Ihya ‘Ulumuddin: Adab Sebelum, Sedang, dan Sesudah Makan

 


Pembahasan ini berkaitan seputar apa yang harus diperhatikan oleh orang yang hendak makan; baik sebelum, sedang, dan setelah makan. Dinukilkan dari kitab ihya ‘Ulumuddin Imam al-Ghazali.

Sesungguhnya, tujuan hidup yang utama dari hamba-hamba Allah yang shalih adalah bisa menjumpai dan melihat Rabb mereka di alam akhirat kelak. Dan, tidak tersedia jalan lain untuk dapat menjumpai Allah kecuali dengan ilmu dan amal yang shalih. Sedangkan ilmu dan amal yang shalih tidak mungkin diperoleh tanpa memiliki tubuh yang sehat, dan tubuh yang sehat tidak mungkin diperoleh tanpa menjaganya dengan memberikan asupan makanan serta minuman yang baik lagi halal.

Dengan demikian, makan dan minum yang sesuai aturan syari'at mutlak diperlukan. Berkaitan dengan itu semua, sebagian ulama salaf mengatakan, "Sesungguhnya makan dan minum yang sesuai aturan syariat itu adalah bagian tak terpisahkan dari aturan agama (syariat).

Sesungguhnya makan dan minum yang sesuai aturan syari'at itu adalah bagian tak terpisahkan dari aturan agama (syariat).

Sebagaimana Allah berfirman;

كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحاً.

"Makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih," Q. S al-Mu'minun/023: 51.

Siapa saja yang makan dan minum demi memperoleh ilmu serta amal shalih, dan juga dilatari sikap takwa kepada Allah niscaya makan dan minumnya dinilai sebagai bentuk ibadah. Setiap kita hendaklah tidak menyia-nyiakan waktu, dan terus melarutkan diri dengan hanya sibuk memfokuskan diri dalam mencari ilmu serta beramal shalih semata, tanpa mengindahkan amalan lain yang juga menjadi bagian tak terpisahkan dari rangkaian agama ini. Sebagaimana binatang melata lainnya tanpa lelah menjelajahi isi bumi demi sekadar mendapatkan makanan dan minuman.

Adab dan apa saja yang disunnahkan dalam rangkaian aktivitas hidup berupa makan dan minum merupakan sebagian dari cahaya agama. Seorang yang mengaku diri bertakwa kepada Allah mesti melaksanakan adab dan sunnah tersebut, serta mengendalikan nafsu dan sikap berlebihan dalam mengonsumsi makanan maupun minuman berdasarkan pertimbangan syariat.

Sebagaimana Rasulullah bersabda;

 إِنَّ الرَّجُلَ لَيُؤْجَرُ حَتَّى فِي اللُّقْمَةِ يَرْفَعُهَا إِلَى فِيْهِ وَ إِلَى فِي امْرَأَتِهِ.

"Sesungguhnya seseorang akan mendapatkan pahala dalam setiap perbuatan baiknya, bahkan dalam setiap suap makanan yang dimasukkan ke dalam mulutnya maupun mulut istrinya (memberikan haknya berupa makanan dan minuman)".

Adapun adab makan secara umum dibagi menjadi tiga bagian; yaitu adab sebelum makan, adab saat sedang makan, dan adab sesudah selesai makan. Berkaitan dengan adab sebelum makan, maka dalam hal ini ada tujuh adab.

Pertama, makanan yang dikonsumsi harus halal. Allah memerintahkan manusia untuk makan makanan yang halal lagi baik, dan melarang mengonsumsi makanan yang haram lagi buruk. Mengonsumsi makanan yang dihalalkan banyak mengandung berkah (manfaat bagi tubuh). Sedangkan mengonsumsi makanan yang diharamkan merupakan perbuatan dosa, dan sekaligus menjadi tindakan aniaya (kejahatan) bagi tubuh kita sendiri.

Sebagaimana Allah berfirman;

 "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil harta sesama kalian dengan cara-cara yang batil (dilarang), melainkan melalui jalan perniagaan yang dilakukan atas prinsip suka sama suka (ridha) di antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri". Q. S. Al-Nisa'/004]: 29.

Kedua, sebelum makan hendaknya kita membersihkan tangan; jika dibutuhkan dan lebih sempurna menggunakan sabun pencuci tangan. Rasulullah Saw. bersabda,

الْوُضُوءُ قَبْلَ الطَّعَامِ يَنْفِي الْفَقْرَ، وَبَعْدَهُ يَنْفِي اللَّمَمَ.

"Bersuci (mencuci tangan) sebelum makan dapat membersihkan kefakiran. Dan melakukan hal yang sama setelah makan mampu membersihkan dosa-dosa kecil".

Pada riwayat yang lain disebutkan, "Mampu membersihkan diri dari kefakiran, baik sebelum maupun setelah makan." Kotoran dan kuman yang melekat dikedua tangan karena aktivitas keseharian harus segera dihilangkan dengan air. Oleh karena itu, bersuci atau membasuh tangan sebelum makan sangatlah dianjurkan, sebagaimana wudhu' yang harus (wajib) dilakukan sebelum mendirikan shalat.

Ketiga, piring atau wadah makanan sebaiknya diletakkan di atas lantai, tikar, atau meja makan (tidak dipegang tangan), sebagaimana sunnah Nabi apabila dibawakan makanan kepada Nabi, maka Nabi meletakkan makanan tersebut di atas lantai. Semua itu lebih mencerminkan sikap tawadhu' (sederhana). Rasulullah; diriwayatkan tidak pernah makan sambil memegang sebuah piring, kecuali piring itu diletakkan, dan dalam ukuran yang bisa untuk dikonsumsi isinya bersama para sahabat.

Sebagian ulama salaf mengatakan bahwa ada empat perkara baru dalam adab makan yang diada-adakan setelah Rasulullah wafat; yaitu berkaitan dengan kebiasaan yang berlaku di meja makan berikut tatacaranya, melembutkan bahan makanan dengan bahan kimia serta penggunaan pengawet makanan, memakai sabun untuk membersihkan tangan yang menggunakan bahan dari deterjen pencemar lingkungan, dan mengonsumsi makanan hingga kenyang. Keempat perkara tadi tidak diharamkan, akan tetapi tidak baik bagi orang yang berusaha untuk bersikap tawadhu’.

Keempat, hendaknya duduk dengan santun dan tidak banyak bergerak di posisi tempat makanan dihidangkan, serta tetap menjaganya sampai selesai makan. Rasulullah bersabda, "Aku tidak makan dengan bersandar, karena aku sesungguhnya hanyalah seorang hamba, dan aku makan sebagaimana makannya seorang hamba, serta duduk sebagaimana duduknya seorang hamba".

Demikianlah yang dilakukan Rasulullah; terkadang posisi Nabi melipat lutut saat makan dengan menduduki telapak kakinya sendiri. Terkadang pula Nabi menegakkan kaki kanan dan duduk (bertumpu) pada paha kirinya. Makruh hukumnya makan dan minum sambil tiduran atau sambil bersandar, kecuali bagi orang yang sedang dalam kondisi ‘udzur (sakit). Sebab, posisi demikian pada saat makan tidak baik bagi kerja perut (lambung).

Kelima, hendaknya sebelum memulai makan diawali dengan berniat, bahwasanya memakan makan tujuannya hanya untuk memperoleh kekuatan dalam beribadah kepada Allah. Karenanya, harus menjaga agar makan seperlunya (tidak banyak), dan tidak makan hingga perut penuh (kekenyangan), sehingga kondisi itu akan menghalangi konsentrasi ibadah yang akan dilakukan. Semakin lurus niatnya untuk tujuan menegakkan ajaran agama, akan semakin rendah pula sikap berlebihan tehadap makanan.

Rasulullah bersabda, "Tidak ada bejana yang diisi penuh oleh seseorang yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah seseorang makan beberapa suap saja yang dapat menguatkan tulung rusuknya. Jika ia tidak sanggup melakukan hal itu, maka porsikan sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk bernafas (jalan nafasnya)".

Jika niat atau tujuan makan benar semata-mata karena Allah, maka ia tidak akan mengulurkan tangannya untuk meraih makanan apabila perutnya tidak merasakan lapar. Dengan kata lain, sebaiknya jangan makan sebelum merasakan lapar. Sebab, mengisi perut yang sudah kenyang itu membuat qalbu menjadi beku (tidak peka). Dan, sebaiknya segera berhenti makan sebelum merasa kenyang.

Keenam, hendaknya merasa cukup dan bersyukur dengan makanan yang telah dihidangkan, serta tidak tergoda untuk mencari yang lebih lezat atau mengada-adakan yang belum tersedia. Makanan yang tersaji hanya akan dihargai ketika seseorang tidak meminta yang lebih dari itu, atau menunggu yang lebih enak. Dengan kata lain, jangan memaksakan diri dengan menelantarkan makanan disebabkan menunggu lauk pauk yang belum ada. Sebab, rasa dari sepotong roti dapat dinikmati manakala tidak menggunakan lainnya. Dan, menyegerakan menikmati hidangan yang telah disajikan dengan tidak berpikir terhadap apa yang belum tersedia.

Ketujuh, semakin banyak orang yang turut ambil bagian saat makan, nilainya semakin utama. Ini merupakan salah satu dari amalan yang di-sunahkan saat makan.

Rasulullah bersabda;

اجْتَمِعُوْا عَلَى طَعَامِكُمْ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيْهِ.

"Makanlah kalian dengan berkumpul, jangan sendiri-sendiri. Sebab, di dalamnya terdapat banyak sekali keberkahan".

Anas ibn Malik ra., menceritakan bahwa Rasulullah tidak pernah makan sendirian. Nabi bersabda, "Nilai makanan yang terbaik adalah yang di dalamnya terdapat banyak tangan (makan secara bersama-sama)”.

Berkaitan dengan adab pada saat hendak makan, disunahkan untuk diawali dengan membaca Bismillah atau menyebut nama Allah, dan diakhiri dengan mengucapkan Alhamdulillah atau bersyukur kepada Allah. Akan lebih baik lagi jika pada setiap suapan diiringi dengan membaca Bismillah, untuk menjaga supaya tidak lalai dari menyebut nama Allah. Atau, pada suapan yang pertama membaca Bismillah, pada suapan kedua membaca Bismillahirrahman dan pada suapan yang ketiga membaca Bismillahirrahmanirrahim.

Sebaiknya, bacaan tersebut diucapkan dengan suara yang jelas supaya sekaligus berfungsi mengingatkan kepada siapa saja yang berada di sekitarnya. Disunahkan makan menggunakan tangan kanan, juga memulai dan menutup suapannya dengan menikmatinya. Disunahkan pula pada saat memasukkan makanan ke dalam mulut menggunakan suapan yang sedang (tidak memenuhui rongga mulut) dan mengunyah dengan sempurna (hingga benar-benar halus pada saat ditelan).

Sebelum setiap suapan ditelan janganlah mengambil suapan berikutnya. Selain itu, jangan sekali-kali mencaci-maki dan menghina makanan. Rasulullah tidak pernah berbuat demikian. Apabila berkenan Rasul memakannya, dan apabila tidak berkenan Rasul meninggalkannya. Kecuali buah-buahan, hendaklah mengambil makanan yang dekat dengan posisi kita duduk.

Jangan menjulurkan tangan untuk meraih suapan berikutnya ketika mulut sedang mengunyah makanan. Dan, jangan pernah mencela makanan. Nabi tidak pernah mencela makanan. Jika berselera Nabi memakannya, dan jika tidak selera Nabi memakan sekadarnya. Pada saat berada dalam jamuan makan hendaklah mengambil makanan yang berada pada posisi terdekat dari tempat duduk. Kecuali buah-buahan, di mana proses makan telah berakhir dan dilanjutkan dengan hidangan buah.

Nabi juga pernah secara khusus menganjurkan, "Makanlah apa yang tersedia di depanmu”. Pada kesempatan yang lain Nabi pernah mengulurkan tangan untuk mengambil buah-buahan yang tersedia pada posisi yang agak jauh. Ketika hal itu ditanyakan Nabi menjawab, "Buah-buahan bukan termasuk hidangan inti (utama)”.

Lalu Nabi mengingatkan pula, "Jangan memulai makan dari pusat atau tengah-tengah tempat makanan (nampan). Tetapi, lakukan dari bagian tepinya. Jangan memotong roti maupun daging menggunakan pisau, karena hal itu dilarang. Nabi berpesan, "Gigitlah dengan sekuat-kuatnya”. Dan jangan meletakkan benda-benda lain yang tidak diperlukan di tempat perjamuan makan, kecuali alat-alat yang memang digunakan (berfungsi).

Juga mengusahakan untuk tidak menjadikan makanan berjatuhan. Nabi berpesan, "Apabila suapan salah seorang dari kalian terjatuh, maka hendaklah ia mengambilnya, membuang kotoran yang menempel padanya dan memakannya kembali. Jangan membiarkannya untuk konsumsi setan. Dan hendaklah ia membersihkan jari-jarinya dari sisa makanan yang masih menempel dengan mulut, dan jangan mengelap tangan dengan sapu tangan atau sejenisnya. Sebab, kita tidak mengetahui dalam suapan mana keberkahan itu berada”.

Jangan pula meniup makanan yang masih panas, Janganlah mengembuskan nafas ke dalam wadah atau gelas air minum. Sebab, hal itu dilarang. Jangan minum air pada waktu makan kecuali jika sangat haus atau tersedak. Lebih baik biarkan perut berbunyi, karena proses pengolahan makanan dalam lambung. Dianjurkan pula untuk memakan makanan seperti korma atau anggur dalam jumlah yang gasal (ganjil). Dan jangan meletakkan biji bekas korma dalam wadah yang sama (di tempat makanan yang sama, masih ada).

Berkaitan dengan tatacara (adab) minum, hendaklah memegang gelas dengan tangan kanan dan membaca Bismillah. Disunahkan minum dengan cara disedot (diisap dengan kedua bibir), bukan dengan meneguknya secara langsung ke arah kerongkongan. Minumlah dengan perlahan setelah sebelumnya menghirup nafas terlebih dahulu, dan tidak terburu-buru. Sebab, meneguknya langsung ke arah kerongkongan tanpa menggunakan bibir sebagai kendali dapat membahayakan kondisi jantung.

Rasulullah pernah mengingatkan dalam sabdanya, "Minumlah air dengan perlahan setelah sebelumnya menghirup nafas, dan janganlah minum tanpa menghirup nafas dahulu. Sebab, minum yang dilakukan tanpa didahului dengan menghirup nafas sebelumnya akan menyebabkan gangguan pada fungsi kerja jantung".

Dan, kita hendaknya tidak minum sambil berdiri atau berbaring. Sebab, Rasulullah tidak menganjurkannya, kecuali dalam keadaan darurat yang diperbolehkan; seperti dalam kondisi sakit dan sejenisnya. Dan, selesai makan maupun minum disunahkan membaca doa. Sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi setelah melakukan kedua aktivitas dimaksud senantiasa membaca,

الْحَمْدُ للهِ الَّذِي جَعَلَهُ عَذَبًا فُرَانًا بِرَحْمَتِهِ، وَلَمْ يَجْعَلْهُ مِلْحًا أُجَاجًا بِذُنُوبَنَا.

"Segala puji bagi Allah yang menjadikan air ini tawar dan segar dengan rahmat-Nya, serta tidak menjadikannya asin lagi pahit karena dosa-dosa kami".

Jika memberikan makanan atau minuman kepada orang lain dalam suatu perjamuan, sebaiknya disampaikan dengan menggunakan tangan kanan, dan didistribusikan ke arah sebelah kanan. Sebagaimana pernah terjadi dalam suatu perjamuan makan, Rasulullah mengedarkan susu, dan Nabi menganjurkan untuk mulai mendistribusikannya ke arah kanan.

Pada posisi duduk sebelah kiri Nabi terdapat Sayyidina Abu Bakar ra., sedangkan di posisi sebelah kanan Nabi duduk seorang penduduk dusun. Sayyidina 'Umar Ibnul Khaththab ra. mengatakan agar giliran berikutnya atas pembagian susu diberikan kepada Abu Bakar; mengingat keutamaan Abu Bakar di sisi Rasulullah. Mendengar ucapan Umar penduduk dusun itu pun segera meraih untuk dirinya terlebih dahulu. Nabi pun memberikan bagian pada penduduk dusun, sambil mengatakan bagikan ke arah kanan.

Disunahkan pula meminum apa saja dalam tiga tarikan nafas. Selesai minum, biasakan membaca Alhamdulillah. Dan pada saat hendak minum jangan pernah lupa membaca Bismillah. Pada bagian jeda dari tegukan pertama hendaklah melakukan tarikan nafas yang diiringi dengan membaca, Alhamdulillah. Pada bagian jeda dari tegukan yang kedua hendaknya melakukan tarikan nafas diiringi dengan membaca, Rabbil 'Alamin. Dan, pada bagian jeda dari tegukan yang ketiga hendaknya melakukan tarikan nafas diiringi dengan membaca, ar-Rahmanirrahim.

Demikianlah sekitar dua puluh rangkaian adab makan dan minum yang terdapat dalam riwayat yang bersumber dari hadis serta atsar sahabat ra.

Berkaitan dengan adab sesudah makan, maka dianjurkan untuk mengangkat tangan (menyudahi makan) sebelum perutmu penuh terisi (kenyang), jilatilah jari-jarimu yang dipakai makan, kemudian basuhlah dengan air, lalu sapu dengan lap tangan.

Ambillah makanan yang tercecer. Sebagaimana Nabi bersabda,

مَنْ أَكَلَ مَا يَسْقُطُ مِنَ الْمَائِدَةِ عَاشَ فِي سَعَةٍ وَعُوْفِي فِي وَلَدِهِ.

"Siapa saja yang memakan apa yang tercecer pada kain alas makan, maka hidup yang dijalaninya akan lapang dan anaknya akan dihindarkan dari penyakit”.

Di penghujung makan, dianjurkan untuk menuntaskan sisa yang masih ada di wadah (piring) hingga benar-benar bersih (tidak tersisa) dan memungut yang tercecer, juga membersihkan yang terselip di sela-sela gigi. Dengan kata lain, apabila masih terdapat sisa kuah atau apa saja yang bisa dimakan dari makanan yang terdapat dalam piring, maka dianjurkan pula menghabiskannya hingga benar-benar bersih (tidak bersisa). Dan, balasan pahala atas semua amalan tersebut sama dengan memerdekakan seorang budak.

Dan, hendaklah engkau bersyukur kepada Allah secara tulus atas apa yang telah Allah anugerahkan melalui makanan tersebut sebagai rahmat dan karunia-Nya. Sebagaimana Allah berfirman, "Makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami (Allah) berikan kepada kalian, dan bersyukurlah kepada-Nya". Q. S Al-Baqarah/002: 172.

Apabila telah selesai makan makanan yang halal, hendaknya kita mengucapkan bacaan, "Segala puji bagi Allah yang telah menyempurnakan segala yang baik dengan anugerah-Nya dan keberkahan-Nya. Ya Allah Rabbku, berilah kami makanan yang baik-baik, dan bimbinglah kami dengan makanan itu untuk selalu berbuat kebajikan".

Apabila mengonsumsi makanan yang bernilai syubhat, maka disunahkan setelahnya membaca doa berikut ini,

الْحَمْدُ للهِ الَّذِي بِنِعْمَتِه تُتمُ الصَّالِحَاتُ وَتَنْزِلُ الْبَرَكَاتُ اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْهُ قُوَّةً لَنَا عَلَى مَعْصِيَتِكَ.

"Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya menjadi sempurnalah segala amal kebajikan dan diturunkanlah berkah-berkah. Ya Allah, janganlah Engkau jadikan bagi kami makanan ini sebagai kekuatan untuk berbuat durhaka (kemaksiatan) kepada-Mu".

Dilanjutkan dengan membaca surah al-Ikhlash dan surah Quraisy setelah selesai makan.

Hendaklah pula kita memperbanyak istighfår (memohon ampunan Allah) dan menyucikan jiwa dari makanan atau harta syubhat yang ikut termakan. Sebagaimana Rasulullah bersabda;

كُلُّ لَحْمِ نَبَتَ مِنْ حَرَامٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ.

"Setiap daging yang tumbuh dari makanan yang diharamkan oleh Allah, maka tidak ada tempat yang lebih baik baginya selain neraka."

Dan disunahkan pula setelah makan membaca do'a,

الْحَمْدُ للهِ الَّذِي أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا، وَكَفَانَا وَآوَانَا، سَيِّدَنَا وَمَوْلانَا.

"Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan dan minum kepada kami, yang mencukupi kami, serta yang memberi tempat tinggal kepada kami wahai junjungan dan penguasa diri serta jiwa kami”.

Imam al-Ghazali lahir (450-505 H/1058-1111 M)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meraih Gelar Doktor; Muchlinarwati Disabilitas yang Menginspirasi

Melihat Masalah dengan Masalah

Logika Politik: Beri Kabar Gembira Bukan Kabar Sedih apalagi Duka