Postingan

AL-'ATHIF: CELAKALAH YANG MENGHITUNG LEBIH UNTUK DIRINYA

Gambar
Al-‘athif merupakan istilah  yang digunakan Alquran untuk menyebutkan prilaku tamak pada diri seseorang. Sulit menemukan kata yang sepadan untuk mengungkapkan al-‘athif dalam kosa kata bahasa Aceh. Prilaku ini dialamatkan untuk orang yang suka menghitung-hitung lebih laba untuk dirinya, dan menghitung kurang laba untuk orang lain. Prilaku al-‘athif konotasinya buruk dilakukan di wilayah mana pun. Ayat yang mengungkapkan prilaku al-‘athif terdapat dalam surat al-Muthaffifin; وَيۡلٌ لِّلۡمُطَفِّفِيۡن , الَّذِيۡنَ اِذَا اكۡتَالُوۡا عَلَى النَّاسِ يَسۡتَوۡفُوۡن , ‏ وَاِذَا كَالُوۡهُمۡ اَوْ وَّزَنُوۡهُمۡ يُخۡسِرُوۡنَؕ‏ , اَلَا يَظُنُّ اُولٰٓٮِٕكَ اَنَّهُمۡ مَّبۡعُوۡثُوۡنَۙ‏  Artinya, “kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi, tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan”. Q. S. A

LUPA BOLEH MELUPAKAN JANGAN

Gambar
Manusia adalah makhluk yang unik, kehadiran manusia antara satu dengan yang lain tidaklah sama, baik bentuk maupun sifatnya, hatta anak yang lahir kembar sekalipun keunikannya tetap saja terlihat. Alquran memberi gambaran dalam menjelaskan tentang manusia terkait karakter yang melekat pada setiap manusia berdasarkan suku kata yang dimunculkan seperti kata "anasa" dan "nasiya". Anasa bermakna manusia adalah makhluk yang bergerak terus mengiringi masa; baik zaman maupun putaran hidup yang terus berkembang secara sosial, politik, ekonomi, teknologi, ilmu pengetahuan, budaya, dan agama. Bagi yang tidak mampu bergerak mengikuti zamannya maka ia akan kehilangan kesempatan terbaik. Manusia dalam berbagai konteks hadir sebagai peneliti dan sekaligus sebagai objek yang diteliti. Keseimbangan sering tidak muncul di antara manusia jika antar personal saling meng-objekkan diri. Subjektivitas bukan bermakna masing-masing manusia merasa benar dengan sendirinya, melainkan kebe

PUASA: AKTIVITAS RAGA MENDIDIK KESASABARAN JIWA

Gambar
اَمۡ حَسِبۡتُمۡ اَنۡ تَدۡخُلُوا الۡجَـنَّةَ وَلَمَّا يَعۡلَمِ اللّٰهُ الَّذِيۡنَ جَاهَدُوۡا مِنۡكُمۡ وَيَعۡلَمَ الصّٰبِرِيۡنَ “ Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu, dan belum nyata orang-orang yang sabar ”. Q. S. Ali-‘Imran/003: 142. Menurut Prof. Dr. Hasyimsyah Nasution, sebagaimana kita ketahui puasa adalah pekerjaan rohani, walaupun mengikutsertakan anggota badan.  S ebagaimana dijelaskan  hadis Rasulullah, kalau puasanya hanya sekedar bersifat fisik tanpa menyadari bahwa ini adalah pekerjaan rohani, maka yang berpuasa hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja. Sabar juga kondisi rohani , t erdapat hubungan yang erat antara puasa dengan kesabaran. Fakta menunjukkan bahwa orang-orang yang sukses memiliki reputasi yang baik, dan ini tercatat dalam sejarah, bahkan menjadi contoh bagi orang banyak, sebab orang-orang yang berpuasa membangun  kesabaran. Sebaliknya orang yang tidak sabar membawa diri me

MEMBACA TANPA PIKIRAN HILANGNYA RASA

Gambar
Ketika hadirnya kita hanya berdasarkan hasil bacaan teks semata bukan lahir dari pikiran dan rasa, maka keberadaan kita tidak akan pernah ada bagi orang lain. Karena, bacaan itu hanya memindahkan pengetahuan saja dari buku ke otak, bukan menterjemahkan pikiran dalam realitas dan mendudukkan rasa dalam kenyataan sosial. Serendah-rendah pengetahuan adalah yang diperoleh dari membaca, sementara ilmu tertinggi adalah mampu merasa. Berbeda dengan pikiran dan rasa, keduanya adalah refleksi diri secara tiba-tiba dalam berinteraksi dengan pihak-pihak yang lain. Refleksi secara tiba-tiba inilah menurut Ibnu Maskawaih dipahami sebagai akhlak. Menurutnya akhlak adalah tindakan reflektif secara tiba-tiba tanpa pertimbangan sebelumnya. Jika seseorang harus berbuat baik pada yang lain itu murni karena kebaikan bukan karena ada iming-iming yang lain. Akhlak yang dibangun atas dasar keikhlasan inilah makna aplikatif dari tasawuf. Tasawuf hadhari bukanlah teori, tetapi ia adalah praktisi. Maka, san

INTELEKTUAL MENDESAIN PIKIRAN DAN KEKUASAAN MENDESAIN PENDAPATAN

Gambar
Dua golongan yang sering menyapa manusia; golongan intelektual dan golongan politik. Golongan intelektual menyapa  dengan ide, pikiran, konsep, wacana. Sapaan intelektual dituangkan baik dalam bentuk tulisan maupu ucapan.  Sapaan intelektual mengantarkan pengetahuan baru berdasarkan kenyataan-kenyataan aktual. Dengan tujuan mengantarkan paham dalam berbagai hal pada manusia sesuai dengan bidang dan perannya. Ketika intelektualitas menyapa diri masing-masing maka akan terjadi perubahan besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sementara golongan politik menyapa manusia dengan janji-janji bahkan terlalu manis, yang kadangkala tidak dipenuhi dengan baik ketika kekuasaan diserahkan padanya. Bahkan, sering terjadi politik kuasa menjual dirinya dengan harga yang murah. Sapaan politik hanya meninggalkan jejak sesaat, karena sering terdapat suguhan-suguhannya untuk menutupi kekosongan program, selebihnya adalah popularitas. Membangun citra intelektual tidaklah mudah, ia butuh waktu untuk

DUHAI HATI CURIGAILAH DIRIMU SENDIRI

Gambar
Kebanyakan dari kita terlalu cepat curiga pada orang lain. Sementara kita tidak pernah sama sekali curiga dengan diri sendiri. Mencurigai orang lain tidak berdasarkan fakta yang secara umum dapat diyakini benar merupakan tindakan semena-mena dan tidak bermoral. Kita sering cepat curiga dengan orang lain, tapi tidak pernah curiga dengan diri sendiri.  Seharusnya kita curiga dengan diri kita sendiri, dengan cara menghitung peran. Terkadang apa yang sudah dimiliki tidak sesuai dengan peran, pekerjaan, dan pendapatan (gaji). Dalam tempo yang singkat telah terjadi perubahan yang signifikan dengan diri kita dalam konteks materi.  Padahal, orang yang profesinya sama dengan  kita, tempat kerja yang sama pula, posisi atau jabatan yang setara, masa kerja bersamaan, jumlah pendapatan yang sama jua, tetapi hidupnya masih sangat sederhana, bahkan terkesan jauh dari kemewahan. Terkadang hal seperti tidak mendapat perhatian serius dari diri kitamasing-masing. Kondisi seperti ini seharusnya disadari b

RAIHLAH KEMULIAAN DAN KEPANTASAN

Gambar
  Melihat seseorang bukan karena posisi, apa yang dimiliki, serta pekerjaannya. Lihatlah orang lain karena "kemuliaannya", atau "kepantasannya". Seseorang dengan pekerjaan yang tidak begitu baik sering rendah di mata banyak orang. Namun, ia mendapat "kemuliaan" dan "kepantasan" dengan posisi dan pekerjaan tersebut.  Seseorang hidup pas-pasan atau miskin atau bekerja di tempat yang sering rendah dilihat banyak orang, ia tetap saja bersyukur, tidak curang, tidak menipu, tidak mengambil hak orang lain, tidak menghalalkan segala cara untuk kepuasan dirinya, tidak iri, dengki, takabbur dan hasad, tidak pernah ingin mencelakakan orang lain, dan lain sebagainya.  Orang seperti ini memiliki "kemuliaan" serta memiliki "kepantasan" dengan kedudukakannya. Dan  tidak perlu kita harus membayangkan hal-hal lain yang buruk dan merendahkan. Apalagi ia sedang menjalankan dengan baik takdir dan qadha Tuhan atas dirinya. Sebaliknya, ada orang me