggi saat itu.
Kesimpulannya periode Mekah penuh konflik dihadapi oleh Nabi, konflik dengan
segala potensinya.
Konflik yang terus saja terjadi berpengaruh terhadap diri
Nabi sendiri, ini berkaitan dengan keselamatan dirinya. Konflik tidak pernah
menyelesaikan masalah, bahkan menambah masalah baru. Menghidari peristiwa yang
lebih besar, maka diperintahkanlah pada Nabi untuk hijrah menuju Madinah.
Peristiwa hijrah ini menjadi catatan penting bagi umat Islam sampai hari ini. Berbagai ulasan dapat dilihat dari peristiwa ini, karena hijrah bukan hanya persoalan berpindah tempat melainkan juga perubahan mental. Mental yang dulunya kufur terhadap Tuhan dan segala kenikmatan yang diberikan, juga kufur terhadap kebenaran yang dibawa untuk membangun kemashlahatan bagi umat manusia.
Memasuki periode
Madinah, Nabi Muhammad bergerak dan menukar haluan. Tetiba di Madinah para
sahabat diberi kesempatan untuk menguasai pasar dan merubah pola dagang, dari dagang praktek sistem ekonomi dhalim digerakkan menjadi
pasar dagang islami, atau pasar dagang yang menyelamatkan ekonomi
masyarakatnya.
Di Madinah Nabi
mulai membangun kehidupan yang dikelola secara organik dengan moto negara
Madinah, bukan negara Islam. Dan semangat filosofi Madinah terus berlanjut
hingga berakhir periode khulafa ar rasyidin. Dia antara keempat sahabat yang
memerintah tidak ada yang menggantikan semangat madani dengan yang lain. Dari
semangat inilah dunia Islam berkembang hingga ke seluruh penjuru dunia.
Berangkat dari
filosofi madaniah umat Islam (kususnya di Aceh) harus me-restart cara
berfikirnya. Berfikir bagaimana membangun peradaban di segala bidang. Berkutat
di periode Mekah dalam perjalanannya akan selalu menuai konflik, terutama
sekali konflik antar sesama.
Berkonflik dengan diri
sendiri adalah peristiwa yang sangat merugi, dan tidak akan ada penyelesaiannya sampai berakhir satu
generasi dan akan
berlanjut pada generasi berikutnya. Konflik telah melanda kehidupan manusia sejak
dulu. Warisan tertua dalam kehidupan manusia adalah konflik dengan dirinya
sendiri. Peristiwa habil dan qabil telah menyisakan pilu mendalam dalam diri
manusia, berakhir dengan pembunuhan sesuatu yang keji.
Konflik pribadi akan
mempengaruhi pada kepentingan politik, mengutamakan kepentingan diri dan kelompok akan mempengaruhi stabilitas keamanan,
tidak aman berefek pada mental manusianya,
jika mental ini terganggu maka kita akan selalu menuai kehidupan mundur ke belakang.
Aceh sepanjang sejarahnya telah dijuluki dengan Serambi
Mekah, sepanjang itu juga konflik terus terjadi jika semangat Madinah tidak
dimunculkan ke permukaan. Sejak berakhirnya perang Aceh dengan Belanda, Aceh
bersama Republik Indonesia mengumumkan kemerdekaannya kembali. Dalam perjalanan
berikutnya kembali berkonflik dengan dirinyanya.
Setelah Indonesia merdeka, dan Aceh menjadi bagian dari
padanya telah terjadi dua peperangan dan dua perdamaian. Perang yang berakhir
damai tidak mampu merubah wajah Aceh bergerak secara signifikan menuju
peradabannya. Perang berakhir damai, dan damai berakhir perang kembali. Peristiwa
ini akan terus berulang jika pola berfikir Madinah (peradaban) tidak
dimunculkan ke permukaan.
Serambi Mekah telah tercatat dalam sejarah selalu
berkonflik dengan dirinya. Sesuai dengan apa yang dirasakan oleh Nabi Muhammad
ketika sepuluh tahun di Mekah. Baru, setelah hijrah ke Madinah Nabi dapat
membangun kehidupan yang berperadaban, dan dilanjutkan oleh para sahabatnya. Dari
Madinah Nabi membangun umat manusia.
Berhasil membangun peradaban Madinah, sebagai pendatang dan
penduduk asli Mekah, ketika menjadi pemimpin tertinggi di Madinah, fokus
membangun adalah Madinah. Tidak ada suatu upaya yang dilakukan oleh Nabi
sebagai pemimpin mengeruk harta kekayaan Madinah untuk dikirim ke kampung
asalnya Mekah. Sehingga, dengan kekayaan yang didapatkan di Madinah dijadikan
modal untuk membangun tempat kelahirannya Mekah. Kecuali datang kembali ke
Mekah untuk membangun kembali semangat tauhid yang pernah ditanamkan pada
masyarakatnya.
Semangat membangun seperti ini tidak dicontohkan oleh
para pemimpin di negeri ini. Harta kekayaan disuatu daerah dikeruk untuk
membangun daerah yang lain dengan alasan sistem pemerintahan bersifat
sentralistik. Tindakan seperti ini tidaklah beradab dan tidak islami. Atas tindakan
inilah banyak daerah yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) miskin, dan ini
termasuk yang dialami oleh Aceh dan beberapa daerah penghasil tambang lainnya
di Nusantara.
Aceh harus membangun dirinya berdasarkan filosofi
Madinah. Tinggalkan prilaku Mekah yang penuh dengan konflik. Aceh telah
membangun konflik dengan orang lain, setelah berdamai Aceh kembali membangun
konflik dengan dirinya sendiri.
Sesama elit berkonflik, sesama rakyat berkonflik, sesama agama
berkonflik, sesama suku berkonflik, antar suku berkonflik, antar intelektual
berkonflik, antar ulama berkonflik, antar parati berkonflik, antar politisi
berkonflik, dan terus berkonflik pada ranah yang lain.
Konflik ini karena lebih mengutamakan kepentingan pribadi
dan golongan. Di sini masyarakat Aceh perlu merefleksikan dirinya untuk
membangun nurani kolektif. Dengan itulah konflik antar kepentingan akan mereda.
Prilaku membangun daerahnya bagi pemimpin terpilih di Aceh harus dihilangkan,
sebab Aceh secara politik harus dijalani berdasarkan kepentingan kolektif.
Melalui konsep Madinah Nabi telah membangun peradaban
manusia secara organik. Dan Aceh juga telah menyepakati itu, membangun
kebangsaan kearah yang beradab. Moto pelaksanaan syariat Islam mesti
dikejawantahkan dalam bentuk nilai, bukan hanya dalam bentuk formalisasi semata
tanpa meninjau kembali kelebihan dan kekurangannya.
Secara pendalaman tauhid periode Mekah sudah selesai di
Aceh. Tidak dapat dipersentasikan penduduk Aceh yang tidak beragama Islam. Artinya,
siapapun yang lahir di Aceh adalah Muslim. Ini adalah dakwah Nabi di Mekah
menanamkan tauhid bagi masayarakatnya.
Tentunya, peristiwa penanam tauhid tidak perlu lagi
dijadikan problem yang signifikan bagi masyarakat Aceh. Yang menjadi persoalan
adalah ketika kaum-kaum yang bertauhid ini tidak mampu membangun peradabannya
dari berbagai sektor kehidupan dalam menyonsong perabandan five point zero.
Aceh dengan julukan Serambi Mekah akan terus mundur jika
tidak berangkat menuju Serambi Madinah. Jargon Banda Aceh sebagai kota Madani
yang digaungkan Wali Kota sebelumnya adalah bagian dari semangat membangun
peradaban Madinah. Peradaban yang tidak hanya menanamkan tauhid yang benar bagi
masyarakatnya, namun juga terpatri dalam dirinya sebuah peradaban yang mampu
menjawab tantangan zaman.
Aceh harus keluar dari konflik yang tidak penting untuk
dijalani. Elit Aceh juga harus berhenti menjalani program kerja hanya membangun
pencitraan politik semata, tanpa perubahan signifikan terhadap Indeks Prestasi
Manusia nya. Untuk para elit, Membangun manusia seutuhnya harus diutamakan dari
pada membangun citra politik yang akhirnya kita akan berkonflik kembali dengan
diri kita sendiri dan sesama anak bangsa.
Jakarta, 14 Juni 2022.
Komentar
Posting Komentar