Memahami Kikir dan Thamak dalam Gugatan Fikih dan Tasawuf
Ada dua penyakit dalam diri seseorang yang sulit untuk disembuhkan. Sulit dikarenakan penyakit ini bukanlah datang dari luar diri, melainkan ia datang dari dalam diri seseorang. Kedua penyakit ini disebut dengan penyakit kikir dan thamak. Dan ada dua sudut pandang yang berbeda dalam melihat kedua masalah ini; sudut pandang fikih lebih dominan membahas terkait dengan sifat kikir dalam diri seseorang, sementara sudut pandang tasawuf lebih dominan melihat sifat thamak. Kedua sudut padat ini hadir menyelesaikan polemik antara keduanya.
Kikir adalah keinginan yang kuat dalam diri seseorang untuk
menyimpan serapi-rapinya atas apa yang dimiliki; baik harta, pikiran, dan
tenaga. Orang yang memiliki sifat kikir tidak pernah terfikir dan tidak pernah
berupaya untuk berfikir menyumbangkan dalam bentuk apa pun yang ia miliki pada
orang lain. Begitu sempurnannya sifat kikir dalam memengaruhi jiwa seseorang
hingga ia sendiri terkadang tidak dapat menikmati atas apa yang ia miliki. Sebab,
orang yang memiliki sifat kikir selalu menabung atau mengumpulkan sesuatu
dengan hatinya bukan menabung dengan tangannya.
Sementara thamak adalah keinginan yang berlebihan untuk
mendapatkan sesuatu. Serta, juga menginginkan agar orang lain tidak mendapatkan
seperti yang ia peroleh. Seseorang yang duduk sifat thamak dalam dirinya merasa
yang berhak mendapatkan materi dunia hanyalah dirinya, sementara orang lain
dianggap tidak membutuhkan sesuatu seperti yang ia inginkan. Antara sifat kikir
dan thamak berselisihlah hasad, dengki, dan khianat di dalamnya. Karena adanya
sifat thamak dan kikir dalam diri manusia maka muncullah kecurigaan yang
berlebihan pada orang lain.
Bagi orang yang kikir dan thamak semesta ini dipahami seperti
perusahaan, dan yang berhak menjadi direktur adalah dirinya. Ketika orang lain
menginginkan hal yang sama maka akan dianggap sebagai pihak yang akan
menghancurkan rencana-rencana dirinya. Begitu bahayanya kedua sifat ini jika
duduk dalam diri manusia. Salah satunya saja mendatangkan keburukan bagi
manusia apatah lagi jika kedua sifat ini bersamaan hinggap dalam diri
seseorang. Memiliki sifat kikir sekaligus duduk sifat thamak. Maka, tidak ada yang
dapat diharapkan dari orang yang duduk sifat kikir dan thamak dalam dirinya.
Dua hal yang sering bertentangan dalam khazanah keilmuan
Islam; yakni fikih dan tasawuf. Fikih mengemukakan hukum yang sifatnya normatis-sosiologis,
sementara tasawuf mengungkapkan dzauq-teologis. Kedua ilmu ini berbeda
wilayahnya. Fikih lebih mengutakaman rasio dalam mengungkap pemikiran serta
gejala-gejala hukum, sementara tasawuf lebih menanamkan rasa dalam diri
seseorang yang tertuju pada Tuhan. Tatanan fikih dikembangkan melalui rasio dan
tasawuf dibangkitkan melalui qalbu.
Fikih menggugat sifat kikir yang ada dalam diri seseorang,
sementara tasawuf menggugat sifat thamak. Kikir merupakan salah satu sifat
tercela dalam islam, dan bukan hanya Islam saja bahkan agama lain pun
memahaminya demikian. Seorang yang bakhil alamat dekat dengan neraka dan jauh dari syurga (qaribun minannar ba'idun minaljannah) Sebab, kikir dengan hasrat mengokang apa pun yang ia
miliki akan berdampak pada hubungan manusia dengan manusia lainnya. Kikir tidak
hanya merusak pelakunya tetapi juga menimbulkan kesengsaraan, sebab tidak ada
yang menginginkan dekat atau bekerja sama dengan orang kikir. Orang kikir
sekali pun tidak suka dengan sifat kikir yang melekat pada seseorang. Artinya,
sesama kikir tidak saling menyukai.
Terdapat beberapa
ayat dalam Alquran yang berbicara tentang kikir; di antaranya adalah
قُلْ
لَوْ أَنْتُمْ تَمْلِكُونَ خَزَائِنَ رَحْمَةِ رَبِّي إِذًا لَأَمْسَكْتُمْ
خَشْيَةَ الْإِنْفَاقِ ۚ وَكَانَ الْإِنْسَانُ قَتُورًا
Katakanlah: "Kalau seandainya kamu menguasai
perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu
tahan, karena takut membelanjakannya". Dan adalah manusia itu sangat
kikir. Q.
S. Asi-Isra/017: 100.
Sifat kikir menjauhkan seseorang dari sifat
mengasihi. Artinya, tidak akan ada relasi kasih sayang pada orang yang melekat
sifat kikir dalam dirinya. Kepentingan interes jauh lebih diutakaman daripada
kepentingan orang lain. Sifat kikir menghilangkan rasa malu dalam diri
seseorang, dan menggiring pelakunya menunjukkan kecurigaan pada orang lain. Sifat
dominan pada orang yang kikir ketika dijauhi seseorang ia menunjukkan
keangkuhannya dan disaat orang-orang dekat dengannya dianggap sebagai penjilat.
Inilah sebabnya sifat kikir adalah buruk pada pelakunya dan orang lain.
Sifat yang berlawanan dari kikir adalah thamak.
Thamak dalam bahasa Indonesia disebut dengan serakah. Artinya, seseorang yang
tidak pernah merasa puas atas apa yang telah diraihnya. Bahkan, sifat thamak
ini mendobrak hukum haram demi untuk memperoleh; baik berupa materi, kekuasaan,
pangkat, dan kedudukan, serta yang lainnya. Sang thamak akan menghalalkan segala
macam cara untuk mendapatkan keinginan-keinginannya. Sifat thamak yang melekat
pada diri seseorang tidak pernah merasa puas, dan ini sangat berbeda dengan hewan
yang tak berakal. Thamaknya hewan hanya untuk sekedar makan, setelah merasa
kenyang hewan akan berhenti memakan sesuatu. Walaupun terkesan beringas, namun hewan
membatasi kethamakannya hanya sebatas perutnya saja.
Berbeda dengan manusia; notabenenya makhluk
yang berakal tetapi sering melangkahi kapasitas makannya. Thamak, yang berlaku
pada manusia bukan hanya sekedar untuk memenuhi isi perutnya tetapi manusia
seolah-olah memiliki visi ke depan, setelah merasa cukup untuk makan manusia
berkeinginan mewarisi makanannya kepada anak keturunannya. Satu sisi keinginan
seperti ini dipahami baik, tetapi pada sisi lain terhukumi buruk. Dan ini jelas
digambarkan dalam Alquran.
أَلْهُكُمُ التَّكَاثُرُ …حَتّٰى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَۗ
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai
kamu masuk dalam kubur. Q. S. At-Takasur/102: 1-2.
Keserakahan yang digambarkan pada ayat ini,
adanya keinginan berlebihan untuk menggapai materi keduniaan. Seolah-olah apa
yang didapatkan adalah kekal baginya di dunia. Padahal, tidak ada kepemilikan
mutlak ketika manusia memperoleh materi dunia, semua ada takarannya. Bahkan,
sesuatu yang dikleim sebagai miliknya saja sebuah kebohongan. Di mana, seketika
setelah seseorang meninggalkan dunia ini dengan sendirinya apa yang pernah
diperoleh menjadi milik orang lain yang turun dengan sendirinya menjadi apa
yang disebut sebagai harta warisan.
Di sini, serakah posisinya sama seperti kikir;
yakni sama-sama penyakit hati yang tidak ada obatnya. Kecuali hati yang selalu
mengingat Tuhannya. Dua penyakit ini yang hinggap dalam diri manusia
diakibatkan karena keinginan yang berlebihan terhadap materi dunia. Sama halnya
seperti kikir; thamak juga menginginkan banyak hal, bukan hanya terkait dengan
materi tetapi juga terkait dengan yang lain seperti keinginan ingin mendapat
pelayanan yang istimewa, mendapatkan kemuliaan, ingin dipuja, dihormati, disanjung,
dan semua ucapannya ingin dibenarkan, dan seseorang yang duduk sifat kikir apa
pun yang dilakukan hanya untuk mendapatkan pengakuan semata. Penganut aliran
thamak akan berupaya sekuat mungkin untuk menguasai banyak hal, tanpa peduli
mendobrak rambu-rambu moral, etika, budaya, dan hukum agama.
Melihat thamak dalam konteks tasawuf tentunya
berbeda. Jika fikih sangat konsen membahas tentang kikir maka tasawuf membidik
sifat thamak. Dalam pemahaman tasawuf tidak ada yang namanya sifat kikir yang melekat
pada diri seseorang, yang ada hanya keinginan setiap orang terhadap orang lain
yang berlebihan. Inilaha yang disebut thamak dalam tasawuf. Di sini, dapat
dipahami bahwa; bukan orang lain yang kikir melainkan diri masing-masing yang
menginginkan banyak keinginan atas orang lain.
Sifat kikir adalah sesuatu yang buruk. Namun,
pada dasarnya tidak perlu membidik sifat kikir pada orang lain dalam sorotan
tasawuf, yang ada hanya keinginan yang berlebihan pada orang lain. Menginginkan
dibantu dalam banyak hal, menginginkan orang lain mencurahkan segala pikiran
untuk diri kita, dan menginginkan orang memberi segala yang dibutuhkan oleh
dirinya. Karena adanya keinginan yang berlebihan terhadap orang lain maka muncul
kesimpulan kikir pada orang lain.
Seyogianya; polemik dua sudut pandang ini bukan
berarti meniadakan sifat kikir, sehingga pelakunya tidak dihukumi sebagai orang
yang memiliki sifat buruk, dan digolongkan ke dalam kelompok orang-orang yang
berdosa. Melainkan, sudut pandang tasawuf menginginkan adanya kontrol keinginan
pada pihak-pihak lain agar tidak terlalu banyak berharap pada manusia. Tinjauan
tasawuf lebih menekankan sifat tamak bertujuan untuk mendidik jiwa manusia agar
tidak terlalu berlebihan ketika melihat materi-materi dunia dalam bentuk apa
pun yang dimiliki seseorang. Sehingga, setiap orang terhindar dari penyakit
hati yang sulit didapati obatnya.
Pengkajian fikih lebih menekankan pada
pendidikan raga. Sementara tasawuf lebih menekankan pada pendidikan jiwa. Kedua
ilmu ini sering bertentangan, bukan berarti masing-masing dari ilmu ini berperan
meniadakan pemahaman yang dikemukakan masing-masing ilmu. Melainkan, keduanya
saling melengkapi. Kikir yang disorot fikih lebih untuk mendidik di luar diri (orang
lain), sementara tasawuf menekankan pada pendidikan di dalam diri. Dikarenakan;
antara sifat kikir dan thamak tidak akan pernah hilang di muka bumi selama
manusia hatinya jauh dari Tuhannya. Karena itulah, antara fikih dan tasawuf
mengambil tempat tersendiri untuk menata keseimbangan fikir dan rasa manusia dalam
melihat prilaku kikir dan thamak.
Jakarta, 30 Oktober 2023.
Komentar
Posting Komentar