Biaya Promosi agar Terlihat Baik Mahal

Mencitrakan diri baik sama dengan menukar banyak wajah. Baik buruk seseorang sangat tergantung siapa yang mendongengkannya. Walaupun demikian, tetap melakukan sesuatu yang baik, sebab melakukan kebaikan sekalipun masih dianggap buruk apalagi melakukan yang buruk. Tetaplah menjadi baik walaupun buruk dalam pandangan orang lain. Dongeng seseorang sangat tergantung seperti apa kepentingannya. Baik buruk seseorang ditentukan dari dongengannya. Pesan demikian sangatlah bagus, tetapi menyadarinya yang sulit, sebab kebanyakan manusia sering lupa saat melihat kebaikan saat mendongeng tentang orang lain.

Manusia tergantung dari cara ia mempromosikan dirinya. Mempromosi diri menjadi orang baik tidaklah mudah, bahkan ia butuh modal besar. Orang yang mempromosikan dirinya agar terlihat baik dengan biaya yang besar belum tentu dipandang baik, apalagi tidak mengeluarkan biaya sama sekali. Biasanya, baik buruk pandangan seseorang sangat ditentukan seberapa keberadaan kita diperlukan.

Biaya-biaya yang harus dikeluarkan saat mempromosikan diri dalam berbagai konteks dan media sangatlah besar. Banyak baleho-baleho yang bertebaran di sudut-sudut kota hanya untuk menampilkan gambar; baik yang bergerak maupun yang diam seseorang harus mengeluarkan anggaran yang banyak. Semua itu untuk mempromosikan diri. Baleho tidak bergerak dan gambar tidak bersuara tetapi untuk tampil di sana tidaklah murah. Singkatnya, untuk mencitrakan baik di bumi butuh biaya yang mahal, tidak semua orang mampu membayarnya. Sementara, untuk menjadi baik di langit biayanya murah, dan dapat dibayar oleh siapa pun. 

Untuk mempromosikan diri di bumi baik, betapa mahal harganya. Lalu, bagaimana lagi dengan mempromosikan diri di langit. Jika makhluk bumi butuh biaya agar masyhur di khalayak ramai maka menjadi baik di langit juga butuh biaya yang mahal pula. Dalam pengertian manusia harus melakukan banyak hal. Tentunya, berbeda caranya mempromosikan diri baik di bumi dengan mempromosikan diri baik di langit. Mempromosikan diri di bumi lebih dominan dilalui dengan penuh pencitraan, sementara mempromosikan diri baik di langit modal utamanya adalah keikhlasan.

Manusia untuk terlihat baik di bumi mengorbankan banyak hal. Pengorbanan yang terbesar di bumi manusia harus menahan banyak keinginannya. Sebab, untuk mendapatkan apa yang diinginkan sering didorong oleh hawa nafsu. Di sini, berlaku cara apa pun. Terkadang manusia menggunakan hartanya, pengaruhnya, kedudukan dan kekuasaannya untuk mendapatkan kebaikan. Satu sisi ini terlihat baik untuk dirinya, tetapi sering berlaku buruk untuk orang lain.

Menahan keinginan bukan perkara yang mudah. Manusia sering gagal menjadi baik hanya karena keinginannya. Keinginan diri sendiri harus dipahami berbanding lurus dengan keinginan orang lain. Jika tidak, maka baik hanya dimiliki oleh sebagian orang saja, dan buruk bagi sebagian yang lainnya. Betapa banyak kehancuran di bumi karena terlalu fokus pada keinginan diri sendiri, tidak memikirkan keinginan untuk orang lain. Dongengan orang lain terhadap kita sangat ditentukan dari apa yang kita lakukan. Jika baik diri maka baik pula cerita yang didongengkan orang lain.

Manusia diutus ke bumi untuk berbuat baik. Baik yang diawali dari diri sendiri. Dan ini sesuai dengan ungkapan Arab ibdak bi nafsihi, mulailah dari diri sendiri. Seseorang yang ingin mewujudkan kebaikan yang diinginkan untuk banyak orang, untuk bangsa, untuk negara, dan bahkan untuk seluruh bumi sekalipun akan gagal jika tidak dimulai dengan memperbaiki diri. Jadi, memperbaiki diri jauh lebih penting dari pada menginginkan kebaikan pada wilayah yang lain.

Menjadi baik di bumi manusia harus membayar dengan harga yang mahal. Untuk disebut orang baik manusia harus mengorbankan keinginannya, manusia harus mengorbakan harta yang dimiliki, manusia harus memberikan pikirannya, manusia harus mewakafkan tenaga, harta, raga, jiwa, bahkan nyawa sekalipun. Seseorang akan disebut pahlawan setelah mereka mengorbankan nyawanya. Karena itulah, menjadi baik itu mahal biayanya.

Berbeda dengan mencitrakan baik di langit, manusia tidak butuh banyak hal, manusia cuma butuh keikhlasan. Sebesar apa pun biaya, pikiran, dan tenaga yang dikeluarkan jika tidak dibangun atas keikhlasan, sebaik apa pun kebaikan yang diperoleh dari dogengan orang-orang terhadap kita maka semua itu hanya berguna di bumi, tidak berguna sedikit pun untuk menjadi baik di langit. Sebanyak apa pun harta yang dikorbankan; baik untuk kepentingan dunia dan kepentingan agama jika tidak mengikhlaskannya ia hanya terlihat baik di bumi, tapi tidak di langit.

Keikhlasan untuk menjadi baik di langit bukan berarti tidak perlu mengorbankan banyak hal. Tetapi, yang diperlukan adalah bagaimana melakukan sesuatu yang kecil sekali pun didasari oleh niat yang baik dan tanpa pamrih. Manusia tidak dibebankan untuk mengorbankan banyak hal kepada yang lain atau makhluk apa pun. Semua itu menjadi harus disaat seseorang membutuhkannya. Ketika seseorang butuh beras untuk dimakan misalnya, maka menjadi kewajiban bagi orang lain memberikan kepadanya beras; baik memberi dengan cuma-cuma maupun mengutangkannya. Begitu juga dengan hal-hal yang lain. Artinya, kehadiran manusia diperlukan disaat yang lain membutuhkannya. Kebutuhan yang beragam, maka beragam pula cara manusia harus hadir untuk melakukan kebaikan.

Memberikan sesuatu, atau membina seseorang dengan cara yang baik, belum tentu mendapat balasan yang baik, bahkan manusia sering kecewa atas kebaikan yang diberikan pada orang lain. Lalu bagaimana pula memberi sesuatu dengan cara yang tidak baik, atau dengan cara yang menyakitkan, melukai, dan menanamkan stigma buruk pada seseorang, maka lebih tidak berguna lagi dan tidak akan membekas kebaikan itu, kecuali menjadi ingatan saja bahwa ia pernah dibina atau dibantu. Selebihnya, seseorang akan mendongengkan buruk. Dongengan seseorang terhadap diri kita bukan didasari karena banyak hal yang diberi atau banyak hal yang telah dikorbankan, tetapi lebih dilihat dari cara seseorang menampakkan kebaikannya.

Jika untuk menjadi baik di bumi butuh biaya yang besar maka menjadi baik di langit cuma butuh keikhlasan. Berbuat baiklah agar dongengan orang lain baik untuk kita. Dan tidak perlu mencitrakan baik di bumi, sebab itu hanya membuat diri setiap kita lelah melakukannya, sementara semua itu tidak berguna sama sekali di langit. Melangitlah agar diri dekat dengan Tuhan, dengan tidak melupakan untuk merendah di bumi. Sebab tingginya derajat seseorang di hadapan Tuhan sangat ditentukan bagaimana seseorang turun serendah-rendahnya di hadapan makhluk di bumi.

Peran manusia di bumi secara sunnatullah akan digilir. Bukan posisi yang perlu dipertahankan tetapi yang perlu diperbaiki adalah cara menjalaninya agar dogengan yang dibangun oleh orang lain baik. Fokus dengan mempertahankan peran sama dengan menciptakan cerita buruk tentang diri. Sebab, orang yang hanya melihat posisi tanpa meretribusikannya dengan baik akan membawa keburukan; baik di bumi maupun di langit. Bukan posis di bumi yang mengantarkan seseorang baik di langit, tetapi cara seseorang menunaikan kewajiban itulah yang mengiasi kebaikan atas dirinya di seluruh sudut langit.

Prinsip baik dan buruk sangat ditentukan dari dongengan orang-orang terhadap kita tidak selama benar. Sebab, yang namanya dogengan sifatnya objektif. Artinya, dogengan yang dibacakan seseorang sangat ditentukan bagaimana kita memperlakukan orang lain. Jika baik yang ditampilkan maka baiklah orang-orang membaca dogengannya, jika sifat buruk yang ditonjolkan sebanyak apa pun pengorbanan yang diberikan dalam berbagai bentuk tetap saja menjadi cerita buruk sepanjang keburukan sikap masih dilakukan. Jika, menjadi baik di bumi butuh biaya besar maka mempromosikan diri baik di langit yang dibutuhkan adalah keikhlasan dalam melakukan sesuatu. Walaupun baleho-baleho terpampang untuk mempromosikan diri di seluruh sudut kota, dan tersebar diberbagai media jika tidak didasari atas keikhlasan maka semua itu tidak bernilai sama sekali di langit.

Jakarta, 9 Januari 2024

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meraih Gelar Doktor; Muchlinarwati Disabilitas yang Menginspirasi

Melihat Masalah dengan Masalah

SURAT TERBUKA: KEPADA YANG TERHORMAT BAPAK BUPATI ACEH BARAT DAYA