BERLAPANG-LAPANGLAH DI RUANG EKSPRESI DUNIA
Impian semua orang
ingin mendapatkan pekerjaan yang layak, layak tempat kerjanya dan layak pula
penghasilannya. Bekerja sesuai dengan kemampuan masing-masing, sehingga ini
akan membentuk siklus lintas bidang yang saling membawa keberuntungan.
Bekerja tidak hanya
layak tempat, penghasilan, dan sejauh mana pekerjaan tersebut dapat menyelesaikan
problem hidup manusia, tetapi juga harus didukung oleh orang-orang di sekitarnya. Seberapa baik pekerjaan itu untukmu, jika
teman bekerjanya tidak enjoi maka pekerjaan tersebut tidak pernah
menyenangkan. Bagi para pekerja, berlaku baiklah pada sesama pekerja agar semua
merasa happy dengan pekerjaannya.
Dunia adalah ruang
yang sempit, maka terdapat perintah tafassahu fil majaalis (berlapang-lapanglah dalam majelis-majelis). Kata "majaalis" adalah bentuk
jamak dari "majlis". Artinya, banyak tempat di dunia ini yang dihuni
oleh manusia. Apakah itu dunia kerja, dunia seni, ekonomi, politik, petani, pedagang,
intelektual, ulama, guru, pemikir, pegawai, pejabat, pemimpinan, pemerintahan
dan yang lainnya.
Semua ruang ini adalah ranah publik, di mana setiap orang berlomba-lomba ingin memperoleh syafaat padanya. Segala cara akan ditempuh agar ruang ini tidak hanya menghabiskan tenaga bagi pelakunya, namun juga mendatangkan keuntungan materi. Mengganggu aktifitas setiap ruang akan membawa malapetaka di ruang ekspresi manusia. Maka lahirlah sebuah jargon "teman tetap teman, cari makan jangan diganggu". Di sini dapat dipahami keberadaanmu dalam ruang ekpresi lintas bidang bukan untuk mengekang ruang ekpresi bagi yang lain.
Ini pertanda teman
dalam melaksanakan pekerjaan adalah
partner terbaik, sebab keberadaannya sebagai elemen utama memperluas majelis-majelis ruang publik.
Apakah teman sesama pekerja, sesama usaha, sesama pegawai, sesama politisi,
sesama pedagang, sesama guru, dosen, da’i, dan teman di ruang apapun masing-masing
memfungsikan diri untuk memperluas koneksi, sehingga majelis-majelis menjadi
lapang.
Ayat yang terkait dengan tafassahu fil majaalis
sebuah perintah untuk memberi ruang yang nyaman bagi orang-orang yang datang ke
masjid agar semua orang dapat tempat. Peristiwa ini terjadi tatkala Nabi sedang
mengajarkan sesuatu di dalam masjid yang sudah penuh dengan jamaah. Ketika itu
datanglah seseorang, sehingga ia seperti tidak medapatkan tempat duduk. Dengan itulah
printah untuk memberikan kelapangan tempat agar semua orang mendapatkkan
porsinya.
Masjid merupakan ruang tempat di mana pikiran-pikiran umat
dikelola dengan baik untuk menata ruang ekpresi sosial. Umat Islam telah
diajarkan persoalan ruang ekpresi publik ini sejak ia masuk dalam masjid. Masjid
menjadi sentral aktifitas umat, sehingga ia harus berfungsi sebagai kecerdasan coagulan
terhadap persoalan-persoalan umat di ruang publik. Melalui filososofi
masjid umat menarik kebebasan dalam ber-ekpresi untuk membangun sistem yang
membawa keuntungan bersama.
Dunia adalah ruang yang sempit, sehingga keberadaannya
sering menghimpit penghuninya. Hadirnya dunia sebagai ruang keberadaannya
sempit, lalu ditambah dengan ekpresi makhluk di ruang publik. Ekpresi ini sering
menjadi ancaman bagi manusia jika tidak membangun coagulan dan masjid
menjadi pusat ekspresinya.
Sesama makhluk sering menjadi ancaman bagi makhluk yang
lain. Termasuk bagi manusia yang diberi potensi akal. Seharusnya manusia dengan
potensi akal dan ilmu pengetahuan menjadi pihak yang memiliki kewajiban untuk
membuka ruang ekpresi publik seluas-luasnya, sehingga dunia yang dipahami
sempit menjadi lapang.
Sempitnya dunia ini dapat dilihat dari keterbatasan manusia
untuk tidak ber-ekpresi sembarangan, seperti tidak boleh bertindak sesuka hati,
berbicara sembarangan, melakukan sesuatu sembarangan, dan
sembarangan-sembarangan yang lain. Membatasi kesembarangan tindakan ini pun
dibatasi oleh aturan yang ada. Setiap bangsa di dunia ini memiliki batas ruang
ekpresi bagi warganya. Bahkan pembatasan ini disepakati melalui kostitusi
kenegaraan, termasuk Indonesia.
Pada dasar ruang ekpresi secara natural sudah sempit
ditambah lagi dengan pembatasan melalui undang-undang. Ruang ekpresi dunia atas
hak-hak individu saja dibatasi, apalagi ruang ekpresi terbuka. Di sini setiap
manusia dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan ekpresi, gigih,
cermat, pintar membaca peluang, bahkan makan pun jika tidak diusahakan maka
makanan tersebut tidak akan masuk dalam perut kita.
Tentu ini berbeda dengan alam rahim yang dilalui manusia
semasih berada dalam perut ibunya, tanpa melakukan apapun makanan sudah
ditentukan untuknya. Begitu lapangnya alam rahim itu, sehingga kehadiran cabang
bayi ditunggu oleh banyak orang. Dan ini sangat berbeda ketika manusia berada
di ruang dunia, publik ekpresi bahkan mewanti-wanti kehadiran kita, sebab
dianggap sebuah ancaman terhadap ekpresi yang lain.
Berpikir kehadiran orang lain sebagai ancaman adalah
upaya mempersempit majlis-majlis dunia. Tentu ini sangat dilarang oleh Allah
dan Rasul-Nya. Manusia diciptakan Tuhan sebagai Khalifah, baik Khalifah dalam
konteks personal Adam as maupun Khalifah dalam konteks komunal Daud as.
Adam hadir sebagai Khalifah dalam konteks individual,
sementara Daud hadir sebagai Khalifah dalam konteks pemerintahan. Kehadiran kedua
konteks Khalifah di atas bertujuan untuk membangun tata kelola ekpresi dunia
yang saling melapangkan. Bukan menciptakan ruang ekpresi dunia yang saling
mempersempit ruang dan menebar ancaman, sehingga kehadiran manusia dipahami
sebagai musuh bagi manusia yang lainnya.
Bekerjalah kalian sebagai partner yang baik, sehingga
apapun pekerjaan yang sedang dilakukan membawa kebahagiaan secara instan bagi
setiap orang (instandly happy). Sebab, bukan hanya pekerjaan, tempat,
serta penghasilan yang layak diharapkan oleh setiap kita, namun yang lebih
penting dari itu adalah para pekerja mendapati partnership yang baik
ketika setiap kita saling mengisi ekspresi ruang publik. Jadilah diri yang
secara instan membawa keceriaan bagi setiap orang.
Jakarta, 28 Mei 2022.
Komentar
Posting Komentar