AS-SAM 'A: TAJAMNYA PENDENGARAN MANUSIA
Tajam yang dimaksud di sini bukan karena indra pendengar manusia mampu mendeteksi suara dengan frekuensi diluar kemampuannya, atau dapat memotong benda-benda keras. Manusia tidaklah mampu mendengar semua jenis suara. Manusia hanya mampu mendengar suara audiosonik. Dan, berbeda dengan hewan; hewan ada yang mampu mendengar rentang frekuensi diluar kemampuan indra manusia. Dalam sebuah penelitian menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan suara adalah kompresi mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat melalui perantara; baik benda cair, padat, dan udara. Gelombang suara tersebut hanya mampu didengar pada rentang frekuensi tertentu yang direspon oleh indra pendengar.
Pendengaran yang dimaksud disini adalah kemampuan manusia dalam mendengarkan suara yang dapat memberi efek dalam diri seseorang secara psikologis. Begitu besar pengaruh suara yang dimunculkan dari komunikasi yang dibangun antar manusia. Suara dapat membangkitkan semangat dan keharmonisan, serta suara juga dapat membangkitkan amarah.
Besarnya tekanan atau energi yang
dipancarkan dari sumber bunyi dengan satuan desibelnya yang didengar oleh
manusia sangat tergantung dari apa yang diucapkan seseorang. Jika yang didengar
adalah kata-kata yang baik maka respon manusia akan baik, jika yang didengar
adalah perkataan yang buruk maka responnya juga buruk. Telinga manusia
mendengar kata lalu hati ikut merespons, dan pikiranpun berkesimpulan. Budaya berkata
yang dibangun seseorang sangat menentukan hubungannya dengan orang lain.
Bahasa yang digunakan seseorang menunjukkan aspek lain dari kepribadiannya, seseorang yang memiliki sifat ekstrovert cenderung lebih terbuka dalam mengungkapkan kata dibandingkan dengan seseorang yang introvert. Sifat introvert sering berfokus pada keinginan dan pemikirannya sendiri. Kata yang digunakan secara liberal sering terkait dengan indra secara terbuka.
Seseorang yang terindikasi memiliki sifat stres yang tinggi cenderung
menggunakan kata-kata yang bersifat emosional. Kata-kata yang ungkapkan
mengikuti emosional seseorang. Jika emosi mengarah negatif maka kata yang
digunakan cenderung buruk. Begitu juga sebaliknya. Walaupun indikasi demikian
mudah dipahami, namun tidak semua orang mampu membangun kesadaran saat mereka menggunakan
kata-katanya. Sebagian orang membatasi kehormatan dirinya dengan sifat introvert.
Marah identik dengan luapan emosi yang tidak menyenangkan; baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Nabi melarang untuk meluapkan emosi yang tak beraturan. Nabi bersabda “La taghdzab”, artinya "jangan marah". Ketika seseorang marah yang pertama mengapresiainya adalah mulut.
Mulut akan mengeluarkan kata-kata yang tidak baik. Setelah mulut, sifat diikuti
oleh mimik wajah dan seluruh anggota tubuh pun ikut menampakkan gejala buruk
bagi objek yang lain. Luapan emosi seseorang yang diekpresikan lewat kata-kata
direspon oleh banyak pendengaran, siapa pun yang memiliki indra pendengar
merespon satu arah dari kata-kata yang diucapkan, siapa pun yang memiliki
telinga akan mendengar kata yang sama, dan juga meresponnya hal yang sama pula.
Seseorang yang memiliki sifat marah sangat berpotensi berkata tidak jujur, sebab pikirannya tidak mengikuti bahasa qalbu tetapi yang diikuti adalah keinginan nafsunya. Jiwa-jiwa yang lebih cenderung meluapkan emosinya sering tergesa-gesa dalam menyelesaikan banyak hal, bahkan dalam upaya untuk mencapai keinginannya ia akan melakukan apa pun termasuk mengabaikan sisi-sisi etika, moral, kemanusiaan.
Seseorang yang memperturutkan emosi adab akan
menjauh dari dirinya. Sisi penting dari kehidupan adalah mengedepankan adab.
Jika adab telah menjauh maka hilanglah eksistensi manusia sebagai makhluk yang
berakal. Adab bukan hanya diterima oleh satu pihak tetapi juga disuguhkan pada
pihak yang lain. Universalitas manusia dapat dilihat dari adab yang dimiliki
oleh siapa pun.
Cenderung memperturutkan emosi bukanlah pribadi yang baik;
apalagi memposisikan diri serba benar dengan segala prinsipnya. Mendominasinya
sifat egois akan menolak penjelasan apa pun. Malah penjelasan orang-orang
dianggap sebagai bantahan. Luapan emosi dengan sendirinya menolak
penjelasan-penjelasan, bahkan penjelasan orang lain dianggap sebagai bantahan.
Bagi yang merasa diri benar tidak pernah mampu membaca sesuatu dengan baik,
apalagi membaca peristiwa-peristiwa yang tersirat. Sebab itulah Nabi melarang
agar tidak mengedepankan amarah. Karena, tidak ada yang dapat diambil kebaikan
dari tindakan-tindakan emosional.
Memelihara sifat marah sama dengan menggenggam bara api di tangan.
Sifat api adalah panas dan membakar. Kemarahan pertama kali terjadi adalah
egonya iblis kepada Nabi Adam. Sesuai
dengan dasar penciptaannya dari api. Unsur api adalah asalnya iblis. Sifat api
membakar; lalu apa yang dibakar oleh api dalam tubuh manusia yakni sifat
merendah diri, sifat sabar, sifat mendengar, sifat ikhlas, sifat menghargai,
sifat menghormati orang lain, sifat memahami orang lain dalam kondisi apa pun,
sifat untuk meredam keangkuhan diri, sifat jujur, dan apa pun sifat baik yang
terdapat dalam diri manusia akan hangus terbakar menjadi abu-abu permusuhan.
Begitulah adanya, sifat panas dalam api dapat mengembangkan
banyak perkara-perkara buruk bagi manusia, seperti; sifat angkuh, sifat
sombong, sifat 'ujub, takabbur, dan riya, sifat membanggakan diri, menganggap
diri yang terbaik, merendahkan orang lain, merusak nama baik orang lain hanya
untuk kepentingan dirinya, menebar permusuhan, cenderung bangga terhadap diri
sendiri dalam hal apa pun terhadap pencapaian dunia. Amarah akan berdampak
buruk terhadap tubuh manusia, darah yang seharusnya berjalan normal dipompa
secara tak beraturan oleh pikiran yang tidak dikelola dengan baik, dikarenakan
ada unsur-unsur lain yang memengaruhinya yakni api yang membakar.
Hati manusia pada dasarnya adalah simbol ketuhanan. Di
hatilah hakekatnya Baitullah dalam konteks hakekat, sementara Baitullah dalam
konteks syariat adalah Ka'bah. Baitullah dalam konteks syariat adalah wujud fisik,
sementara Baitullah dalam konteks hakekat adalah wujud lunak. Di sini, berlaku
dua perangkat dalam satu pencipataan; perangkat lunak dan perangkat keras.
Baitullah yang ada Mekah adalah perangkat kerasnya dan Baitullah yang ada di
hati adalah perangkat lunaknya (qalbu). Kedua perangkat ini adalah sentral
utama aktifitas ibadah manusia. Ka'bah sebagai pusat syariat dan qalbu sebagai
pusat hakekat setiap hamba.
Manusia diukur berdasarkan jejak digitalnya. Artinya,
walaupun tidak tersimpan dengan baik, tetapi manusia sangat kuat mengingat
rekam jejak orang lain. Rekam jejak ini diukur berdasarkan sikap dan prilaku
seseorang. Sikap dan prilaku adalah cerminan hati seseorang, dari sinilah
kepribadian seseorang dapat dilihat. Sikap dan tindakan yang diurai dalam
realitas sosial oleh seseorang adalah cerminan dari apa yang dipaparkan oleh isi
hati seseorang. Hati yang tidak bersih akan melahirkan perbuatan-perbuatan
buruk; bukan hanya untuk dirinya saja melainkan juga untuk orang lain.
Qalbu sebagai perangkat lunak harus diisi dengan file-file
lunak yang tidak menghancurkan. Dan aktifitasnya harus diperbaharui secara
berulang-ulang. Satu-satu cara membersihkan hati adalah dengan mengingat sang
pemiliki hati; yakni Allah. Allah berfirman dalam Alquran, "Ala bidzikrillahi
tuthmainnul qulub" (ketahuilah dengan berdzikir hati akan tenang).
Kalimat-kalimat dzikir selalu bermakna keagungan atau kalimat yang mengagungkan
baik nama maupun sifat-Nya. Sebutan-sebutan keagungan pada Tuhan yang selalu
diucapkan hati membersihkan hati dari pengaruh-pengaruh buruk.
Kata hati tidak bisa didustai. Begitu unggapan sang
pujangga yang menggambarkan aktifitas hati dalam konteks manusia membangunkan
rasa cinta dalam hatinya. Sang kekasih tidak pernah lupa mengingat objek-objek
yang dicintainya. Orang yang jatuh cinta pada seseorang pikirannya tidak lagi
tertuju pada satu objek yang melekat pada diri seseorang; rasa cinta tidak
berpengaruh lagi pada satu pandangan saja, bahkan objek terkecil sekalipun yang
dimiliki seseorang dapat membangkitkan rasa cintanya.
Betapa sang majnun lebih menyukai sendal laila dibandingkan
dengan rupa-rupa nan indah pada objek yang lain. Hati juga sebagai raja dalam
pemerintahan diri manusia, jika raja sudah mengeluarkan maklumat atas tahtanya
seolah-olah segala yang keluar dari dirinya hukum keadilan yang harus
ditegakkan. Cara berfikir seperti raja tidaklah efektif ditegakkan, sebab
maklumat tanpa tahta tidak berimplikasi apa pun dalam kehidupan sosial. Malah
berlaku sebaliknya, pada dasarnya manusia tidak suka diatur berlebihan apalagi
aturan yang dijalankan tanpa kekuasaan.
Begitu kuatnya pengaruh kerja hati dalam diri seseorang. Jika saja di hati tercampakkan sifat buruk maka segala maklumat yang keluar dari bisikan hatinya akan berakibat buruk atas manusia itu sendiri. Bisikan keburukan dalam hati tidaklah berdiri sendiri, tetapi dibantu oleh subjek yang lain; yaitu nafsu.
Nafsu amarah inilah yang terus memompa dan menaikkan suhunya
sehingga darah memanas bahkan mendidih. Orang yang sudah dikuasai oleh nafsu
amarah maka tercabutlah maklumat hati yang didorong berdasarkan semangat
spiritual. Lalu, yang selalu muncul adalah keinginan-keinganan buruk. Walaupun
baik terlihat diawal tetap saja berakhir dengan penglihatan yang buruk.
Seseorang dilihat berdasarkan sikap dan prilakunya. Sikap
dan prilaku sangat ditentukan oleh dorongan hati. Seseorang juga diukur
berdasarkan ucapannya. Kata-kata yang diucapkan lebih mudah dibandingkan dengan
tindakan. Artinya, mengucapkan kata lebih ringan dilakukan dibandingkan dengan
melakukan sesuatu. Menasehati orang lain dengan mulut lebih mudah dibandingkan
dengan tindakan nyata. Dalam bahasa kenabian ini disebut dengan keteladanan.
Nabi tidak memerintahkan sesuatu jika tidak mengerjakannya, "ana awwalu ma
amartukum bih".
Berlaku juga sebaliknya, menyakiti dengan tindakan jauh
lebih mudah dilupakan dibandingkan dengan menyakiti dengan lisan; kebaikan apa
pun yang dilakukan seseorang tidak lagi bermakna jika mulutnya tidak mampu
menjaga untuk tidak mengeluarkan kata-kata buruk, seperti; kata-kata yang
merendahkan, menghina, menceme'eh, memanggil dengan sebutan buruk atas orang
lain, berkata kasar, mengeluarkan kata-kata yang menyinggung. Ini karena,
perkataan lebih mudah diamati dan suara lebih cepat ditangkap oleh indra pendengar.
Alquran sering menyebutkan; penyebutan indra pendengaran
dalam bentuk kata tunggal, berbeda dengan sebutan indra penglihatan dan indra
perasa yakni hati fuad atau akal, selalu disebutkan dalam bentuk kata yang
bermakna jamak, "sam'a wal abshar wal af-idah". Kata sam'a dalam
bentuk tunggal menurut ahli tafsir bermakna untuk menangkap suara hanya
diperoleh dari satu arah saja; yakni telinga, dan satu suara dapat didengar
oleh banyak orang yang ikut memdengarnya. Artinya, satu-satunya suara yang
dapat didengar tanpa harus berada di tempat dari mana asal suara itu muncul.
Ini, sangat berbeda dengan mata (abshar) dan fuad (af-idah).
Untuk melihat sesuatu mata harus melihat dengan jelas, dan untuk merasakan
sesuatu seseorang benar-benar harus melibatkan dirinya dalam masalah. Sangat
sedikit seseorang yang mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain tanpa ikut
bermasalah serupa terlebih dahulu. fuad yang demikian adalah diri yang mampu
menghadirkan dirinya dalam diri orang lain.
Oleh sebab itulah kata-kata yang diucapkan seseorang sulit
untuk dilupakan. Kata-kata yang buruk saat diucap walaupun tujuannya untuk
kebaikan tetap saja berimplikasi buruk bagi yang mendengarnya. Nasehat mungkin
saja diterima tetapi tidak untuk kata-kata yang diucap. Tidak ada rumusnya
karena ingin menasehati maka boleh dilakukan dengan cara memarahi. Memarahi
bukanlah sebuah nasehat. Sebab, Nabi sendiri tidak pernah mempraktekkannya
demikian.
Mental amarah dalam diri seseorang terkadang muncul
beragama. Ada yang muncul karena dibentuk oleh keluarga pemarah, ini didikan
permanen. Ada yang muncul karena kesuksesan dalam pencapaian dunia. Ada yang
muncul karena pernah bekuasa. Ada yang muncul karena pernah menjadi atasan. Ada
yang muncul karena dipercaya memegang peranan penting. Ada yang muncul karena
merasa memiliki banyak materi. Ada yang muncul karena selalu ingin dihormati.
Ada yang muncul karena merasa diri yang terbaik. Ada yang muncul karena efek
pernah berkuasa. Dan masih banyak lagi faktor pendorong seseorang merasa berhak
untuk marah-marah.
Intinya, amarah yang muncul karena faktor masa lalu sulit untuk dirubah. Seseorang yang berperilaku demikian seringkali sulit untuk berpindah rasa, atau dalam bahasa populernya susah untuk move-on. Marah tidak pernah menghasilkan apa pun, nasehat pun tidak berguna jika dilakukan dengan marah-marah.
Mungkin, nasehat berguna bagi yang menerima, tapi tidak
berguna bagi yang menyampaikannya, sebab siempunya nasehat akan dilupakan oleh
penerima nasehat. Apa pun yang dilakukan dan apa pun yang diberikan dengan cara
megedepankan emosi, maka semua itu akan dianggap lalu yang terbang entah ke
mana arahnya, dan dilupakan oleh banyak orang. Itulah artinya, sifat marah
tidak berguna sama sekali; baik untuk yang dinasehati maupun untuk yang memberi
nasehat.
لَا تَغْضَبْ وَلَكَ الجنة
“Jangan kamu marah, maka kamu akan masuk Surga”. H. R.
ath-Thabrani.
Hadis ini menggambarkan bahwa ada kedamaian meredam sifat
marah. Kata al-jannah yang dimaksu disini bukan hanya syurga di akhirat,
melainkan juga ada kedamaian yang tersembunyi muncul dari seseorang yang
menguburkan sifat marah. Kata jannah juga bermakna sesuatu yang
tersembunyi. Dalam pengertian, orang-orang yang berada di sekitar tanpa amarah
maka tidak ada rasa tertekan atas kehadiran seseorang. Sebagian orang yang
memposisikan dirinya sebagai sentral kehidupan kehadirannya lebih banyak menampakkan
kegelisahan pada orang-orang. Kehadirannya, tidak membawa kedamaian yang utuh,
melainkan sekedar dimanfaatkan satu sisi saja. Tidak ada keindahan yang dapat
diingat dari seseorang yang mengedepankan egonya.
Pada hadis yang lain Nabi bersabda
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ
فَلْيَسْكُتْ
“Apabila seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam”.
H. R. Ahmad dan Bukhari.
Hadis ini diperintahkan kepada orang yang menghadapi seseorang yang tempramental. Berdiamlah dikala mendengar luapan amarah seseorang, sebab apa pun penjelasan yang diberikan sang pemilik amarah tidak dapat menerimanya kecuali dianggap sebagai ungkapan bantahan terhadap dirinya. Orang yang diam saat mendengar kata-kata buruk bukan berarti ia menerimanya, melainkan ia sedang menyimpan kata-kata tersebut dalam ingatannya.
Dari itulah
dapat dipahami bahwa sifat marah tidak berguna bagi siapa pun. Seseorang yang
mengedepankan emosi biasanya diluapkan pada orang-orang yang dekat dengannya,
ketika berhadapan dengan orang asing dari kehidupannya ia bersifat lunak. Dan,
sifat seperti ini tidaklah baik. Karena, lebih mengutamakan orang lain
dibandingkan dengan orang-orang yang sangat berguna untuk dirinya; seperti
keluarga.
Dua hadis di atas menjadi dasar bagi siapa pun agar mengurung sifat marah dalam dirinya. Karena, marah yang datang dari luapan emosi diri berimplikasi pada ungkapan-ungkapan. Seseorang yang berkata didorong oleh ego diri akan mengeluarkan kata-kata yang buruk untuk diterima oleh orang lain. Kata-kata yang keluar bukan lagi bernuansa nasehat kecuali bersifat intervensi terhadap mental seseorang.
Pendengar yang terpengaruh dengan
kata-kata yang tidak baik, akan berakibat buruk bagi mental yang mendengarnya.
Seorang anak yang dididik oleh orang tua yang mengedepankan sifat marah akan
tumbuh sebagai anak yang lemah mentalnya. Sebab, intervensi dari sebuah kata
dapat mematikan sel-sel saraf anak. Bukan hanya untuk anaknya juga berlaku
untuk orang lain. Seseorang yang bekerja dibawah tekanan mental melemahkan rasa
empati dan berkurang loyalitasnya, kecuali mengambil manfaat saja.
Kata as-sam ‘a; ungkapan bermakna tunggal. Alat yang digunakan adalah telinga. Dalam bahasa Arab telinga disebut dengan udznun, sementara sam ‘a adalah proses pendengaran yang ditangkap melalui suara diterima oleh telinga. Manusia; alat penangkap pertama adalah telinga. Artinya, pendengaran. Di sini, kata-kata yang diungkapkan sangatlah penting, sebab telinga setiap orang berfungsi dan sangat tajam menangkap pesan/kata.
Bayi yang baru lahir belum terbentuk akalnya tapi pendengarannya sudah berfungsi, maka perlu dibisikkan kata-kata yang baik di telinganya, lazimnya suara yang diperdengarkan adalah “azan”.
Pendengaran sangat tajam menangkap suara, karena itulah kata-kata yang buruk sulit untuk dilupakan oleh seseorang. Dan, yang didengar oleh telinga adalah kata, bukan perbuatan. Oleh karena itulah perlu memperhatikan dengan baik setiap mengungkapkan kata. Karena, ingatan orang lain terhadap diri seseorang sangat ditentukan dari kata-kata yang diungkapkan.
Singapur, 15 Oktober 2023
Komentar
Posting Komentar