Logika: Agama tidak Dibela Melalui Perangkat Politik
Logika politik harus dipahami dengan baik dalam proses politik yang sedang berlangsung. Agama bukan politik tetapi politik bagian dari agama. Agama menawarkan nilai sementara politik proses memperoleh nilai dari pesan agama. Pesan nilai agama dalam politik adalah menegakkan keadilan atas manusia melalui kekuasaan. Agama tidak dibela oleh politik, justru agamalah yang menjaga kestabilan politik lewat nilai-nilai yang ditawarkan syariat.
Pada saat proses politik mencaplok agama dalam memengaruhi pikiran publik, dengan alasan orang-orang yang terlibat dalam politik menframing dirinya sebagai kelompok pembela agama, atau memilih kelompok mereka sama dengan membela agama. Pernyataan seperti ini bukan hanya keliru, tetapi justr menghina agama itu sendiri. Agama tidak berperan sempit mengatur sisi kehidupan manusia, agama mengatur banyak hal, termasuk moral politik.
Nyata terlihat, dalam proses politik umat terbelah oleh kepentingan masing-masing partai politik. Artinya, proses politik tidak mampu mengamalkan ajaran agama yang sangat intens menanamkan kedamaian dan saling menjaga hak individu dan kelompok. Pembelahan umat karena proses politik selalu berakhir dengan konflik sosial. Bahkan menjelang pemilihan tidak kecil kemungkinan perangkat agama digunakan untuk memecah belah pikiran publik agar memihak kepada orang-orang tertentu.
Lalu, perangkat agama diharapkan hadir di tengah-tengah pikiran umat yang sedang terbelah, dengan harapan mencegah konflik sosial yang ditimbulkan karena proses politik. Di sini, ulama, da’i, ustadh, guru, intelektual, cendekiawan dibutuhkan hadir memberi penetrasi nilai-nilai agama dalam proses politik kepada umat yang mulai terbelah dan berkonflik dengan sesamanya, akhlak harus diutamakan dan moral harus dijalankan dalam proses politik.
Dengan demikian, dari sini dapat dilihat bahwa perangkat agama berbeda dengan perangkat politik. Politik cenderung membawa konflik sosial dengan memanfaatkan agama, sementara perangkat agama tidak pernah mendapat keuntungan apa pun dari politik itu sendiri, kecuali menjadi alat untuk mendaur ulang konflik politik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Maka, bohonglah jika ada dari orang-orang politik yang menyatakan pembelaan terhadap agama. Agama ini tidak dibela oleh pelaku politik, tetapi agama dibela oleh ulama, dai, ustadh, guru, intelekual, cendekiawan.
Sebagian dari mereka mulai memanfaatkan perangkat agama seperti da’i untuk dijadikan media mendekatkan proses politik yang sedang bergulir agar semakin dekat masyarakat pemilih. Ceramah-ceramah agama yang digelari oleh prang-orang politik dengan mengundang da’i-da’i viral sebua upaya memanfaatkan perangkat agama untuk kepentingan politik. Sebagian dari perangkat agama tidak menyadari bahwa ia sedang berada dalam perangkat politik yang memanfaatkan agama.
Agama menawarkan nilai dalam politik, sementara politik proses untuk menyalurkan keadilan melalui kekuasaan. Pada saat agama hanya dimanfaatkan untuk kepentingan politik tanpa menerapkan nila-nilai dalam proses politik dan kekuasaan, maka proses politik yang sedang diterapkan sangatlah buruk. Perangkat agama jangan hanya sekedar memahami bahwa setiap dakwah yang dilakukan baik untuk kepentingan agama. Jika, itu dilakukan bersama orang-orang yang memanfaatkan perangkat agama untuk kepentingan politik, maka ia telah masuk dalam perangkap busuk dari politik itu sendiri.
Memahami logika politik, maka umat harus mencerdasinya dengan baik bahwa pemanfaatan perangkat agama dalam proses politik masif dilakukan di tengah-tengah masyarakat yang memandang bahwa agama adalah segalanya dalam hidup. Banyak orang paham mengenai hal ini, tetapi umat lugu dalam memaknai politik, apalagi memahami seperti apa relasi yang dibangun antara agama dan politik.
Keluguan inilah yang dimanfaatkan oleh perangkat politik terhadap masyarakat beragama. Pencerdasan politik terhadap umat beragama sangat minim dilakukan. Dan, peran komisi pemilihan sepertinya belum memiliki perangkat yang kuat untuk mengajarkan logika politik kepada umat, agar umat tidak tertipu dengan daya bayang politik kotor yang diperankan oleh politikus, dengan menjadikan keshalehan beragama umat sebagai umpannya. Jika agama yang menjadi pertimbangan umat dalam politik maka sokong yang dibangun berdasarkan pikiran ulama.
Jakarta, 28 Desember 2023
Komentar
Posting Komentar