LAJU-LAJU KENONG GAMBE






Cara terbaik memahami tukang gambe di negeri gambe adalah dengan cara menertawakannya. Hanya tertawa yang dapat menghibur diri tanpa menanggung resiko dari pihak manapun. Jika tidak berani menertawakan tukang gambe di eranya, maka tertawakan dirimu sendiri agar supaya dikemudian hari engkau dapat menceritakan pada generasi berikutnya bahwa engkau telah ikut andil melucuti tukang gambe dengan caramu sendiri. 

Sekilas melihat ulang kurun waktu beberapa saat ke belakang negeri gambe adalah bangsa yang kenong “kenong penget sabe”. Raja gambenya berasal dari dalam dirinya sendiri, dan tukang gambe ini dengan leluasa dapat dimanfaatkan oleh tuan besarnya untuk menyerukan gambe-gambe ke seluruh pelosok.  

Gambe phon; alasan kemanusian dan pelaksanaan  syariat. Dengan alasan syariat tukang gambe rela mengorbankan tanah airnya untuk diserahkan pada bangsa asing dikala itu. Tukang gambe yang membungkus misinya dengan motif keagamaan,

Kenong gambe lhom; berdamai pasca perang pesak hob diawal kemerdekaan dari kolonial/penjajah, sebab maksud tidak tercapai, lebih-lebih maksud individu yang merasa berhak berkuasa atas tanah negeri gambe. Padahal orang yang meminta kekuasaan tersebut tidaklah pantas memilikinya walaupun secabik gambe saja.

Di sini konsep aso lhok penting dalam hal pada siapa bangsa ini diserahkan. Bukan menyerahkannya pada keturunan bangsa asing yang pada mulanya ia datang sekedar menumpang tinggal dan akhirnya dapat hidup layak melebihi layaknya pemilik sah atas tanah airnya sendiri.

Kenong gambe lhom; negeri gambe berdamai pasca perang yang panjang dan banyak jatuh korban. Perang ini dibayar dengan harga yang sangat murah dan dibiarkan dengan daya yang lemah. 

Memiliki hak menentukan nasib, tapi bukan melalui referendum melainkan nasib diperjuangkan melalui perete semetak. Perete semetak, keberadaannya ibarat ular yang lapar dilepas kepalanya namun ekornya dipegang. Gunanya dibuat demikian agar makanan raya panyang tidak dapat ditelan mentah-mentah.

Perang bersenjata ditukar dengan perang politik. Perang frontalisasi di medan tempur beralih ke perang “naskah”. Diberi kesempatan untuk berpolitik secara mandiri, dengan menghadirkan para pasukan tempur yang handal tapi kosong ideologi, bahkan banyak wilayah ada yang tidak memiliki kapasitas atasnya, alias lemoh pikiran. 

Banyak cara pasukan tempur “naskah” ini dikondisikan, salah satunya diberlakukan seperti ular lapar yang diikat ekornya dan dibiarkan begitu saja kiprahnya, dari penjaringan orang-orang yang berijazah paket hingga orang-orang thamak bak ular berbisa yang telah bertahun-tahun kelaparan diikat berdekatan dengan umpannya.

Perang yang telah mematikan banyak orang seperti tiada bekas atas peristiwa-peristiwa meregang nyawa manusia-manusia yang tak bersalah. Seolah-olah tidak perlu untuk dikenang dan diketahui lagi kenapa mereka dibunuh, siapa yang telah membunuhnya, dan jangan-jangan pembunuh yang dulu takut menampakkan dirinya sekarang malah membusung dada menampakkan kegagahannya. Tanpa kesadaran banyak orang, seolah-olah tiada yang tahu jika ia pada dasarnya adalah seorang pembunuh.

Lalu...dalil-dalil itu dapat dibaca dengan baik, bahwa pembunuh tetap akan mengairi darah manusia melalui tangannya pada momen apa pun. Jika ia diberi senjata, maka nyawa orang dengan mudah direnggutnya. Jika ia diberi harta, maka hukum kapitalis akan diberlakukan atas putaran harta tersebut. 

Lebih-lebih lagi jika ia diberi kuasa, kekuasaan yang dimiliki akan digunakan untuk menekan siapa pun yang menghalangi kekuasaannya. Politik akan digerakkan sesuai dengan keinginannya semata. Semua itu berlaku, sebab pada dasarnya ia adalah seorang pembunuh, dan pada momen apa pun ia tetap hadir sebagai pembunuh.

Kenong gambe lhom; momen penentuan pimpinan dijadikan pesta menghibur bagi rakyat, bukan pesta pencerdasan atas pilihan politik yang mengantarkan kesejahteraan. Hampir saban malam masa kampanye politik dibuat pesta yang sedikit diiringi dengan hiburan-hiburan, tentunya hiburan yang bernuansa politik jua.

Proses politik dibuat sehoror mungkin, sehingga semua mata kepala tertuju pada perayaan ini untuk melihat masa yang akan datang, dan bukan menghukumi masa lalu yang telah dibuat porak-poranda oleh orang dan kelompok yang sama. Mari kita lihat masa depan yang lebih cerah, kita bangun berbagai sektor dan kesejahteraan semakin dekat dengan diri kita...ajakannya yang mengambe.

Kenong gambe lhom; buaian politik pasca kekuasaan diperoleh oleh pemimpin terpilih, merancang pembangunan cet langet untuk rakyat, sementara untuk dirinya melaksanakan progran mencor bumi. Artinya, membangun rakyat dalam angan-angan sementara membangun diri, keluarga, dan koleganya adalah nyata.

Kenong gambe lhom; berpura-pura berpikir untuk membangun wilayah kekuasaannya, padahal ia sedang berdagang dengan rakyatnya sendiri, tukar guling kebijakan, transaksi proyek, menentukan tender, menetapkan fee­ secara terang-terangan, mengalirkan anggaran pada yayasan miliknya, dan lain sebagainya. Lalu dengan congkak berkata ketika program tidak jalan, “kita mengalami defisit anggaran” sementara pemasukan terhadap dirinya tidak pernah mengalami defesit bahkan Silpa. Artinya, sampai tahun depan ia telah menghitung dan menyisakan laba.

Kenong gambe lhom; berakhir masa jabatan aset negara masih diliriknya. Di sini, aturan pun mengawasi gambe diakhir kekuasaan. Melirik kenderaan mewah bukan perkara yang sulit dilakukan oleh pimpinan di negeri gambe pada akhir masa jabatannya. Alih-alih merasa diri adalah orang yang telah berjasa dalam merancang pembangunan atas wilayah kekuasaannya, dan merasa layak diberikan penghargaan. Seperti sedang sudah bermufakat, tukang gambe ini rame-rame melakukan hal yang sama, memungkin hal ini akan terjadi saban waktu setiap berakhirnya masa jabatan pemimpin di negeri gambe.

Negeri gambe melahirkan intelektual gambe yang menjinjing pengetahuannya untuk kepentingan misi tukang gambe. Kritis intelektualitas hanya berlaku pada angka-angka yang memihak padanya. Kedudukan pemikir gambe dapat dijengkal oleh toke gambe itu sendiri, sehingga keberadaannya tidak lebih seperti anjing yang diikat lehernya, dipotong taring-taringnya hingga ia tidak dapat menggigit lagi, dan dibiarkan lidahnya menjulur-julur saja. Ketika penguasa gambe berakhir kekuasaannya intelektual gambe ini mulai bersuara lagi, sambil melirik gambe mana lagi yang tidak mendustakan kepentingannya.    

Masyarakat gambe tidak tertutup kemungkinan akan terus Kenong gambe lhom; pada momen-momen yang lain terus berlaku. Prestasi yang telah diperoleh negeri gambe menduduki peringkat masyarakat termiskin di planetnya. Sementara para elitnya kaya raya, dan tanpa malu merasa dana pesangon dari tuannya harus diperpanjang lagi penyaluran dan jumlahnya. Dan juga  elitnya, selalu lihai mengupayakan rakyat gambe “tubit dari babah rimung di petalum lam babah buya”.

Planet Gambe, 29 Agustus 2022.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meraih Gelar Doktor; Muchlinarwati Disabilitas yang Menginspirasi

Melihat Masalah dengan Masalah

SURAT TERBUKA: KEPADA YANG TERHORMAT BAPAK BUPATI ACEH BARAT DAYA