ILMU DARI KETELADANAN YANG HILANG

 



Hari ini zaman sudah banyak perubahan. Pengetahuan manusia sudah sampai pada titik di mana mencari ilmu pengetahuan tidak perlu lagi bersusah payah. Masa-masa sebelumnya narasi ilmu masih mewah dan tercatat pada kertas-kertas yang mahal dan jauh dari jangkauan.

Hari ini dengan teknologi informatika ilmu sudah murah dan sangat dekat dengan kita serta bisa diakses kapan pun. Hanya melalui android kita sudah dapat menemukan banyak hal. Dari ilmu yang terkait dengan agama sampai ilmu pengetahuan alam. 

Guru di era post modern sudah digantikan dengan mesin (medicine educater). Dari tahap pengenalan teori, membandingkan teori, sampai menemukan teori baru dapat dipelajari melalui akses elektronik. 

Fungsi guru hari ini sudah berkurang. Keberadaan guru tidak lagi sebagai pengeja ilmu pengetahuan melainkan sebagai pembantu dalam meng-ekploitasikan pengetahuan bagi anak didik, pengontrol pikiran, menjaga logika, dan memberi contoh yang baik dalam peragaan ilmu itu sendiri.

Fungsi kontrol dalam berbagai aspek yang dibutuhkan hari ini. Fungsi ini tidak ditemukan dalam bacaan apa pun, sebab zaman terus berubah sudut pandang harus diperbaiki sesuai dengan kondisi yang dihadapi. 

Jika guru tidak mampu hadir sebagai fungsi kontrol, maka keberadaannya tidak lagi menjadi penting. Materi-materi segala ilmu hari ini tidak lagi berfokus pada otak manusia, tapi sudah disimpan pada file besar maha guru dari segala guru secara elektronik. 

Kehadiran guru di tengah-tengah masyarakat adalah menjadi sosok yang menteladani. Tidak semua Nabi-nabi yang diutus untuk manusia mengajarkan banyak hal terkait dengan ilmu pengetahuan, tapi semua nabi yang diturunkan mengajarkan keteladanan atas umat manusia. 

Keteladan ini banyak diceritakan di dalam Alquran, fungsi utama nabi diturunkan adalah sebagai pihak yang diteladani. Teladan penutup zaman ada pada Nabi Muhammad Saw. Nabi akhir zaman inilah barometer umat manusia dalam menata hidup di dunia.

Akses ilmu pengetahuan sudah sangat dekat dengan manusia hari ini, sementara akses ketauladanan semakin jauh. Maka yang perlu diperbanyak adalah guru-guru yang menteladani. 

Praktek kejujuran tidak diajarkan pada mesin apa pun. Secanggih apa pun mesin penyampai ilmu pengetahuan, ia tidak hadir sebagai pihak yang menanamkan adab dalam kehidupan. Di sinilah guru di era post modern diperlukan. 

Orang alim tidak perlu harus beradab, sebab fungsinya berbeda. Tetapi orang yang beradab sudah tentu alim. Alim atau berilmu pengetahuan hanya kalah dengan adab. Maka adanya kalimat "al -adabu fauqa 'ilmi" (adab lebih tinggi dari ilmu). 

Ilmu tersimpan dalam otak, dan pada zaman kini ilmu sudah tersimpan dalam sebuah file besar tinggal kita mengaksesnya melalui mesin pencari yang selalu ada di tangan manusia. Namun, adab tidak tersimpan di mana pun, ia ada dalam prilaku manusia. 

Prilaku inilah yang dibutuhkan umat hari ini, sebagaimana tujuan utama para Rasul diutus untuk diteladani oleh manusia. Pengikut orang-orang beradab, berbeda dengan pengikut orang-orang berilmu. 

Orang beradab pada posis apa pun perannya selalu menginginkan kebaikan atas alam ini, sementara pengikut orang-orang berilmu hanya menjalani hawa nafsunya saja. Maka, jangan heran di zaman ini kita dapati banyak ilmu, tapi tidak sepenuhnya dijadikan sebagai alat untuk menyelesaikan segala persoalan. 

Kita perlu membaca banyak hal, namun yang jauh lebih penting kita butuh keteladanan dari guru-guru yang telaten dalam memaknai kehidupan. Atau dalam bahasa hari ini adanya jiwa-jiwa yang meng-inspirasi. Sebab, melalui jiwa-jiwa yang meng-inspirasi inilah sebuah gerakan pembaharu akan muncul tanpa harus memancing kekisruhan berpikir dalam masyarakat. 

Ketika jiwa-jiwa inspirator hadir akan muncul semangat baru bagi generasi berikutnya. Bukankah para sahabat Nabi dulu telah di didik oleh Rasul, bukan hanya mengajarkan ilmu tetapi hadir sebagai sebagai sosok yang meng-isnpirasi. Sebagaimana William Glasser berkata "the great teacher inspire", guru yang luar biasa adalah yang menelurkan inspirasi bagi penduduk bumi.

Jakarta, 29 Oktober 2022.



Komentar

Seneng banget dapet kesempatan membaca tulisan ini, sebagai referensi, masukan dan nasehat bagi diri saya sebagai praktisi di lapangan yang masih perlu banyak belajar. Semoga Allah memberi keberkahan buat Prof.

Postingan populer dari blog ini

Meraih Gelar Doktor; Muchlinarwati Disabilitas yang Menginspirasi

Melihat Masalah dengan Masalah

SURAT TERBUKA: KEPADA YANG TERHORMAT BAPAK BUPATI ACEH BARAT DAYA