Gus Umar: Filsuf yang Memilih Jalan Sunyi
KH Abdullah Umar Fayumi atau
sering dipanggil Gus Umar; pertemuan saya dengan beliau tidak lama,
tetapi banyak hikmah yang saya dapat dari sosok alim tapi sangat bersahaja. Dua
pertemuan dalam kajian di bulan Ramadhan
saat saya mengikuti kajian Cosmic
intelligencia (kecerdasan kesemestaan) dengan Gus Umar di Kajen bersama
dengan Gus Mahrusillah
dan sahabat-sahabat cosmic lainnya. Gus Umar bukan hanya seorang ulama, tetapi
juga filsuf yang memilih jalan sunyi. Seorang filsuf pandangannya tidak lagi
pada objek materi melainkan yang dituju adalah jalan kebijaksanaan. Ciri khas
filsuf adalah membangun kesadaran kesemestaan.
Merasa istimewa pernah belajar dengan seorang ulama muda
yang melepaskan keinginannya dengan kepentingan-kepentingan apa pun terkait
dengan dunia. Alumni Timur Tengah, namun tetap mengedepankan budaya Nusantara
dalam menyikapi persoalan umat. Sosok alim ini tidak melepaskan budaya Jawa
dalam dirinya, budaya di mana beliau dilahirkan dan dibesarkan. Sosok murid dari ulama-ulama masyhur di Nusantara telah menggugah pikiran saya
terhadap agama ini.
Islam dipahami tidaklah kaku, tetapi juga luwes dalam
menempatkan diri dengan realitas yang dihadapi manusia disampaikan beliau dalam
bentuk kecerdasan kesemestaan. Mengkaji kitab tasawuf bersama Kyai-Kyai muda di
Kajen, yang rata-rata mereka adalah anak Kiai, hampir semua yang hadir malam
kajian kesemestaan dipanggil dengan nama Gus. Laqab yang disematkan
kepada anak-anak Kiai di pulau Jawa.
Saya adalah sosok asing dari komunitas kajian, sosok asing
dimaksud adalah karena saya berasal dari Aceh tentunya berbeda secara budaya.
Tetapi, perbedaan secara kebudayaan tidak terlihat lagi saat berada di
tengah-tengah mereka. Santri kaum terpelajar di Kajen seperti telah melepaskan
dirinya dari sekat-sekat etnografi budaya Nusantara. Sebagaimana inti dari
pembelajaran Cosmic Intelligencia yang tidak lagi memberi ruang pada
sekat lokal, tetapi yang nampak adalah cakrawala kesemestaan.
Jauh-jauh hari sebelum itu, saya sudah dikabarkan oleh Kiai Mahrus bahwa
Gus Umar sedang berada
di wilayah Jakarta, kita atur pertemuan dengan Gus Umar. Entah apa dan siapa
yang membisikkan dalam jiwa saya bahwa saat itu saya belum boleh berjumpa
dengan dengan Gus Umar. Bisikan ini saya sampaikan kepada Kiai Mahrusillah, “saya belum siap berjumpa dengan Gus Umar saat
ini Yai”. Batin saya seperti membisikkan sesuatu
bahwa saya belum pantas berjumpa dengan Gus Umar saat ini.
Tetapi, tanpa dipikirkan sebelumnya, Gus Umar hadir pada
sidang munaqasah Disertasi
Kiai Mahrusillah. Gus Umar hadir, dan saya pun menyalami beliau. Pada saat
bertemu dengan Gus Umar sama sekali tidak terlihat adanya sekat komunikasi
dengan beliau. Semuanya berjalan biasa-biasa saja, tidak terlihat dari gestur,
gaya dalam komunikasi yang dinampakkan beliau asing. Gus Umar benar-benar
menampakkan dirinya seperti kebanyakan masyarakat Nusantara. Jauh berlalu masa
setelah pertemuan tersebut kami pun berpisah.
Tepatnya Ramadhan tahun 1443/2022, saya menuju Kajen
bersama Kiai Mahrusillah
mengikuti kajian Cosmic Intelligensia, mengungkapkan keberadaan manusia
dalam konteks kesemestaan yang diisi langsung oleh Gus Umar. Banyak hal yang
diungkapkan Gus Umar tentang tata kelola kesemestaan. Mengkaji ayat-ayat
kesemestaan untuk mendudukkan keberadaan manusia dalam lingkaran cosmic
yang tidak pernah habis untuk dikaji. Melalui penyingkapan kesemestaan tersebut
ditemukan bahwa dimensi ilahiyah tidak pernah berpisah dengan dimensi jissiyyah.
Kajian yang menampilkan keluasan makna dari ayat-ayat
Tuhan, disampaikan oleh Gus Umar secara gamblang. Dilihat dari cara
penyampaiannya dalam meramu materi mendapat sinyal bahwa Gus Umar tidak hanya
paham tentang ilmu-ilmu yang sudah baku dikaji oleh para ulama terdahulu,
tetapi Gus Umar mampu memberikan nuansa baru. Dari sinilah dapat dilihat bahwa
Gus Umar bukan hanya seorang ulama melainkan juga seorang failosuf yang mampu
menyingkap perkara koneksitas antara idealitas dan realitas.
Alam ini adalah wahana yang menyuguhkan segalanya. Inilah
yang saya tangkap dari penjelasan Gus Umar. Wahana ini tidak hanya memberi
pengetahuan-pengetahuan kepada akal, tetapi pada tahap tertentu akal dapat
dikomunikasikan dengannya. Pada saat akal manusia mampu berkomunikasi dengan
segala wahana maka datanglah pengetahuan baru. Lacuna kebaruan akan
muncul, dan sudut novelty dari berbagai arah akan dihadirkan akal pada
segala posisi. Gus Umar tidak hanya memberi informasi dealiktika akal, tetapi
juga memberi penjelasan sisi-sisi sulit diterima akal.
Setelah selesai mengisi materi kami pun melanjutkan dengan
membahas banyak hal. Sambil menyeruput rokok khas tembakau Nusantara, Gus Umar menyampaikan kepada
saya “pulang ke Aceh nanti sowan ke buya Syarkawi, saat sampai di kediaman buya
Syarkawi sampaikan salam saya”. Saat
itu buya Syarkawi menjabat sebagai bupati di kabupaten Bener Meriah.
Mendengar ucapan Gus Umar, saya pun tidak berfikir lama dan
langsung menjawab insyaallah
Gus. Tetapi batin saya bergumam, bagaimana bisa saya ke Bener Meriah. Mengingat
Bener Meriah wilayah pecahan dari kabupaten Aceh Tengah yang jauh dari daerah
asal saya. Jika pulang pun rasa-rasanya tidak mungkin untuk sengaja datang ke
Bener Meriah jika tidak memiliki hajat tertentu. Jarak daerah asal saya dengan
kabupaten Bener Meriah menempuh jalur darat melewati sembilan kabupaten. Jarak
inilah yang membuat saya berfikir, bagaimana bisa jika tidak memiliki maksud
tertentu untuk sengaja datang ke kediaman buya Syarkawi.
Seiring berjalannya waktu; setelah tiga malam di Kajen kami
pun pulang ke Jakarta, sambil memikirkan kapan waktunya bisa sowan ke buya
Syarkawi. Sebagai pemimpin di suatu wilayah tentunya momen untuk bertemu dengan
beliau tidaklah mudah. Apalagi saya sendiri tidak memiliki koneksi dengan
Pemerintahan Kabupaten Bener Meriah, dan tidak memiliki kepentingan apa pun
dengan pemimpin yang notabenenya adalah seorang ulama di Aceh.
Waktu terus berlalu dan ingatan saya terkait dengan ucapan
Gus Umar nyaris terlupakan. Tetapi, pikiran saya dibuat sedikit bertanya-tanya
dengan ucapan Gus Umar, ketika Kiai Mahrusillah meminta pada saya untuk
bersiap-siap berangkat ke Bener Meriah, semua sudah diurus oleh buya Syarkawi
agar kita segera terbang ke Aceh, bersama Kiai Totok Akang Sahlan.
Ucapan Gus Umar menjadi nyata, kami pun berangkat ke Bener
Meriah transit melalui bandara Kuala Namu Medan, dan akhirnya menginjakkan kaki
di negeri di bawah lembah dengan cuaca yang tidak biasa. Bener Meriah adalah
negeri yang diapit oleh gunung berada di bagian Tengah Aceh, dengan cuaca
berkisar 19 derajat celsius. Tetiba di Bener Meriah kami pun disambut oleh
keluarga buya Syarkawi. Bertemu dengan buya Syarkawi saya pun menceritakan
bahwa Gus Umar pernah berkata kepada saya “pulang ke Aceh sowan ke buya
Syarkawi”. Hari ini saya bukan hanya datang untuk sowan tetapi didatangkan
langsung oleh buya. Mendengar itu wajah buya Syarkawi berubah dan berurai air
mata.
Gus Mahrusillah tidak hanya datang, tetapi juga mengajarkan
cosmic kesemestaan pada beberapa orang yang hadir. Inilah pertama kali kajian Cosmic
Intelligencia dikabarkan di bumi Serambi Mekah. Dan ini tidak terlepas dari
peran Gus Umar. Kiai Mahrusillah melanjutkan pada buya Syarkawi bahwa kami ke
sini diutus oleh Gus Umar dari kajen. Sambil meneteskan air mata buya Syarkawi
menyampaikan bahwa selama di kasih ujian
sakit ini, saya bertawasul kepada tiga wali-wali Allah.
Tawassul pertama,
ditujukan buya Syarkawi Syeikh Abdul Qodir Jailani, dan alhamdulillah
beberapa waktu setelahnya keterunan Syeikh Abdul Qodir Jailani dari Pakistan
datang menemui saya dan membait thariqah. Tawassul kedua ditujukan kepada
Syeikh Mudawali al-Khalidi, dan alhamdulillah beberapa waktu kemudian dua anak dari
Syeikh Mudawali al-Khalidi datang menjenguk saya. Tawassul ketiga kepada Embah
Mutamakkin Kajen, sudah lama saya menanti dari Kajen dan alhamdulillah hari ini
utusan dari Kajen sudah tiba.
Datang sebagai utusan Embah Mutamakkin, menjadikan
kedatangan saya, Gus Mahrusillah, dan akang Sahlan tentunya sangat istimewa
dimata buya Syarkawi. Satu persatu di antara kami dipertanyakan daerah asal,
dan yang membuat berbeda dari tawassul buya Syarkawi adalah hadirnya putra Aceh
Barat Daya di tengah-tengah suasana haru yang diselimuti sejuknya alam Bener
Meriah. Api unggun dari bakaran arang menghangatkan suasana, seolah-olah api
perisai penyeimbang dinginnya cuaca bumi Gayo Antara. Bak utusan wali, saya pun
merasa istimewa duduk bersama orang nomor satu di kabupaten Bener Meriah, yang
notabenenya adalah seorang ulama.
Larut dalam keheningan rasa, tawassul seorang umara,
bermula dari ucapan Gus Umar beberapa bulan sebelumnya. Buya Syarkawi dengan
wajah menunduk terisak tangis, seolah-olah memberi isyarat bahwa kedatangan
kami adalah jawaban dari tawassulnya.
Ucapan Gus Umar kepada saya “pulang ke Aceh sowan ke buya Syarkawi, dan
sampaikan salam saya pada buya Syarkawi” menjadi kenyataan. Haru, bahagia,
bercampur kegembiraan, dalam pertemuan tersebut saya menghadiahkan beberapa
buku sebagai narasi intelektualitas pada
seorang ulama yang istiqamah menebarkan cahaya ilmu melalui lembaga pendidikan (pondok
pesantren) yang dipimpin buya Syarkawi.
Gus Umar tidak hanya menyampaikan ilmunya dalam bentuk
pengajian, tetapi juga melahirkan karya dalam bentuk tulisan. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Isyrokh Fuaidi,
memiliki karya berbahasa Arab yang dapat dibaca seperti kitab Funun al-Sa'adah
fi Tahqiqil Hayah at-Tayyibah Ala Dhauil Ushul al-Hikmah Alkhalidah (Seni
Kehidupan untuk mewujudkan hidup yang baik sesuai dasar-dasar Kebijaksanaan
Abadi), Futuhat an-Nur (terfutuhnya cahaya) yang berkisah
tentang pengalaman spiritualnya. Dari sumber lain menyebutkan bahwa Gus Umar
juga menulis Kitab Qawafil al-Thaah yang isinya mentakhrij
hadis-hadis Nabi. Dan beberapa karya lainnya, terdapat beberapa karya lainnya
yang beredar ke ruang publik.
KH Abdullah Umar Fayumi termasuk sosok yang cukup populer
di kalangan santri di Jawa Tengah khusus Pati. Gus Umar adalah putra bungsu
dari pasangan KH Ahmad Fayumi Munji dan Nyai Hj Yuhanidz Fayumi. Kedua orang
tuanya adalah pendiri Pesantren Raudlatul Ulum Kajen, Margoyoso, Pati yang
nasabnya tersambung kepada waliyullah Syekh Ahmad Mutamakkin Kajen
Kini guru yang mengajarkan kesederhanaan sudah berpulang,
guru yang memberikan sentuhan kelembutan sudah minggat, guru yang memberi
pencerahan koneksi kesemestaan telah menjemput ajalnya, guru yang mengungkap
agama sebagai jalan peradaban telah berakhir hayatnya, guru yang mengajarkan
penyingkapan kesemestaan telah tiada, guru yang mengajarkan sabar telah pergi
untuk selama-lamanya. Tiba ajalnya anak Adam tidak ada yang mampu
menangguhkannya untuk disegerakan dan diakhirkan. Semoga Tuhan menyediakan
tempat terindah di sisi-Nya. Selamat jalan Gus Umar.
Komentar
Posting Komentar