REZEKI DALAM KETENTUAN KADAR ILAHI

Rezeki dalam Islam dimaknai dengan sesuatu dan segala hal yang memberi manfaat kepada makhluk ciptaan Allah Swt. Alquran menyebutkan kata “rezeki” sebanyak seratus dua puluh tiga kali dalam berbagai bentuk; dalam bentuk fi’il dan isim, dengan makna yang berbeda-beda pula. Perbedaan makna ini tidak menghapus hakikat makna dari rezeki itu sendiri.

Langkah raseki peutemun maot. Maja Aceh sarat makna ilahiyah ini dipahami bahwa manusia hanya memiliki batas kemampuan awal, adapun selanjutnya adalah menerima dengan lapang dada keputusan-keputusan keilahian. Manusia hanya memiliki rencana, selebihnya Tuhan yang punya kuasa.

Langkah adalah wilayah kemanusian. Potensi akal yang ditanamkan dalam diri manusia memberi peluang penuh untuk menentukan arah. Langkah ini dapat dipahami rangkaian dari strategi, menyusun rencana, ancang-ancang, membaca peluang, garis haluan, skema, dan susunan draf. Mungkin saja masih banyak lagi kata-kata yang sepadan dengannya.

Manusia hanya memiliki batas kemampuan menyusun strategi dalam rencana apa pun. Selagi manusia masih berpedoman pada rencana-rencana maka selamatlah dirinya, namun ketika manusia keluar dari zonanya maka manusia menempuh jalan menuju kebinasaan. Kemampuan manusia sangatlah terbatas. Maka, Alquran menyambanginya bahwa manusia hanya diberi beban sesuai dengan kemampuannya. Ada pun di luar dari pada itu mutlak urusan Tuhan.

       لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفۡسًا اِلَّا وُسۡعَهَا‌ؕ.....

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya....... Q. S. Al-Baqarah/002: 286.

Strategi yang disusun manusia belum tentu mendatangkan rezeki. Bisa-bisa manusia berhadapan dengan maut dalam pengertian rezeki tidak diperoleh malah kerugian yang didapat. Jodoh di sini, bukan hanya dimaknai dalam urusan bersatunya anak manusia dalam ikatan pernikahan, melainkan juga dipahami bertemu dengan berbagai urusan-urusan keduniaan, seperti lancar usahanya, karirnya, dan berbagai pertemuan lainnya.

Wilayah kemanusiaan dan wilayah ketuhanan berbilang sangat jauh. Jangankan keputusan-keputusan atas hidup anak Adam, wilayah kemanusiaan dengan keilahian berjarak tiada batasnya. Wilayah ini dapat dilihat dari peristiwa Isra’ Mi’raj. Pada saat Nabi Muhammad Saw menuju ke sidratul al-muntaha, Jibril yang diutus untuk membawa Nabi menuju ke langit tidak dapat ikut bersama Nabi. Semua itu dikarenakan wilayah yang berbeda.

Malaikat yang diciptakan suci saja tidak dapat masuk ke wilayah ketuhanan, apalagi manusia biasa. Kecuali, Nabi Muhammad Saw yang diberi kewenangan masuk dalam wilayah ketuhanan. Jika manusia tidak dapat masuk dalam wilayah ketuhanan, apalagi manusia yang hanya diberi kekuatan menyusun rencana-rencana.

Dunia yang dihuni manusia adalah ruang-ruang berbagai rencana yang diberi hak penuh kepada manusia untuk mengelolanya. Walaupun rencana-rencana itu tidak dapat dimiliki sepenuhnya, tetapi manusia sudah diikrarkan sebagai Khalifah yang diberi kuasa untuk menguasai apa pun yang ada di dalamnya.

Manusia bergerak dengan ilmunya. Untuk menyusun kesempurnaan rencana manusia harus memiliki kekuatan. Kekuatan yang dimaksud di sini menurut Ibnu Katsir adalah Ilmu Pengetahuan. Manusia tidak akan mampu memiliki apa pun kecuali dengan kekuatan ilmu. Semakin komplek ilmu yang dimiliki manusia maka semakin mudah untuk menguasai berbagai rencana-rencana. Sebagaimana Alquran menjelaskan.

Wahai golongan jin dan manusia! Jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan (dari Allah)". Q. S. Ar-Rahman/055: 33.

                                 مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ

Barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia, maka hendaknya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat, maka hendaknya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia akhirat, maka hendaknya dengan ilmu.

Bahagia di dunia manusia harus menempuh dengan jalan ilmu bermakna, rencana-rencana dan strategi yang disusun harus tertata dengan baik. Ilmu-ilmu keduniaan berkembang sangatlah pesat dan bergerak begitu cepat. Terkadang, satu ilmu belum dikuasai telah hadir ilmu-ilmu baru. Gerak dunia berubah dalam hitungan detik, bagi siapa yang lambat meraihnya akan dimakan oleh zamannya sendiri.

Begitu juga dengan ilmu yang terkait dengan akhirat, tatanannya sangatlah jelas dan komplek pula. Diturunkan agama tujuannya adalah agar manusia mampu menyusun rencana-rencana tidak hanya dalam jangka yang pendek, melainkan rencana yang panjang. Dunia adalah jalan menuju akhirat. Artinya, ilmu dunia yang diperoleh manusia harus memengaruhi keimanannya. Inilah makna, menggapai kebahagiaan dunia akhirat bermakna bersatunya tujuan ilmu dunia dengan capaian akhirat.

Kebahagiaan yang diraih manusia hanya untuk dunianya saja, membuat rencana-rencana itu berjalan pincang. Strategi dunia yang dijalankan berdasarkan ilmu jika tidak menggiring kebahagiaan akhirat, maka jalan kebahagiaan hanya tinggal di dunia bersama batas waktu terbatas yang dimiliki manusia. Manusia harus membangun kebahagian jangka panjang, bahagia dunia, bahagia akhirat, dan yang jauh lebih penting capailah bahagia keduanya.

Setiap manusia memperoleh jalan masing-masing dalam mendapatkan rezeki. Sebagian orang harus berjalan jauh meninggalkan negerinya, tetapi dekat ketika ia mengambil rezeki itu. Sebagian yang lain tak perlu jauh-jauh berjalan namun begitu dekat dengannya saat mengaes rezeki tersebut. Sebagian yang lain pula dekat berjalan tetapi jauh ketika ia mengambilnya. Dan pada sebagian yang lain, sudah jauh berjalan jauh pula ketika ia mengambil rezeki tersebut.

Walaupun rezeki itu tidak dapat diduga dari mana ia datang. Walaupun demikian tetaplah  berjalan dan bertebaranlah di muka bumi, meskipun ke ujung negeri yang jauh sekalipun. Usaha manusia bagian dari upaya kegigihan serta bentuk tanggung jawab sebagai makhluk hidup untuk meraih apa yang telah dikaruniakan Tuhan padanya.

Rezeki yang tersebar di alam ini tidaklah hadir dalam bentuk hukum formatif, tetapi ia menjelma dalam bentuk politis. Sehingga untuk memperolehnya butuh strategi, taktik, dan cara. Strategi-strategi ini adalah langkah yang harus diatur dengan baik. Tentunya usaha harus dibarengi dengan doa. Sebab, doa tanpa usaha adalah bohong dan usaha tanpa doa adalah sombong.

Tuhan telah menyediakan alam ini sebagai wahana bagi makhluk hidup untuk mendapatkan media-media rezeki. Dan Tuhan tidak menghitung jumlah yang akan diberikan pada manusia, tetapi Tuhan menetapkan kadarnya. Kadar ini tidak akan tertukar jumlahnya. Jika ingin cepat kaya, maka berdaganglah.

Berdagang dengan uang, berdagang dengan ide, berdagang dengan gagasan, berdagang dengan skil, berdagang dengan relasi, berdagang dengan ilmu, berdaganglah dengan kepercayaan, dan berdagang dengan apa pun yang dapat mengantarkan pada posisi nilai tawar yang penting atas kebutuhan-kebutuhan dunia.

Kadar rezeki bagi orang yang rajin dan gigih dalam mencarinya tidak sama dengan orang yang suka bermalas-malasan. Kadar rezeki bagi orang yang pintar berbeda dengan orang yang bodoh. Kadar rezeki bagi orang yang berilmu berbeda dengan orang awam. Kadar rezeki bagi yang lihai dengan bisnisnya berbeda dengan orang yang tidak tahu bagaimana membaca strategi pasar. Artinya, kadar-kadar itu sebuah jalan dunia untuk bermain di wahana rezeki yang telah disuguhkan oleh alam.

Rezeki tidak ditentukan oleh siapa pun, termasuk orang-orang terdekat dengan manusia. Bukan karena orang tuanya kaya, sodara-sodaranya orang hebat, di kelilingi oleh orang-orang berpangkat sekali pun, dan lain sebagainya. Melainkan, rezeki itu ditentukan bagaimana kita menaruh kepercayaan orang-orang, sehingga wahana yang diciptakan menyerahkan rezeki pada strategi-strategi yang direncanakan.

Pendapatan yang paling rendah adalah ketika engkau mendapatkan uang, sementara rizki yang paling berharga adalah ketika engkau diberi kepercayaa. Kepercayaan adalah modal utama bagi manusia menuju kebahagian; baik kebahagiaan dunia, kebahagiaan akhirat maupun meraih kebahagiaan keduanya.

Langkah razeki petemun maot; langkah adalah jalan usaha manusia, sementara rezeki belum tentu didapat, apalagi bertemu dengannya, dan sangat berkemungkinan manusia hanya dapat merencana sesuatu, jangankan memperoleh rezeki, bertemu dengannya pun tidak, malah dipertemukan dengan maut. Artinya, untung tak bisa diraih malah rugi yang didapat. Begitulah; segala kemungkinan bisa saja terjadi dalam hal apa pun.

Raseuki ngon tagagah tuah ngon tamita, raseuki duk bak ureng jak, raseuki tapak meuayon gaki, urat jak tapak meunari na tajak naraseki. Semua itu diukur berdasarkan kadarnya. Dan rezeki tidak diukur berdasarkan jumlah, tetapi dilihat berdasarkan kadarnya. Terkadang manusia lupa hakikat rezeki itu seperti apa. Bukankah, nafas yang masih berhembus dan jantung masih berdetak itu adalah rezeki yang sesungguhnya.

Maka, tepat sekali dalam segala kemungkinan bisa saja berlaku. Ungkapan ini bermakna rezeki dilihat berdasarkan kadarnya, "kepu guna tho bak tajak jioh bak tacok”, yang ladum “tho bak geujak tho bak geucok”, terkadang “jioh bak geujak jioh bak geucok”

Jakarta, 27 Juni 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meraih Gelar Doktor; Muchlinarwati Disabilitas yang Menginspirasi

Melihat Masalah dengan Masalah

SURAT TERBUKA: KEPADA YANG TERHORMAT BAPAK BUPATI ACEH BARAT DAYA