Beda Pilihan Capres Bersama dalam Pilihan Caleg
Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi sikap humanis. Inilah pengetahuan utama pada diri Nabi. Kecenderungan sikap pada Nabi Muhammad adalah Nabi sangat memahami manusia. Sehingga, apa pun perintah dari agama ini sisi kemanusiaan sangat diutamakan. Hatta perintah dalam beribadah sekalipun Islam tidak membebankan perkara atas manusia kecuali dibatas kemampuan manusia melakukannya. Dengan demikian, pilihan setiap orang pun harus dimengerti.
Diktum yang sangat populer dalam Islam adalah “mudahkan urusan manusia dan jangan mempersulit”. Al-ulam u warasatul ambiya adalah sosok yang menaruh paham pada manusia. Keberadaan manusia yang begitu banyak dengan kepercayaan masing-masing tidak mungkin dipertemukan dalam satu agama dan Tuhan. Jika manusia tidak bertemu dalam konteks teologis maka kita akan bertemu dalam konteks sosiologis. Perbedaan di antara manusia di bumi juga bagian dari fitrah kemanusiaan. Termasuk perbedaan pandangan dalam politik.
Prinsip politik kepemimpinan dalam Sunni dipahami urusan antara manusia dengan manusia, dan wilayah ini masuk dalam persoalan fardhu kifayah. Artinya, terselenggaranya pemilihan pemimpin sudah menyelesaikan kewajiban. Dalam kontestasi politik tidak mungkin calon pemimpin hanya didatangkan satu pasangan. Maka, lahirnya kandidat bagian dari proses fardhu kifayah.
Dilihat dalam konteks ini, tiga pasangan calon presiden yang sedang bertarung bukan hanya orang terbaik menurut kalkulasi politik tetapi juga orang yang telah ikut menutupi kewajiban kifayah bagi bangsa ini. Jika ketiga calon ini dilihat dalam konteks kifayah maka keberadaan paslon sangat penting dala, rangka keberlangsungan praktik keagamaan dalam konteks siyasah/politik di negeri ini.
Ketiga pasangan calon yang kini sedang bertarung masing-masing menyodorkan visi-misi untuk diperlihatkan kepada publik. Ini penting dan harus, agar publik tahu apa dan bagaimana pasangan calon presiden memimpin Indonesia untuk lima tahun ke depan. Kriteria utama yang membuat publik memilih adalah visi-misinya. Di samping itu juga kriteria dari sosok pribadi dari masing-masing calon; baik secara pribadi, politik, latar belakang, dan intelektualitas tentunya terkait dengan pengetahuan tentang pemerintahan.
Pemilu yang berlangsung di negeri ini selalu berjalan dua arus, arus eksekutif dan arus legislatif. Artinya, pemilihan berlangsung dua wilayah kepemimpin; presiden dan DPR dalam berbagai tingkatan. Tiga pasangan calon presiden yang muncul telah membelah pilihan rakyat. Dan gesekan politik kemungkinan saja terjadi, sebab yang namanya pilihan tidak mungkin sama. Tetapi, jika dilihat dari tujuannya tetap sama; yakni sama-sama berkeinginan untuk menghadirkan sosok pemimpin.
Dalam memilih calon eksekutif/presiden pilihan umat terbelah, dan begitu juga dalam memilih calon legislatif/DPR di berbagai wilayah lebih terbelah lagi, sebab caleg yang muncul sangatlah banyak. Lagi-lagi keterbelahan ini semata dalam konteks pilihan, pada dasarnya publik bersatu untuk menghadirkan dewan melalui dapil masing-masing.
Perbedaan pilihan dalam memilih; baik presiden maupun dewan tidak mungkin dihindari, sebab yang namanya pilihan dan dalam membenarkan pilihannya sangatlah relatif. Walaupun demikian, biarpun kita berbeda dalam mendukung dan memilih presiden tetapi saat mendukung dan memilih dewan di berbagai tingkatan dan dapil pemilihan kita sama/menyatu.
Beda pilihan dalam pemilu adalah wujud dari demokrasi. Jika kita tidak bertemu/bersama pada pilihan calon presiden maka kita akan bertemu/bersama pada pilihan calon legislatif/dewan; baik caleg DPRK, DPRA, DPD, dan DPR-RI. Sebab, memaksa untuk memilih tegak lurus tidaklah mungkin. Kebersamaan tetap dijunjung tinggi, sebab pemilu adalah pesta demokrasi bukan pesta kebencian. Beda pilihan bukan berarti kita beda Tuhan dalam Islam, sebab politik dalam ajaran sunni sifatnya kifayah. Beda pilihan bukan berarti kita berbeda dalam menyikapi politik bangsa ini, melainkan yang berbeda adalah caranya. Beda pilihan tidak menjadi masalah, karena kita tetap satu tujuan; yakni menyukseskan fardhu kifayah.
Jakarta, 4 Februari 2024
Komentar
Posting Komentar