BADUT-BADUT POLITIK TERIAK KEPEDULIAN

Politik adalah jalan rumit; pelakunya sering tidak fokus pada tujuan politik itu sendiri, tetapi lebih fokus pada bagaimana menaikkan popularitas diri dengan menjadikan diri sebagai pusat perhatian (self centerd). Selfless (tidak mementingkan diri sendiri). Sikap mementingkan diri sendiri selalu dibawa elit politik setelah kekuasaan didapat. Ini terkait dengan mental seseorang dalam menaikkan popularitas. Ada yang menaikkan popularitasnya dengan menekan pihak lain. Begitu juga sebaliknya, menampakkan baik agar yang lain terlihat buruk. Tekan menekan dalam proses politik adalah prilaku buruk yang diperankan elit politik.

Penekanan-penekanan pada isu tertentu hal yang selalu dilakukan oleh orang yang sebenarnya tidak memiliki elektabilitas diri yang baik. Sirklus politik yang dimainkan sebenarnya sedang menunjukkan dirinya tidak memiliki kemampuan memimpin sama sekali. Karena, ia tahu kemampuannya rendah dalam mengelola tata-kelola publik maka ia selalu melakukan hal-hal konyol. Konyol yang dimaksud adalah seseorang terus mengembang isu dan melakukan sesuatu yang tidak berhubungan dengan posisi dirinya.

Peran politik dan peran sosial sering disalah artikan. Padahal peran politik dan peran sosial tidaklah sama. Antara politik dan sosial berbeda wilayah perannya. Politik bicara kekuasaan sementara sosial bicara keterlibatan setiap orang dalam mengisi sehidupan dalam memperlakukan orang-orang. Politik dijalankan berdasarkan ilmu (ilmu pemerintahan, tatanegara, dan hukum), sementara sosial dijalankan berdasarkan perasaan, etika, dan moral. 

Semakin tahu seseorang tentang politik maka semakin baik pengelolaan pemerintahan yang dijalankan. Begitu juga, semakin tinggi perasaan seseorang maka semakin baik pula tata-kelola sosialnya. Salah kaprah memaknai antara politik dan sosial sehingga pikiran publik dikuasai oleh pihak yang lihai memainkan sirklus; menampakkan baik tetapi buruk dalam mengelola pemerintahan. Dalam persoalan ini pelawak/pemain sirklus sangat lihai memerankannya.

Politik menekan yang biasa dilakukan sebenarnya berbahaya bagi pengembangan potensi publik, tetapi baik bagi tokoh politik yang elektabilitasnya rendah. Banyaknya orang-orang yang tidak memiliki kemampuan politik bermain dengan isu yang tidak sesuai dengan kapasitas dirinya. Dan ini sebenarnya disadari bukan oleh dirinya saja melainkan juga oleh orang-orang yang memiliki hajat buruk. Entahkah itu pendukung psikologis dan juga pendukung karena kepentingan tertentu.

Sirklus politik ini dilakukan dengan memanfaatkan pencapaian diri. Aktivitas ini dapat dilihat pada beberapa hal. Jika ia seorang entertaint maka ia akan memerankan metode keartisannya. Dalam pengertian meng-eksiskan diri di ruang publik walaupun bukan pada tupoksinya. Sirklus politik juga dilakukan karena pendidikan. Merasa punya gelar akademis lalu menunjukkannya di ruang publik sebagai sosok intelektual. Padahal orang-orang tahu cara parodi politik yang diperankannya tidak mencerminkan dirinya sebagai orang yang berlatar akademis. Sifat akademis saat melakukan sesuatu sangat detil melihat efek dan gejalanya bagi pihak penerima ekses; di sini publik secara keseluruhan.

Sirklus politik juga dilakukan dengan cara menunjukkan bahwa dirinya memiliki akses yang luas; baik di daerah maupun di tingkat nasional. Penunjukan diri seperti ini sangat mudah untuk menipu pikiran publik. Tentunya, seseorang yang memiliki akses yang luas tidak dilihat dari berapa banyak orang-orang yang dekat dengannya, tetapi dilihat sejauh mana kepercayaan orang-orang pada dirinya. Jika saja sekedar menunjukkan dekat tetapi tidak pernah menunjukkan peran yang nyata maka sesungguhnya ia sedang bermain sirklus.

Politisi di daerah sering latah dalam hal ini. Padahal akses luas yang ia pahami hanya karena sekedar dekat saja, bukan karena ia dipercaya. Dekat dengan siapa pun hal yang lumrah terjalin dalam dunia politik, tetapi dipercaya untuk meneruskan sesuatu yang sifatnya kebijakan publik tidak semua orang mendapatkannya; lebih-lebih dalam kondisi saat ini, di mana kepercayaan publik terhadap elit semakin berkurang. Kecuali mereka adalah gerombolan yang saling memperkuat untuk mengerok keuntungan yang dipoles atas kepentingan rakyat. Sirklus yang dilakukan secara bergerombalan adalah kejahatan berjamaah yang dilakukan secara terang-terangan.

Situasi peran yang dilakukan saat-saat menjelang tahun politik lebih pada pertunjukan sirklus. Hampir semuanya menunjukkan peran baik pada publik. Sebab, pemain sirklus sangat lihai melihat situasi. Kerjanya menghibur, dan mencari keuntungan dari hiburan yang ia ciptakan sendiri. Pemain sirklus juga pintar memanfaatkan momen kapan hiburan ditampilkan. Hiburan politik biasanya dilakukan dengan menaruh janji disaat rakyat berharap perubahan nyata; khususnya bagaimana perbaikan di bidang ekonomi.

Apalag Aceh akhir-akhir ini nampak bermusuhan dengan yang namanya hiburan. Akhirnya, kehausan publik akan hiburan dibenturkan dengan semangat-taat pada agama. Dan, situasi ini dimanfaatkan oleh badut politik melalui panggung hiburan. Hausnya masyarakat terhadap hiburan sehingga parodi politik tidak lagi dipahami ajang penyampaian misi tempat bagi masyarakat sekedar mendapatkan hiburan. Lalu, lupa mendengarkan secara detail akan visi-misi yang diinginkan rakyat.

Menjelang perhelatan politik mulailah sirklus-sirklus politik diadakan pada tempat-tempat tertentu di kampung-kampung. Disebut sirklus, panggung politik tidak membicarakan program kerja pada masyarakat melainkan cerita kehebatan badut-badut politik saja. Pertemuan-pertemuan dengan masyarakat yang dibalut dengan moment silaturrahmi tanpa membicarakan substansi dari politik itu sendiri, yang mana tujuan utamanya untuk mengantarkan kesejahteraan.

Cerita-cerita yang dibabwa adalah sebatas dongeng saja, atau cerita lempar dan counter isu yang dikembangkan. Dongeng karena kedekatan, orang satu daerah, satu kampung, satu keluarga, hikayat semando, hikayat turunan orang saleh, hikayat anak dan cucu ulama, hikayat pejuang, hikayat dekat dengan petinggi negeri, hikayat tokoh, cerita sudah pernah menjabat, dan lainnya. Semua itu adalah dagelan pemain sirklus. Dan semua itu tidak menyangkut dengan substansi politik menatap masa depan rakyat menata kehidupan lebih baik.

Rakyat mesti cerdas memahami dagelan yang diperankan oleh pemain sirklus melalui panggung politik. Sengaja datang membawa misi politik, padahal ingin memengaruhi pikiran publik untuk mendukung kepentingan politik diri dan kelompoknya. Kepentingan inilah membuat orang-orang yang ingin berkuasa melakukan penekanan pada satu pihak untuk menaikkan elektabilitas dirinya yang notabene tidak dapat dipercaya sama-sekali. Rakyat juga mesti cerdas membedakan antara peran politik dan peran sosial. Baik di ruang politik terkait dengan kebijakan yang diambil mengarah pada kepentingan publik. Sedangkan baik di ruang sosial terkait dengan bagaimana seseorang berinteraksi dan memperlakukan orang-orang.

Memungkinkan; secara sosial seseorang terlihat bersikap yang baik, tetapi pada ranah politik belum tentu dapat dipercaya. Walaupun sikap di ruang sosial menjadi barometer di ruang politik. Akan tetapi, orang-orang banyak tertipu dengan penampakan baik secara moral padahal buruk secara kebijakan. Seyogianya; ruang politik diisi oleh orang-orang yang bermoral di ruang publik juga dapat dipercaya di ruang politik saat kebijakan yang menyangkut dengan hajat orang banyak diputuskan.

Peran politik bukan hanya bagaimana merebut kekuasaan tetapi seni desain kesejahteraan berdasarkan kebijakan publik, bukan desain popularitas. Sementara peran sosial terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan mendesak dan temporal yang dibutuhkan banyak orang; baik kegiatan pribadi maupun kegiatan umat secara keseluruhan tanpa berhubungan dengan kekuasaan. Agar tidak menjadi badut politik maka bicaralah program kerja di depan rakyat yang ikhlas memberikan waktunya untuk meramaikan silaturrahmi politik, yang mana waktu pertemuannya elit sendiri yang menentukan. Badut politik sangat pinter berpura-pura…pura-pura peduli padahal mengelabui.

Membangun Peradaban Politik, 30 Juli 2024

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meraih Gelar Doktor; Muchlinarwati Disabilitas yang Menginspirasi

Melihat Masalah dengan Masalah

Logika Politik: Beri Kabar Gembira Bukan Kabar Sedih apalagi Duka