MELAYANI; SUNNAH YANG SERING DIABAIKAN
Melayani adalah bagian dari ajaran Islam. Pelayanan tidak hanya berlaku dalam sebuah usaha melainkan juga berlaku dalam segala sektor kehidupan. Islam adalah agama yang melayani. Siapa pun dan dalam momen apa pun manusia selalu dalam melayani dan dilayani.
Pekerjaan terbaik adalah melayani. Ruang publik penuh dengan pelayanan-pelayanan. Pelayanan yang menyangkut dengan tanggung jawab adalah kewajiban. Dan inilah yang dibebankan pada seorang pemimpin, juga pada seseorang yang diberi beban kerja dalam bidang mana pun.
Dari pemahaman ini dapat diambil suatu kaedah bahwa "memimpin adalah melayani". Pekerjaan yang sifatnya amanah merupakan pekerjaaan yang tidak hanya dituntut sekedar melaksanakan kewajiban, melainkan sebagai tanggung jawab. Pekerja yang diamanahkan dituntut menyelesaikan pekerjaanannya dengan melayani, dan bukan sekedar melepas tanggung jawab.
Berbeda dengan seseorang yang diberikan kekuasaan penuh memimpin satu otoritas wilayah, sebagaimana halnya pemimpin politik; apakah ia seorang bupati, Wali Kota, gubernur, serta presiden, bahkan dewan perwakilan rakyat dilevel mana pun, dan juga berlaku untuk pemimpin struktural. Pelayanan yang dibebankan kepada kelompok ini tidak hanya melaksnakan kewajiban, dan bukan sekedar melayani tetapi juga melayani dengan pikirannya; hendak dibawa ke mana wilayah-wilayah yang dipimpin.
Pekerjaan yang dilakukan seseorang jika sekedar untuk melepaskan kewajibannya, tanpa berfikir bagaimana melayani, maka pekerjaan tersebut sekedar melepaskan kewajiban sebagaimana yang ditulis dalam kontrak kerja. Dan kesimpulan yang demikian pelakunya hanya mendapatkan imbalan dari pekerjaannya tetapi tidak mendapatkan reward nilai dari orang-orang yang berhajat dengan pekerjaan-pekerjaan tersebut.
Nabi Muhammad dengan keteladanan yang melekat pada dirinya bukan hanya hadir sebagai pelayan tetapi juga hadir sebagai pemimpin. Nabi berfikir bagaimana membangun umat ini ke arah yang jauh lebih baik. Dengan ide-ide melihat masa depan, Islam mau dibawa ke mana. Tentunyan Nabi sendiri membuat rencana-rencana; Allah melalui Jibril telah membisikkan wahyu-wahyu untuk menjadi daya khayal umat manusia. Ada dalam bentuk dalil tertulis, dalil yang tercipta, dan dalil akal dalam menetapkan perkara-perkara.
Merancang masa depan umat manusia seorang Nabi menampakkan konsep melayani dengan tindakannya. Dan ini disebut dengan sunnah; baik sunnah yang bersifat qauli, fi'li, dan taqriri. Rangkain dari tiga bentuk sunnah diwujudkan dalam kehidupan Nabi sehari-hari. Dan inilah yang disebut dengan keteladanan. Diutusnya Nabi ke muka bumi di samping sebagai transformasi pengetahuan langit ke bumi juga mengajarkn bagaimana mempraktekkan ilmu di bumi.
Banyak keteladanan yang harus diungkap dari prilaku Nabi. Keteladan ini tidak hanya pada satu aspek kehidupan bahkan berlaku dalam segala aspek, tidak hanya dalam masalah ibadah mahdhah tetapi juga dalam persoalan muamalah. Banyak sisi yang harus dilihat dari keteladanan yang dicontohkan Nabi sebagai manusia paripurna.
Walaupun demikian, tidak semua harus dilaksanakan oleh umatnya; mengingat kemampuan, tempat, waktu, dan budaya masyarakat semakin hari semakin berubah, yang dipengaruhi oleh budaya, ilmu pengetahuan, zaman, serta letak secara geografis. Bonus demografi yang berbeda-beda dari setiap bangsa melahirkan budaya yang beragam.
Keteladanan satu aspek saja jika dijalankan oleh manusia di bumi akan mendatangkan banyak manfaat. Manusia sering tidak lupa dengan pengetahuannya, tetapi yang selalu diabaikan adalah bagaimana menerapkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan. Pengetahuan merubah pola pikir, bahkan membalikkan kehidupan orang-orang, dengan pengetahuannya seseorang bisa kaya sebab pengetahuan dapat ditukar dengan uang dan apa pun.
Namun, yang namanya perilaku belum tentu berubah karena pengetahuan, jika pengetahuan tidak hadir dalam bentuk aplikatif. Responsibility sosial tidak lahir daru pengetahuan, melainkan ia lahir dari rasa keteladanan yang tinggi. Maka, tingkat keadaban sebuah bangsa tidak hanya dilihat dari pengetahuan orang-orang melinkan dilihat dari keteladan yang dibangun.
Nabi Muhammad adalah transetter fikir dalam bentuk aksi. Banyak keteladanan yang dipraktekkan oleh Nabi dalam melyani. Nabi tidak pernah melepaskan tangannya terlebih dahulu saat bersalaman, jika seseorang memanggil Nabi tidak pernah memalingkan wajahnya saja kecuali seluruh anggota badannya berbalik menghadap lawan bicara, disaat Nabi menemani tamu yang ikut makan di rumahnya maka Nabi mengakhirkan makannya, tetapi ketika Nabi ikut makan di rumah orang lain/sahabat maka selalu berusaha cepat menyelesaikan makannya, Nabi tidak pernah menyeret kakinya saat berjalan,
Menanggapi sepenuh hati saat berbicara dengan orang-orang dan semuanya merasa mendapat perlakuan khusus, tidak pernah bangkit terlebih dahulu jika sedang duduk dengan seseorang, ketika ada yang datang Nabi bangun menyambutnya, disaat tamu pulang Nabi memgantarnya sampai ke ujung lorong, mengambil sendiri makanan yang dapat dijangkau tanganya apabila diundang seseorang. Dan tentu masih banyak teladan-teladan yang dipraktekkan dalam kehidupan Nabi.
Berkata orang bijak, “pengalaman adalah guru terbaik”. Satu sisi kalimat ini benar tetapi pada sisi yang lain tidak tepat. Sebab, pengalaman adalah sejarah manusia yang terjadi secara berulang-ulang, dan sejarah ini tidak berlalu begitu saja tetapi terdapat muatan pelajaran-pelajaran di dalamnya. Pengalaman orang lain cukup menjadi pelajaran bagi seseorang. Menunggu diajar berdasarkan pengalaman diri yang pernah dilakukan sama dengan mengulang kesalahan orang lain pada diri sendiri. Begitu juga dengan kesuksesan seseorang dapat diambil pelajaran untuk diri sendiri.
Nabi Muhammad sukses mendidik para sahabatnya melalui konsep pelayanan. Dan konsep ini pula yang dibawa para sahabat hingga Islam tidak hanya sebagai agama yang menyambung relasi manusia dengan Tuhannya tetapi juga menyambung rasa dengan manusia. Melalui konsep kenegaraan manusia dilayani dengan baik. Nabi sebagai pemimpin agama akhirnya menjadi pemimpin umat dalam konteks menjalankan pemerintahan. Kekuasaan dan jabatan adalah bentuk pelayanan publik yang wajib dipertanggung jawabkan.
Ingin dilayani adalah sifat dasar manusia. Namun, bukan berarti manusia sepanjang hidupnya harus dilayani. Setiap orang harus melayani satu sama lain. Apalagi pelayanan dalam bentuk pemerintahan, melayani rakyat yang berhajat padanya bukan hanya sekedar menyelesaikan pekerjaan melainkan juga sebagai kewajiban. Pelayanan yang berlaku di lingkup pemerintahan sering mengecewakan. Padahal orang-orang yang diberi tugas negara sebelum diminta untuk melayani terlebih dahulu dibayar upahnya.
Berbanding terbalik dengan pelayanan yang diberikan dari pekerja non-pemerintah. Perusahaan swasta sebagai pihak pengelola benar-benar memperhatikan pelayanan-pelayanan yang dilakukan oleh orang-orang yang ditempatkan; seperti pelayanan hotel, market, tempat rekreasi, dan yang lainnya. Mungkin ini dasar berfikir sebagian pemimpin dunia lebih memilih urusan negara yang besifat pelayanan publik diserahkan pada pihak pengelola non-pemerintah. Tentunya dengan sistem kerja sama tidak saling merugikan antara pemerintah/negara dan pihak swasta sebagai pengelola kedua.
Selagi manusia masih bertransaksi maka pelayanan di ruang sosial tidak pernah berhenti. Kesuksesan yang diraih suatu instansi; baik negeri maupun swasta sangat tergantung bagaimana pelayanan-pelayanan diberikan. Begitu juga sebaliknya. Pemerintah sekalipun, walaupun telah memiliki struktur yang kuat jika lemah dalam menyuguhkan pelayanan maka kepercayaan rakyat kepadanya akan hilang. Tidak kecil kemungkinan pemberontakan terhadap pemerintah berlaku. Betapa banyak penguasa di sebuah negeri yang digulingkan oleh rakyatnya sendiri karena tidak maksimal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya.
Islam adalah agama yang memberikan jalan keluar dari segala persoalan. Nabi, di mana agama ini diutus telah hadir sebagai pelayan yang baik kepada manusia. Konsep pelayanan yang diterapkan sesuai dengan Alquran; yakni "yassiru wala tu'assiru" (mudahkanlah urusan dan jangan mempersulit).
Memudahkan urusan di sini bukan hanya bersegera menyelesaikan masalah yang dialami oleh manusia, melainkan juga berikan pelayanan yang baik kepadanya. Sebaik apa pun dan secepat apa pun pelayanan yang diberikan jika tidak dilakukan dengan cara yang baik maka tiada berguna apa pun pelayanan yang diberikan kecuali sekedar menyelesaikan masalah orang-orang.
Berikan pelayanan yang baik, dan berkatalah dengan baik, sebab seseorang sangat dalam mendengarkan sesuatu. Maka, sebab itulah kata-kata perlu dijaga dengan baik karena pelayanan sesungguhnya ada pada mulut bukan pada kekuatan. Berikan tanganmu untuk melayani dan berikan mulutmu untuk menjelaskan perkara-perkara dengan baik. Karena manusia sangat peka dengan pendengarannya; pendidikan pertama yang diajarkan pada manusia setelah dilahirkan ke dunia adalah melalui pendengaran. Di sini, perlu memperdengarkan kata-kata yang baik pada setiap orang, sebab peradaban dimulai dari cara seseorang menggunakan lidahnya untuk berucap.
Manusia bisa melihat banyak, manusia bisa mendengar suara apa pun. Melihat sesuatu bisa dapat membawa dua hal. Pertama, jika yang dilihat adalah sesuatu yang buruk maka muncul rasa sedih. Kedua, jika yang dilihat adalah sesuatu yang indah maka mendatangkan kegembiraan. Berbeda dengan pendengaran; jika yang didengar ucapan yang menyakitkan maka suara itu tidak hanya menimbulkan rasa sedih bagi manusia tetapi juga menimbulkan luka dalam hatinya. Jika hati telah tergores dengan kata maka sebanyak apa pun kebaikan yang diberikan tidak akan pernah mampu menutup luka.
Sebanyak apa pun perilaku baik yang ditunjukkan pada dunia, jika tidak ditopang dengan tutur yang elok maka semua itu tiada berguna sama sekali. Manusia tidak untuk dijadikan permainan lidah seseorang, dan manusia tidak dirancang untuk menerima makian. Seseorang yang rendah dapat dilihat dari tutur katanya saat ia marah. Jika, keluar dari mulutnya kalimat makian atau kata-kata yang tidak menyenangkan/merendahkan maka cukup baginya orang yang rendah jiwanya.
Menilai seseorang saat ia marah, jika dalam keadaan marah sekali pun ucapannya masih baik, maka sungguh ia adalah turunan dari malaikat. Namun, jika yang dikedepankan adalah sifat marah maka sungguh ia adalah refresentatif dari setan. Sifat panas yang dimiliki setan membakar amarah melalui ujung lidah orang-orang yang mengikutinya.
Manusia dengan refresentatif setan sangat mudah mengeluarkan kata-kata dan sulit melihat realita. Menggerakkan lidah untuk berkata-kata sangatlah gampang. Melihat dengan mata berbeda dengan melihat berdasarkan pikiran. Sama halnya; berbicara dengan mulut berbeda dikala berkata dengan pikiran.
Lidah tak bertulang sementara pikiran memiliki banyak hukum-hukum nalar. Karena lidah tak bertulang maka tiada penopang saat lidah digunakan. Berbeda dengan pikir; memiliki hukum-hukum logika yang dapat meluruskan pikiran, tentunya pikiran yang ditata dengan baik dapat membantu lidah mengucapkan kata-kata yang baik pula. Karena, pelayanan terbaik adalah mengucapkan kata yang baik terlebih dahulu, dan juga mengakhirinya dengan kata-kata yang baik pula.
Setiap orang adalah pemimpin, setiap pemimpin mampu berkata-kata, dan setiap kata akan diminta pertanggung jawabannya. Memimpin diri sendiri berarti menggunakan kata dengan baik. Sementara memimpin orang banyak dengan memberi pelayanan terbaik. Tidak semua orang dapat menjadi pemimpin sebagian yang lain, dan tidak semua pemimpin mampu memberikan pelayanan kepada orang-orang yang dipimpinnya. Melayani dalam pengertian menyelesaikan segala persoalan umat. Kesusksesan pelayanan dalam pemerintahan bukan hanya menyelesaikan administrasi ketatanegaraan tetapi lebih pada mengantarkan kesejahteraan.
Melalui telinganya manusia dibisikkan kalimat tauhid serta kalimat-kalimat yang baik lainnya. Dan ini sangat membekas dalam diri manusia sampai ia dewasa. Dengan demikian, jagalah setiap mulut dalam berucap, sebab yang diingat seseorang bukanlah pelayanan yang diberikan melalui tangan melainkan kata yang keluar dari mulut seseorang. Jika kata itu buruk maka buruklah pandangan seseorang walaupun sudah diberikan sesuatu dalam bentuk apa pun. Layani dengan baik dan berucaplah dengan kata yang baik pula; yakni kata yang santun, kata yang tidak menyisakan luka sedikit pun. Berhati-hatilah dalam mengucapkan kata, sebab manusia sangat peka dengan pendengarannya. Pemimpin yang melayani dapat dilihat dari cara seseorang menggunakan lidahnya.
Malaka, 13 Oktober 2023
Komentar
Posting Komentar